KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Membaca Putusan Pemidanaan

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Cara Membaca Putusan Pemidanaan

Cara Membaca Putusan Pemidanaan
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Cara Membaca Putusan Pemidanaan

PERTANYAAN

Dalam hal putusan pengadilan sebagai berikut; 1. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan denda sebesar Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 5 (lima) bulan. 2. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. Putusan tersebut sudah inkracht dan terdakwa sampai saat ini masih dalam status tahanan kota. Apakah nantinya terdakwa akan dimasukkan ke dalam penjara/bui selama 10 tahun? Ataukah tetap dalam tahanan kota selamanya? Terima kasih atas pencerahannya.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya, kami akan menjelaskan poin pertama dari isi putusan tersebut, yakni:

     

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara 10 (sepuluh) tahun dan denda sebesar 500,000,000 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 5 (lima) bulan.”

    KLINIK TERKAIT

    Berapa Lama Jangka Waktu Pelaksanaan Wajib Lapor?

    Berapa Lama Jangka Waktu Pelaksanaan Wajib Lapor?
     

    Penggunaan kata penghubung “dan” di sini merupakan penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yang setara, yang termasuk tipe yang sama serta memiliki fungsi yang tidak berbeda, demikian berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman resmi Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia, sedangkan “atau” merupakan kata penghubung untuk menandai pilihan di antara beberapa hal (pilihan).

     

    Jadi, dalam penafsiran putusan pemidanaan di atas memiliki arti bahwa pidana penjara selama 10 (sepuluh) tahun dijatuhkan bersamaan dengan denda sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Artinya, pemidanaan dijatuhkan akumulatif. Kemudian, apabila terpidana tidak membayar denda tersebut, maka diganti dengan kurungan selama 5 (lima) bulan sehingga pidana yang dijalani oleh terpidana yaitu penjara selama 10 (sepuluh) tahun dan kurungan selama 5 (lima) bulan. Berbeda halnya apabila terdapat kata ‘atau’ di dalam putusan pemidanaan tersebut, yakni bersifat alternatif. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Penggunaan ‘atau’ dalam Penentuan Sanksi Pidana.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Perlu Anda ketahui bahwa pada dasarnya, surat putusan pemidanaan memuat: [Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana - “KUHAP”]

    a.    kepala putusan yang dituliskan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";

    b.    nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

    c.    dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

    d.    pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;

    e.    tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

    f.     pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

    g.    hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

    h.    pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

    i.      ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

    j.     keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

    k.    perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

    l.      hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;

     

    Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP yaitu tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

     

    Namun Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 69/PUU/2012 mengubah Pasal 197 ayat (2) KUHAP ini menjadi: Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

     

    Ini artinya, perlu dilihat lagi apakah putusan pengadilan yang telah dijatuhkan tersebut benar-benar telah memenuhi unsur-unsur di atas.

     

    Selanjutnya kami akan menjelaskan tentang poin lain dari isi putusan yang menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan sebagaimana yang disebut dalam Pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP. Penahanan itu sendiri menurut Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

     

    Penahanan kota merupakan salah satu jenis penahanan yang disebutkan dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c KUHAP. Penahanan kota dilaksanakan di kota tempat tinggal atau tempat kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan (Pasal 22 ayat (3) KUHAP).

     

    Anda mengatakan bahwa terdakwa berstatus sebagai tahanan kota sebelum putusan pemidanaan dijatuhkan. Kemudian, apakah dengan dijatuhkannya putusan pemidanaan yang menyatakan menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan berarti terdakwa tetap menjadi tahanan kota selamanya?

     

    Pertama-tama perlu Anda ketahui bahwa berdasarkan Pasal 22 ayat (4) KUHAP masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Yang mana untuk penahanan kota, pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan (Pasal 22 ayat (5) KUHAP).

     

    Ini artinya, jika hakim telah menjatuhkan pidana dalam suatu putusan, maka 1/5 (satu per lima) dari lamanya penahanan kota dikurangkan atas lamanya pidana penjara yang dijatuhkan pada terdakwa.

     

    Mengenai apakah terdakwa akan dimasukkan ke dalam penjara atau selamanya menjadi tahanan kota, perlu Anda ketahui terlebih dahulu bahwa saat perkara tersebut sudah diputuskan oleh hakim, maka status terdakwa berubah menjadi terpidana.

     

    Terpidana/narapidana pada dasarnya akan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan (“lapas”) sebagaimana secara implisit disebutkan dalam pengertian lapas pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sedangkan tersangka atau terdakwa ditempatkan dalam rumah tahanan negara (“rutan”) sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010:

     

    Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut RUTAN adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan”.

     

    Dari perbedaan tersebut sudah cukup jelas bahwa terpidana/narapidana ditempatkan di tempat yang berbeda dengan terdakwa atau tersangka.

     

    Terlebih lagi, dalam cerita Anda, atas terdakwa tersebut dilakukan penahanan kota, yang mana penahanan kota tidak menempatkan terdakwa dalam rutan, tetapi hanya terdakwa harus berada di kota tempat tinggal atau kediaman terdakwa. Hal ini jelas berbeda dengan ketentuan mengenai penempatan narapidana dalam lapas untuk dilakukan pembinaan.

     

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, tentu terdakwa yang telah berubah statusnya menjadi terpidana itu akan ditempatkan di lapas untuk menjalankan hukuman pidana yang dijatuhkan padanya.

     

    Menurut hemat kami, penetapan terdakwa tetap pada penahanan dilakukan untuk memudahkan aparat penegak hukum melakukan eksekusi putusan dengan segera. Yang mana berdasarkan Pasal 197 ayat (3) KUHAP, setelah putusan pemidanaan dijatuhkan, putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam KUHAP.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

    2.    Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;

    3.    Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010.

     
    Referensi:

    http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada 5 Mei 2014 pukul 13.16 WIB.

     

    Tags

    putusan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Surat Cerai dan Langkah Mengajukan Gugatannya

    22 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!