Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sita Marital Terhadap Warisan, Bolehkah?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Sita Marital Terhadap Warisan, Bolehkah?

Sita Marital Terhadap Warisan, Bolehkah?
Muhammad Yasin, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sita Marital Terhadap Warisan, Bolehkah?

PERTANYAAN

Apakah bisa dimohonkan sita marital terhadap harta warisan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sita marital memang menjadi salah satu persoalan yang sering muncul di pengadilan, bahkan menimbulkan perdebatan. Apalagi kalau permohonan sita marital itu menyangkut pesohor.

     

    Secara sederhana, sita marital disebut juga sebagai sita harta bersama, bahkan istilah terakhir ini menurut Abdul Manan (2005) lebih layak digunakan. Permohonan sita marital, karena itu, mengandung arti pula sebagai permohonan agar diletakkan sita terhadap harta bersama. Mengenai hakikat dan tujuan sita harta bersama itu, Anda bisa membaca artikel klinik di hukumonline berjudul ‘Tentang Sita Marital (Sita Harta Bersama)’. Anda bisa juga baca kasus yang relevan dalam putusan Mahkamah Agung.

    KLINIK TERKAIT

    Apakah Hadiah Perkawinan Termasuk Harta Bersama?

    Apakah Hadiah Perkawinan Termasuk Harta Bersama?
     

    Pertanyaan Anda lebih spesifik mengenai boleh tidaknya memohonkan sita marital terhadap harta warisan. Untuk menjawab pertanyaan itu, pertama-tama perlu dijawab siapa yang berhak memohonkan sita demikian dan kapan bisa diajukan.

     

    Buku Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan (Buku II), yang diterbitkan Mahkamah Agung (2009) dijelaskan sita harta bersama dimohonkan oleh pihak suami atau pihak isteri terhadap harta perkawinan baik yang bergerak maupun tidak bergerak. Tujuannya sebagai jaminan agar pemohon memperoleh bagian dan harta tersebut tidak dialihkan kepada pihak ketiga.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Dalam proses perceraian, upaya menjaga harta bersama dan harta bawaan penting agar jangan sampai terlantar. Jangan sampai pula gara-gara proses perceraian itu, harta kekayaan keluarga menjadi merugikan suami atau isteri dan anak-anak mereka (Sudarsono, 2005: 175-176).

     

    Tetapi dalam buku Pedoman tadi disebutkan permohonan sita marital tak harus selalu dalam rangka perceraian. Bisa juga dimohonkan jika suami atau isteri melakukan ‘tindakan yang mengarah pada pengalihan harta bersama’.

     

    Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan penggugat atau tergugat dapat meminta pengadilan untuk ‘menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-isteri atau barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang yang menjadi hak isteri’ (Pasal 24 ayat 2 huruf c).

     

    Permohonan sita dapat juga dilakukan di luar proses perceraian, dan itu dimungkinkan. Pasal 186 KUH Perdata menyebutkan ‘sepanjang perkawinan’ setiap isteri berhak memajukan tuntutan kepada hakim akan pemisahan harta kekayaan’ dalam hal tertentu misalnya karena suaminya sangat boros.

     

    Hal kedua yang penting untuk dijawab adalah apa saja objek yang dimohonkan sita, dalam hal ini bolehkah harta warisan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus memaknai apa saja yang masuk kualifikasi harta bersama. Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), yang masuk kualifikasi harta bersama adalah ‘harta benda diperoleh selama perkawinan’.

     

    Di sini jelas, harta warisan tidak termasuk harta bersama. Tetapi Undang-Undang tetap memungkinkan harta bersama menjadi harta bersama sepanjang disepakati dan diperjanjikan kedua belah pihak. Ini bisa dibaca dari rumusan pasal 35 ayat (2) UUP: “Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.

     

    Jadi, boleh tidaknya meminta sita marital terhadap harta warisan, sangat tergantung pada status harta waris tersebut. Jika tak masuk harta bersama, maka sulit untuk membenarkan permohonan sita marital terhadap harta warisan. Apalagi UU Perkawinan sudah tegas menyebut suami atau isteri ‘mempunyai hak sepenuhnya’ atas harta bawaan masing-masing, termasuk warisan (Pasal 36 UUP). Tetapi ada kemungkinan atau peluang meminta sita marital atas harta waris jika suami dan isteri sudah menentukan sejak awal harta bawaan mereka masuk sebagai harta bersama.

     

    Meskipun demikian, keputusan akhir boleh tidaknya mengajukan sita marital terhadap harta warisan sangat tergantung pada putusan hakim.

     

    Demikian jawaban kami, mudah-mudahan bermanfaat.

     

    Dasar Hukum

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    2.    UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    3.    PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

     

    Bacaan lanjutan

    1.    Abdul Manan. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana, 2005

    2.    Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan dalam Empat Lingkungan Peradilan, Buku II. Mahkamah Agung, 2009.

    3.    Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta, 2005. 

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!