KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hak Istri PNS Setelah Perceraian

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Hak Istri PNS Setelah Perceraian

Hak Istri PNS Setelah Perceraian
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hak Istri PNS Setelah Perceraian

PERTANYAAN

Bagaimana jika seorang suami PNS berselingkuh dan meninggalkan istrinya selama 2 tahun? Apa saja hak-hak istri setelah dua tahun suaminya itu menceraikan secara agama? Apabila suami menolak, apa hukumannya? Dan bisakah istri menuntut secara hukum tindakan suami dan pasangan selingkuhnya?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Kami kurang mendapat keterangan apakah menceraikan secara agama ini karena pernikahannya tidak didaftarkan secara hukum jadi hanya perlu diceraikan secara agama, atau pernikahan tersebut terdaftar secara hukum namun perceraiannya baru dilakukan secara agama.

     

    Kami berasumsi bahwa perkawinannya terdaftar secara hukum, akan tetapi perceraiannya hanya dilakukan secara agama alias bukan berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

     

    Kami tidak menemukan peraturan yang mengatur hak-hak isteri yang dicerai secara agama. Ini karena berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, sebagaimana dikatakan dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dan Pasal 115 Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang PenyebarluasanKompilasi Hukum Islam Indonesia (“KHI”). Sebagai referensi, Anda dapat membaca artikel yang berjudul Apakah Pisah Ranjang Dapat Dianggap Sah Bercerai?.

    KLINIK TERKAIT

    Jika Suami Tidak Memenuhi Nafkah Istri setelah Bercerai

    Jika Suami Tidak Memenuhi Nafkah Istri setelah Bercerai
     

    Jadi jika Anda hanya bercerai secara agama, maka sebenarnya perkawinan tersebut masih tercatat secara hukum. Ini berarti Anda dapat meminta agar si suami melakukan kewajibannya yaitu memenuhi semua kebutuhan rumah tangga (Pasal 34 UU Perkawinan). Mengenai kewajiban suami untuk memberikan nafkah dapat dilihat dalam artikel yang berjudul Dasar Hukum Kewajiban Suami Memberi Nafkah.

     

    Jika nantinya perceraian secara hukum telah dilakukan, maka Anda sebagai bekas isteri seorang Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) dapat merujuk pada PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil(“PP 10/1983”) sebagaimana telah diubah oleh PP No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil (“PP 45/1990”).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Mengenai salah satu hak bekas isteri dari PNS dapat dilihat dalam Pasal 8 ayat (1)PP 10/1983 sebagaimana telah diubah oleh PP 45/1990 yang menyatakan:

     

    Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya.

     

    Jadi kewajiban untuk menyerahkan sebagian gaji tersebut hanya timbul apabila perceraian adalah atas kehendak suami. Apabila perceraian tersebut berasal dari kehendak isteri, maka bekas isteri tidak berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.

     

    Sedangkan mengenai pembagian gaji bekas suami tersebut, dapat dilihat dalam Pasal 8 ayat (2) PP 10/1983 yangmenyatakan:

     

    Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.

     

    Dengan demikian, hak isteri yang diceraikan oleh suaminya yang berstatus sebagai PNS adalah mendapatkan sepertiga dari gaji bekas suaminya.

     

    Akan tetapi, jika si bekas isteri menikah lagi, maka haknya atas gaji si bekas suami menjadi hapus sebagaimana terdapat dalam Pasal 8 ayat (7) PP 45/1990.

     

    Sedangkan jika bekas suami dan isteri tersebut beragama Islam maka tunduk juga padaKHI. Pasal 149 KHI menyatakan bahwa:

     

    Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

    a.    Memberikan mut`ah (pemberian/hadiah) yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul (belum dicampuri);

    b.    Memberi nafkah, maskan (tempat tinggal) dan kiswah (pakaian) kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;

    c.    Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separuh apabila qobla al dukhul;

    d.    Memberikan biaya hadhanah (pemeliharaan) untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun

     

    Jika mengacu ketentuan Pasal 149 KHI tersebut, maka hak-hak isteri setelah bercerai tersirat dalam kewajiban-kewajiban suami seperti yang diuraikan di atas.

     

    Bila bekas suami menolak melaksanakan kewajibannya setelah bercerai, maka kita merujuk pada ketentuan dalam UU Perkawinanserta Reglemen Indonesia yang Diperbaharui ("HIR"). Dalam Pasal 41 huruf c UU Perkawinan dapat kita lihat bahwa salah satu akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Jika bekas suami tidak mematuhi kewajibannya memberikan biaya penghidupan kepada bekas isterinya berdasarkan putusan Pengadilan, maka si bekas istri dapat memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada Ketua Pengadilan Negeri agar menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi putusan Pengadilan di dalam tempo yang ditentukan oleh Ketua, yang selama-lamanya delapan hari (Pasal 196 HIR).

     

    Mengenai penuntutan atas tindakan suami dan pasangan selingkuhannya, kami kurang jelas penuntutan atas dasar tindakan apa. Kami berasumsi bahwa si isteri yang telah diceraikan secara agama ingin menuntut tindakan perselingkuhan suaminya.

     

    Mengenai hal tersebut, jika si suami dan selingkuhannya telah melakukan zina, maka si isteri dapat menuntut berdasarkan Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) dengan syarat perkawinannya sah secara hukum Negara dan hanya dilakukan cerai secara agama. Ini karena pasal ini berlaku pada pasangan yang perkawinannya tunduk pada UU Perkawinan. Yang berarti jika perceraiannya tidak dilakukan di depan sidang Pengadilan, perkawinan suami dan isteri tersebut masih sah, dan si isteri berdasarkan Pasal 284 KUHP berhak untuk menuntut si suami dan selingkuhannya.

     

    Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.     Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    2.     Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    3.     Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil

    4.     Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil

    5.     Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam Indonesia Referensi

     
    Referensi:

    1.     Akibat Hukum Jika PNS Menceraikan Isterinya - http://huku.mn/38618f

    2.     Keabsahan Pembacaan Ikrar Talak dan Pelunasan Kewajiban kepada Bekas Isteri- http://huku.mn/3861aa

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!