3 Hambatan Eksekusi Putusan Perkara Perdata Keluarga
Berita

3 Hambatan Eksekusi Putusan Perkara Perdata Keluarga

Perma No. 3 Tahun 2017 bisa memberikan solusi. Penyuluhan hukum perlu terus dilakukan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, LBH Apik mencatat salah satu penyebab sengketa keluarga muncul adalah penelantaran dalam rumah tangga. Perempuan sebagai korban harus menjalankan beban ganda yakni pencari nafkah utama keluarga dan menjakankan peran sebagai istri dan ibu rumah tangga. Suami tidak menjalankan kewajibannya. Lalu, dalam perkara nafkah anak, korban menggugat suaminya untuk memberikan nafkah kepada anaknya melalui pengadilan. Namun Siti menyebut tidak semua perkara yang berlanjut ke pengadilan berjalan sesuai harapan. Sedikitnya ada 3 hambatan yang kerap dijumpai LBH Apik dalam memberikan bantuan hukum untuk kasus perdata keluarga.

 

(Baca juga: Bolehkah Tidak Menafkahi Mantan Isteri Pasca Cerai)

 

Bantuan hukum

Advokat pro bono LBH Apik, Romy Leo Rinaldo, mengatakan salah satu yang perlu dicermati dalam memberikan bantuan hukum kepada para korban adalah bagaimana berhadapan dengan aparat penegak hukum. Tidak jarang aparat penegak hukum punya perspektif berbeda dengan pendamping korban dalam melihat persoalan.

 

Romy menyambut baik diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Regulasi itu sangat membantu korban dan pendampingnya agar perkara yang berproses di pengadilan bisa berjalan baik karena dalam proses peradilan kadang ada aparat yang terkesan melecehkan korban. "Setidaknya dengan Perma No. 3 Tahun 2017 kami bisa protes atau keberatan jika hal itu terjadi," tukasnya.

 

(Baca juga: Segera Bentuk Pengadilan Keluarga)

 

Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, Sudirman, menekankan pentingnya penyuluhan kepada masyarakat agar korban mau menyampaikan apa yang dialaminya secara benar. Jika pelaku masih kategori anak, aparat kepolisian dan jaksa harus diyakinkan agar perkaranya bisa diversi. Begitu pula soal  ganti rugi bagi korban agar masuk dalam tuntutan sehingga majelis hakim bisa mempertimbangkannya. "Sangat memungkinkan bagi hakim untuk diversi jika dakwaannya di bawah 7 tahun," urainya.

Tags:

Berita Terkait