KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ada Perjanjian Perkawinan, Bisakah Aset Istri Tersangka Korupsi Disita?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Ada Perjanjian Perkawinan, Bisakah Aset Istri Tersangka Korupsi Disita?

Ada Perjanjian Perkawinan, Bisakah Aset Istri Tersangka Korupsi Disita?
Rifdah Rudi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ada Perjanjian Perkawinan, Bisakah Aset Istri Tersangka Korupsi Disita?

PERTANYAAN

Baru-baru ini sedang viral berita penyitaan harta seorang artis yang suami terjerat kasus korupsi timah di Indonesia. Dalam proses penyidikan, Kejagung menyita aset tersangka. Pertanyaan saya, jika pasangan suami istri memiliki perjanjian perkawinan pisah harta, dan suaminya terlibat kasus korupsi, bisakah aset istrinya juga ikut disita?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud, atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

    Suatu benda atau aset, dapat disita oleh penyidik dalam proses penyidikan, sepanjang memenuhi kriteria Pasal 39 KUHAP.

    Namun, dalam hal suami istri telah memiliki perjanjian pisah harta, namun sang suami menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi, apakah aset sang istri dapat disita oleh penyidik untuk kepentingan penyidikan hingga peradilan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Penyitaan Aset Milik Tersangka Tipikor

    Penyitaan aset milik tersangka tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik bertujuan untuk pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan. Hal ini termaktub dalam pengertian penyitaan menurut Pasal 1 angka 16 KUHAP adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud, atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan

    KLINIK TERKAIT

    Jenis-jenis Korupsi dan Hukumnya di Indonesia

    Jenis-jenis Korupsi dan Hukumnya di Indonesia

    Adapun, benda yang dapat dikenai penyitaan menurut Pasal 39 ayat (1) KUHAP adalah:

    1. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
    2. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
    3. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
    4. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
    5. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.

    Benda yang berada dalam sitaan karena perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (1) di atas. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 39 ayat (2) KUHAP.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Perlu diketahui bahwa aset atau benda yang disita dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada yang paling berhak jika:[1]

    1. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
    2. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
    3. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

    Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim, benda itu dirampas untuk negara, dimusnahkan atau dirusakkan sampai tidak dapat digunakan lagi, atau jika masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.[2]

    Bisakah Menyita Aset Istri Tersangka Tipikor Jika Ada Perjanjian Perkawinan?

    Lantas, apakah aset milik istri tersangka korupsi tetap disita meski ada perjanjian perkawinan? Menurut Disriani Latifah Soroinda, S.H., M.H., M.Kn., Dosen Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, untuk dilakukan penyitaan, maka perlu secara jelas diperhatikan bagaimana bentuk dari perjanjian perkawinan mengenai apa saja yang memang menjadi milik bersama dan apa saja yang menjadi milik masing-masing.

    Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diketahui bahwa salah satu jenis perjanjian perkawinan adalah terkait dengan pemisahan harta dengan meniadakan harta bersama dan memisahkan harta secara penuh sepanjang perkawinan. Selengkapnya mengenai jenis-jenis perjanjian perkawinan dapat Anda simak dalam artikel Fungsi, Isi Materi, dan Bentuk-Bentuk Perjanjian Kawin.

    Dengan demikian, kami berpendapat bahwa penyitaan terhadap harta tersangka korupsi tetap harus melihat isi perjanjian perkawinannya. Apabila perjanjian perkawinan tersebut meniadakan harta bersama selama perkawinan atau lazim disebut dengan perjanjian pisah harta, maka penyitaan benar-benar harus memperhatikan aset mana yang hanya dimiliki oleh tersangka dan mana aset milik istrinya.

    Akan tetapi, menurut hemat kami, apabila aset sang istri memenuhi kriteria Pasal 39 ayat (1) KUHAP, misalnya tergolong sebagai benda yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan tersangka, maka Kejagung dapat menyita aset tersebut. Contohnya aset yang disita merupakan hadiah sang suami kepada istri, yang didapatkan dari hasil tindak pidana korupsi, maka aset tersebut dapat disita dalam proses penyidikan.

    Jika penyitaan aset atau barang yang disita Kejagung tersebut dianggap tidak sah, maka tersangka memiliki hak untuk mengajukan upaya praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 huruf a KUHAPjo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 (hal. 110).

    Baca juga:Seluk Beluk Praperadilan: Dari Objek Hingga Upaya Hukumnya

    Jika tersangka mengajukan praperadilan dan hakim berkeyakinan bahwa penyitaan aset tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka penyitaan dinyatakan sah. Sebaliknya, apabila penyitaan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka hakim akan menyatakan bahwa penyitaan aset tidak sah dan bertentangan dengan hukum, serta memerintahkan penyidik untuk melepaskan dan menyerahkan aset kepada pemohon.

    Salah satu contoh putusan mengenai sah tidaknya suatu penyitaan dapat Anda simak dalam Putusan PN Tarakan No. 1/Pid.Pra/2022/PN Tarakan. Namun demikian, perlu diperhatikan lebih lanjut, bahwa hakim praperadilan hanya berhak menentukan sah atau tidaknya suatu tindakan penyitaan. Sementara, pemeriksaan terkait apakah barang yang disita ada hubungannya dengan tindak pidana atau bukan merupakan wewenang dari hakim pidana pemeriksa pokok perkara (hal. 21).

    Masih berdasarkan putusan yang sama, suatu tindakan penyitaan pada dasarnya dapat dikatakan sah apabila memenuhi berbagai ketentuan sebagai berikut (hal. 22-23):

    1. Mendapatkan izin atau persetujuan Ketua Pengadilan Negeri;
    2. Tanda terima bukti penyitaan yang diberikan kepada orang dari mana barang itu disita;
    3. Berita Acara Penyitaan yang ditandatangani semua pihak yang terlibat (termasuk tanda tangan dari orang yang menyerahkan barang sitaan tersebut);

    Dengan demikian, untuk memutuskan suatu aset terkait atau tidak terkait sama sekali dengan tindak pidana yang disangkakan atau dituduhkan kepada tersangka, maka diputuskan oleh hakim pidana yang memeriksa pokok perkara.

    Disarikan dari artikel Dasar Hukum Penyitaan Aset yang Dilakukan KPK, apabila pengadilan telah memeriksa pokok perkara dan menyatakan terdakwa bersalah maka majelis hakim juga dapat menilai apakah barang-barang yang disita oleh Kejagung benar hasil dari tindak pidana korupsi yang didakwakan. Jika majelis hakim yakin dan menganggap demikian, maka barang yang disita dapat dinyatakan disita oleh negara.

    Namun, apabila majelis hakim berpendapat bahwa barang yang disita tidak ada hubungan dengan tindak pidana yang didakwakan, maka majelis hakim dapat memerintahkan untuk mengembalikan barang-barang yang disita tersebut kepada terdakwa atau pihak yang berhak.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

    Putusan:

    1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014;
    2. Putusan Pengadilan Negeri Tarakan Nomor 1/Pid.Pra/2022/PN Tarakan.

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara dengan Ibu Disriani Latifah Soroinda, S.H., M.H., M.Kn selaku Dosen Hukum Acara Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia via Whatsapp pada Jum’at, 26 April 2024, jam 11.00 WIB.

    [1] Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [2] Pasal 46 ayat (2) KUHAP

    Tags

    perjanjian perkawinan
    penyitaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!