KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dasar Hukum Penyadapan Telepon oleh KPK

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Dasar Hukum Penyadapan Telepon oleh KPK

Dasar Hukum Penyadapan Telepon oleh KPK
Hanugrah Titi Habsari S., S.H., M.H.PERSADA UB
PERSADA UB
Bacaan 10 Menit
Dasar Hukum Penyadapan Telepon oleh KPK

PERTANYAAN

  1. Bagaimana syarat dan kewenangan melakukan penyadapan dalam tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK?
  2. Bagaimana kedudukan rekaman penyadapan telepon itu sendiri sebagai pembuktian dalam tindak pidana korupsi?

 

Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kewenangan penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tindak pidana korupsi. Adapun mengenai syarat penyadapan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun tersebar dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi. Bagaimana bunyi syarat penyadapan oleh KPK?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Penyadapan telepon yang dibuat oleh Alfi Renata, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 15 Januari 2010.

    KLINIK TERKAIT

    Dasar Hukum KPK dan Kedudukannya dalam Pemberantasan Korupsi

    Dasar Hukum KPK dan Kedudukannya dalam Pemberantasan Korupsi

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Legalitas Penyadapan

    Penyadapan dalam bahasa Inggris memiliki beberapa terminologi, yaitu bugging, eavesdropping, dan wiretapping. Bugging merupakan sebuah pengawasan elektronik berupa pembicaraan atau kemungkinan menangkap secara elektronik, mendengar atau merekam, biasanya dengan diam-diam, dengan perangkat elektronik.[1] Eavesdropping adalah secara diam-diam mendengar pembicaraan pribadi orang lain tanpa ada persetujuan dari orang lain.[2] Wiretapping adalah mendengar pembicaraan secara diam-diam, biasanya dilakukan oleh penegak hukum di bawah izin pengadilan untuk mendengar pembicaraan pribadi.[3]

    Penyadapan merupakan alternatif jitu dalam investigasi kriminal terhadap perkembangan modus kejahatan termasuk perkembangan dari hasil kejahatan yang sangat serius.[4] Pengembangan penyidikan dengan penyadapan dilakukan karena:[5]

    1. Metode investigasi kriminal lainnya telah mengalami kegagalan;
    2. Tiada cara lainnya yang dapat digunakan selain penyadapan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan; dan
    3. Diharuskan ada alasan yang cukup kuat dan dipercaya bahwa dengan penyadapan maka alat-alat bukti baru akan ditemukan sekaligus dapat digunakan untuk menghukum pelaku pidana yang dituju.

     

    Pembentukan dan Tugas KPK

    Tindak pidana korupsi merupakan extraordinary crime, artinya tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana luar biasa yang diatur tersendiri dalam UU 31/1999. Guna memberantas tindak pidana korupsi, dibentuklah sebuah badan khusus yang berwenang melakukan koordinasi dan supervisi, termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”).

    Sebagai badan yang mempunyai tugas dan wewenang dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, KPK memiliki landasan hukum pembentukan lembaga melalui UU KPK dan perubahannya. Tugas dan wewenang KPK diatur dalam Pasal 6 UU 19/2019:

    Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan:

    1. tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi Tindak Pidana Korupsi;
    2. koordinasi dengan instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan instansi yang bertugas melaksanakan pelayanan publik;
    3. monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara;
    4. supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
    5. penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi; dan
    6. tindakan untuk melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

     

    Syarat dan Kewenangan Penyadapan oleh KPK

    Guna melaksanakan tugas, KPK memiliki beberapa kewenangan. Salah satu kewenangan terkait penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) UU 19/2019 yaitu penyadapan.

    Penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel, komunikasi, jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi maupun alat elektronik lainnya.[6]

    Mengenai ketentuan kewenangan penyidik untuk melakukan penyadapan dalam UU KPK sebenarnya mengalami perdebatan panjang. Kewenangan penyidik untuk menyadap dan ini telah berulang kali mengalami pengujian di Mahkamah Konstitusi. Hal ini dikarenakan syarat penyadapan tidak diatur secara jelas. Namun ada beberapa syarat yang tersebar di beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (“MK”).

    Berdasarkan Putusan MK No. 012-016-019/PUU-IV/2006,[7] yang merujuk pada pertimbangan hukum dalam Putusan MK No. 006/PUU-I/2003 disebutkan bahwa penyadapan dan perekaman pembicaraan merupakan pembatasan hak asasi manusia, di mana pembatasan demikian hanya dapat dilakukan dengan undang-undang, sebagaimana ditentukan oleh Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Sebab dikarenakan belum ada undang-undang yang mengatur, penyadapan dan perekaman pembicaraan ditafsirkan digunakan untuk menyempurnakan alat bukti atau justru sudah dapat dilakukan untuk mencari bukti permulaan yang cukup. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah terkait mekanisme penyadapan dilakukan oleh seorang yang mengatasnamakan lembaga yang memiliki kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.[8]

    Penyadapan yang dilakukan haruslah dalam keadaan yang mendesak dan memuat informasi terkini dan akurat yang tetap berpatokan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, guna menghindari penyalahgunaan wewenang terkait dengan penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan tersebut, KPK hanya memberitahukan kepada Dewan Pengawas paling lambat 14 hari kerja sejak penyadapan dilakukan.[9] Penyidik juga diwajibkan untuk tetap melaporkan penyadapan kepada pimpinan KPK secara berkala.[10]

     

    Kedudukan Rekaman Hasil Penyadapan

    Berdasarkan Putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016, mengkategorikan penyadapan yang termasuk di dalamnya perekaman ke dalam alat bukti yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE.

    Bukti penyadapan berupa rekaman pembicaraan, dalam hukum pembuktian, dikategorikan sebagai real evidence atau physical evidence. Rekaman pembicaraan dapat dijadikan bukti sebagai barang yang menunjukkan telah terjadi suatu tindak pidana sepanjang memenuhi parameter hukum pembuktian pidana yang dikenal dengan bewijsvoering, yaitu penguraian cara penyampaian alat-alat bukti kepada hakim di pengadilan. Ketika aparat penegak hukum menggunakan alat bukti yang diperoleh dengan cara yang tidak sah, maka bukti tersebut akan dikesampingkan oleh hakim atau dianggap tidak punya nilai pembuktian oleh pengadilan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
    2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kedua kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

     

    Putusan:

    1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-I/2003;
    2. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006;
    3. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010;
    4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016;
    5. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019.

     

    Referensi:

    1. Gardner, B. A. Black Law Dictionary. ST. Paul: Thomson, 2004;
    2. Umar Ma’ruf dan Aga Wigana, Telaah Bukti Penyadapan Telpon dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Semarang: Unissula Press, 2020.

    [1] Gardner, B. A. Black Law Dictionary. ST. Paul: Thomson, 2004, hal. 7 

    [2] Gardner, B. A. Black Law Dictionary. ST. Paul: Thomson, 2004, hal. 551

    [3] Gardner, B. A. Black Law Dictionary. ST. Paul: Thomson, 2004, hal. 1631

    [4] Umar Ma’ruf dan Aga Wigana, Telaah Bukti Penyadapan Telpon dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Semarang: Unissula Press, 2020, hal. 98

    [5] Umar Ma’ruf dan Aga Wigana, Telaah Bukti Penyadapan Telpon dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Semarang: Unissula Press, 2020, hal. 100

    [6] Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU 19/2019”)

    [7] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006

    [8] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010

    [9] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019

    [10] Pasal 12C ayat (1) UU 19/2019

    Tags

    dewan pengawas kpk
    korupsi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!