KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sesama Rekan Kerja Kepergok Selingkuh, Bolehkah Dipecat?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Sesama Rekan Kerja Kepergok Selingkuh, Bolehkah Dipecat?

Sesama Rekan Kerja Kepergok Selingkuh, Bolehkah Dipecat?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sesama Rekan Kerja Kepergok Selingkuh, Bolehkah Dipecat?

PERTANYAAN

Baru-baru ini, terdapat kasus viral pilot dan pramugari selingkuh lewat aplikasi discord. Menurut berita yang beredar, pilot tersebut sudah menikah. Lalu, perselingkuhan antara pilot dan pramugari tersebut diketahui dan diviralkan oleh pihak istri pilot. Atas perselingkuhan pramugari dan pilot ini, pihak maskapai tak izinkan terbang pilot dan pramugari tersebut. Lantas, secara hukum, bolehkah perusahaan memecat karyawannya yang selingkuh? Apakah pilot dan pramugari yang selingkuh dapat dijerat pidana?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, perselingkuhan yang dilakukan dengan persetubuhan dapat dikenakan pasal perzinaan (overspel) yang diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, tindak pidana perzinaan diatur dalam Pasal 411 ayat (1).

    Selain itu, menjawab pertanyaan Anda, perbuatan asusila seperti berzina, juga dapat menjadi sebab terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”). Apa dasar hukumnya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sesama Rekan Kerja Tepergok Selingkuh, Bolehkah Dipecat?, yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada 26 Juli 2021.

    KLINIK TERKAIT

    Apakah Karyawan Kontrak Resign Dapat Pesangon?

    Apakah Karyawan Kontrak <i>Resign</i> Dapat Pesangon?

     

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Jerat Hukum Perselingkuhan

    Disarikan dari artikel Kepergok Selingkuh, Bisakah Dipidana?, dalam konteks hubungan perkawinan, selingkuh identik dengan tindakan serong salah satu pasangan yang melanggar janji perkawinannya.

    Namun, karena terbatasnya informasi mengenai bagaimana perselingkuhan yang dilakukan oleh pilot dan pramugari, kami asumsikan perselingkuhan yang Anda maksud adalah suatu persetubuhan di luar perkawinan oleh seorang laki-laki atau perempuan yang kawin, sebagai pelanggaran dari janji setia perkawinan. Artinya, pihak istri dengan cara tertentu memergoki suami telah melakukan persetubuhan dengan perempuan lain.

    Terhadap tindakan perselingkuhan antara pilot dan pramugari tersebut, maka muncul pertanyaan apakah perselingkuhan bisa dipidanakan? Dalam KUHP, tidak diatur secara tegas tentang istilah perselingkuhan.

    Walau demikian, dalam KUHP yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026, perselingkuhan yang dilakukan dengan persetubuhan dapat dikenakan pasal perzinaan (overspel) sebagai berikut.

    KUHP

    UU 1/2023

    Pasal 284 ayat (1)

    1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan:
      1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,

    b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27
    BW berlaku baginya,

    2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut
    bersalah telah kawin;

    b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui
    olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

    Pasal 411 ayat (1)

    Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[2]

    Pasal 284 ayat (2)

    Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu 3 bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

    Pasal 411 ayat (2)

    Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan:

    1. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.
    2. orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

     

    R. Soesilo dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 209) menyebut gendak/overspel sebagai perbuatan zina, yakni persetubuhan yang dilakukan laki-laki/perempuan yang telah kawin dengan perempuan/laki-laki yang bukan istri/suaminya. Untuk dapat dikenakan pasal tersebut, persetubuhan harus dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.

    Selain itu, delik tersebut merupakan delik aduan absolut, sehingga tidak dapat dituntut jika tidak ada pengaduan dari suami/istri yang dirugikan. R. Soesilo juga menambahkan bahwa pengaduan ini tidak boleh dibelah. Misalnya, apabila laki-laki (A) mengadukan bahwa istrinya (B) telah berzina dengan laki-laki lain (C), maka (B) sebagai yang melakukan perzinaan dan C sebagai yang turut melakukan perzinaan, kedua-duanya harus dituntut.

    Jika dikaitkan dengan pertanyaan Anda, istri yang memergoki suaminya sedang berselingkuh itu dapat mengadukan perbuatan suami dan selingkuhannya ke pihak kepolisian atas perbuatan gendak sebagaimana diatur dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP, jika terdapat bukti-bukti yang cukup yang membuktikan bahwa keduanya telah melakukan persetubuhan.

    Baca juga: Arti “Bukti Permulaan yang Cukup” dalam Hukum Acara Pidana

    Kemudian, sebagai informasi, Pasal 27 KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek/ “BW”) yang disebut dalam Pasal 284 KUHP berbunyi sebagai berikut:

    Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.

    Selanjutnya, berdasarkan Penjelasan Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023, yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya” adalah:

    1. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
    2. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
    3. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
    4. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
    5. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.

