Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

WNA Kena Pajak Penghasilan? Begini Aturannya

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

WNA Kena Pajak Penghasilan? Begini Aturannya

WNA Kena Pajak Penghasilan? Begini Aturannya
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
WNA Kena Pajak Penghasilan? Begini Aturannya

PERTANYAAN

Apakah penghasilan foreigner di Indonesia terhindar dari double taxation? Apakah Indonesia juga berhak menarik pajak untuk penghasilan lain dari foreigner yang ia dapat di luar Indonesia?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara, yang wajib dibayar subjek pajak menurut undang-undang, guna membiayai pengeluaran umum yang berkaitan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

    Lantas, apakah Warga Negara Asing (“WNA”) termasuk subjek pajak? Apakah WNA wajib membayar pajak penghasilan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) dari Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 27 Januari 2021.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Modus Operandi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan

    Modus Operandi Tindak Pidana di Bidang Perpajakan

    Apakah WNA Termasuk Subjek Pajak?

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian pajak. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment. Sedangkan menurut P.J.A. Adriani, pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya (subjek pajak) menurut undang-undang, guna membiayai pengeluaran umum yang berkaitan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.[1]

    Lantas, apa itu subjek pajak? Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.[2] Adapun subjek pajak dalam negeri salah satunya adalah Warga Negara Asing (“WNA”) yang:[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. bertempat tinggal di Indonesia;
    2. berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau
    3. dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

    Adapun maksud dari keberadaan di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari, tidaklah harus berturut-turut, melainkan ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.[4]

    Kemudian, Pasal 111 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (4) huruf b UU PPh, subjek pajak luar negeri salah satunya adalah WNA yang berada di Indonesia, tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

    Selanjutnya, berkaitan dengan subjek pajak dalam negeri, subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (“PTKP”).[5] Hal serupa juga ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak 43/2011, yaitu orang pribadi yang merupakan subjek pajak dalam negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri, apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia dan besarnya penghasilan melebihi PTKP.

    Sedangkan, subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.[6]

    Maka, saat WNA bersangkutan telah memenuhi kriteria di atas, ia menjadi subjek pajak dalam negeri, dan secara otomatis WNA tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan 21 (“PPh 21”) yaitu wajib pajak orang pribadi dalam negeri.[7] Sedangkan WNA yang merupakan wajib pajak luar negeri dikenakan Pajak Penghasilan 26 (“PPh 26”) dan dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto yang wajib membayarkan:[8]

    1. dividen;
    2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
    3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
    4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
    5. hadiah dan penghargaan;
    6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
    7. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
    8. keuntungan karena pembebasan utang.

    Jadi menjawab pertanyaan Anda, penghasilan WNA tentu saja terhindar dari double taxation sebagaimana Anda sebutkan karena telah jelas diatur siapa yang menjadi subjek pajak dan apa yang menjadi objek pajaknya juga.

    PPh 26 bagi WNA

    Pada dasarnya setiap pekerja berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, salah satunya melalui kebijakan pengupahan, yang meliputi upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.[9] Artinya, upah tersebut untuk pembayaran pesangon atau upah untuk perhitungan pajak penghasilan.[10]

    Untuk itu, WNA yang bekerja dan memperoleh penghasilan di Indonesia serta termasuk sebagai wajib pajak luar negeri akan dikenakan PPh 26 sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan sebagaimana diatur dalam Pasal 111 angka 2 Perppu 2/2022 yang mengubah Pasal 26 ayat (1) UU PPh.

    Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri dari Indonesia, terdapat 2 sistem pengenaan pajak yaitu:[11]

    1. pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
    2. pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi wajib pajak luar negeri.

    Menjawab pertanyaan Andadalam hal penghasilan lain WNA yang didapat di luar Indonesia bukan menjadi hak untuk memungut PPh karena penghasilan tersebut jelas bukan berasal atau didapat di Indonesia.

    Contoh Hitungan PPh 26

    Untuk mempermudah gambaran Anda terkait perhitungan PPh 26, kami akan ilustrasikan contohnya. Misalnya suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar Rp100 juta kepada wajib pajak luar negeri, subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong PPh 26 sebesar 20% dari Rp100 juta.[12]

    Contoh lainnya, seorang atlet dari luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di Indonesia kemudian merebut hadiah uang, maka atas hadiah tersebut dikenai pemotongan PPh 26 sebesar 20%.[13]

    Lebih lanjut, mengenai pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh 21 dan PPh 26, Anda dapat merujuk pada Peraturan Dirjen Pajak 16/2016.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah kedua kalinya dengan  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
    2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2011 tentang Penentuan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri;
    5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

    Referensi:

    A. Ahsin Thohari. Epistemologi Pajak, Perspektif Hukum Tata Negara. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, No. 1, 2011.


    [1] A. Ahsin Thohari. Epistemologi Pajak, Perspektif Hukum Tata Negara. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, No. 1, 2011, hal. 72-73.

    [2] Pasal 111 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU PPh”).

    [3] Pasal 111 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh.

    [4] Penjelasan Pasal 111 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh.

    [5] Penjelasan Pasal 111 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPh.

    [6] Penjelasan Pasal 111 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPh.

    [7] Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”) yang mengubah Pasal 21 UU PPh.

    [8] Pasal 111 angka 3 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 26 ayat (1) UU PPh.

    [9] Pasal 81 angka 27 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 88 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [10] Penjelasan Pasal 81 angka 27 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 88 ayat (3) huruf g UU Ketenagakerjaan.

    [11] Penjelasan Pasal 111 angka 3 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 26 UU PPh

    [12] Penjelasan Pasal 111 angka 3 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 26 ayat (1) UU PPh.

    [13] Penjelasan Pasal 111 angka 3 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 26 ayat (1) UU PPh.

    Tags

    pajak
    pajak penghasilan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!