    Lebih lanjut, perbuatan suami yang berbuat zina sehingga menyebabkan suami-istri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-istri juga merupakan salah satu alasan untuk melakukan perceraian, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan penjelasannya. Tapi, patut diperhatikan, perceraian sebaiknya ditempuh hanya sebagai upaya terakhir.

    Baca juga: Risiko Hukum Menjadi ‘Pelakor’

     

    Sesama Karyawan Selingkuh Bisa di-PHK?

    Lantas, apakah karyawan yang tepergok selingkuh dengan rekan kerjanya tersebut dapat dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”)?

    Pada dasarnya, selingkuh atau zina tidak disebutkan secara eksplisit sebagai salah satu alasan dapat terjadinya PHK yang diatur dalam Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 154A ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

    Akan tetapi, menurut hemat kami, terdapat 2 kemungkinan di mana pekerja yang selingkuh/berzina dapat di-PHK oleh perusahaan sebagai pemberi kerja, yaitu:

    1. Terdapat Larangan dalam Perjanjian Kerja, PP, dan/atau PKB

    Jika di dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan (“PP”) atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) diatur larangan karyawan untuk berselingkuh atau melakukan perbuatan yang melanggar kesusilaan dengan rekan kerjanya, maka pekerja yang bersangkutan dapat di-PHK karena melanggar perjanjian kerja, PP, atau PKB, setelah sebelumnya diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut, sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1) PP 35/2021.

     

    1. Perbuatan Asusila diatur sebagai Pelanggaran Bersifat Mendesak

    Dalam Penjelasan Pasal 52 ayat (2) PP 35/2021, dijelaskan bahwa salah satu contoh pelanggaran bersifat mendesak yang dapat diatur dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB, sehingga pengusaha dapat langsung melakukan PHK terhadap pekerja yang bersangkutan, adalah jika pekerja melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja. Sayangnya, dalam PP 35/2021 tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan lingkungan kerja.

    Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, pilot dan pramugari dapat di-PHK perusahaan apabila perselingkuhan atau perbuatan yang melanggar kesusilaan dengan rekan kerja merupakan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian kerja, PP, dan/atau PKB, atau apabila perbuatan asusila di lingkungan kerja diatur sebagai pelanggaran bersifat mendesak dalam perjanjian kerja, PP, dan/atau PKB.

    Baca juga: Hak-hak Karyawan yang Di-PHK dan yang Resign

     

    Langkah Hukum Jika Suami Selingkuh

    Sebagaimana telah kami jelaskan, pihak istri dapat mengumpulkan bukti-bukti yang cukup yang membuktikan bahwa pihak suami telah melakukan perselingkuhan dalam bentuk perzinaan dengan perempuan lain.

    Namun demikian, perlu kami sampaikan bahwa hukum pidana adalah ultimum remedium atau upaya terakhir penegakan hukum, apabila segala upaya seperti perdamaian telah ditempuh.[3] Artinya perkara diutamakan untuk diselesaikan melalui jalur kekeluargaan terlebih dahulu.

    Baca juga: Arti Ultimum Remedium sebagai Sanksi Pamungkas

    Adapun jika akan melaporkan kepada polisi, apa saja bukti perselingkuhan yang bisa digunakan? Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, setidak-tidaknya terdapat alat bukti yang sah, yaitu:

    1. keterangan saksi;
    2. keterangan ahli;
    3. surat;
    4. petunjuk;
    5. keterangan terdakwa.

    Selain alat bukti tersebut di atas, tidak menutup kemungkinan istri dapat menggunakan bukti-bukti elektronik berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana diatur di dalam Pasal 5 ayat (1) UU 1/2024. Misalnya foto, video, chat, dan lain sebagainya. Selengkapnya terkait dengan syarat alat bukti elektronik dapat Anda baca dalam Syarat dan Kekuatan Hukum Alat Bukti Elektronik.

    Lebih lanjut, Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU 1/2024 menjelaskan bahwa keberadaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap penyelenggaraan sistem elektronik dan transaksi elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui sistem elektronik.

    Lalu, perlu Anda perhatikan bahwa bukti-bukti perselingkuhan tersebut harus mengarah pada persetubuhan atau perzinaan agar memenuhi unsur Pasal 284 KUHP atau Pasal 411 UU 1/2023.

    Kemudian, jika istri hendak melaporkan tindak pidana perzinaan kepada polisi, maka istri dapat mendatangi kantor polisi terdekat dari lokasi tindak pidana. Cara melapor tindak pidana ke polisi selengkapnya dapat Anda temukan dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    8. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    9. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

    Referensi:

    1. Mas Putra Zenno Januarsyah. Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Yudisial, Vol. 10, No. 3, 2017;
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.

    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2]  Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [3] Mas Putra Zenno Januarsyah. Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi. Jurnal Yudisial, Vol. 10, No. 3, 2017, hal. 257

    Tags

    zina
    selingkuh

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!