5 Organisasi Profesi Kesehatan Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan
Terbaru

5 Organisasi Profesi Kesehatan Minta Pembahasan RUU Kesehatan Dihentikan

Organisasi profesi kesehatanmenyerukan aksi damai untuk menghentikan pembahasan RUU Kesehatan. Tapi, tetap menjamin akses pelayanan kesehatan untuk masyarakat tetap terlayani dengan baik

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Penolakan terhadap RUU tentang Kesehatan tak hanya disuarakan kalangan serikat buruh, tapi juga organisasi profesi tenaga kesehatan. Setidaknya 5 organisasi profesi kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menyerukan aksi damai bersama seluruh tenaga medis di Indonesia pada Senin (8/5/2023) pekan depan. Demonstrasi itu ditujukan untuk menghentikan pembahasan RUU Kesehatan.

Ketua Umum Pengurus Besar IDI M Adib Khumaidi, mengatakan aksi damai itu sebagai bentuk keprihatinan organisasi profesi kesehatan melihat proses pembuatan regulasi yang terburu-buru. Ironisnya, tidak memperhatikan masukan dari organisasi profesi yang bekerja di lapangan.

“Kami tetap menjamin akses pelayanan kesehatan untuk masyarakat tetap terlayani dengan baik. Kami juga ingin mengingatkan pemerintah bahwa masih ada banyak permasalahan kesehatan di lapangan yang perlu diperhatikan oleh pemerintah,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (03/05/2023) kemarin.

Baca juga:

Ketimbang membuat regulasi baru seperti RUU Kesehatan, Adib mengusulkan lebih baik pemerintah memperluas akses masyarakat terhadap layanan kesehatan. Terutama masyarakat di pedalaman, dan para tenaga medis yang kesulitan menjangkau wilayah penduduk karena keterbatasan infrastruktur dan sarana. Protes dan cuti pelayanan adalah bagian dari HAM yang dinyatakan dalam Deklarasi Universal PBB tentang HAM (DUHAM).

Wakil Ketua II PB IDI Mahesa Paranadipa Maikel, menambahkan organisasi profesi kesehatan menyoroti tak sedikit tenaga medis dan kesehatan dengan status ikatan kerja tidak jelas. Sayangnya RUU Kesehatan tidak memberi solusi atas masalah kepastian kerja dan kesejahteraan tenaga medis dan kesehatan. Bahkan perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan dinilai sangat minim. Misalnya kekerasan dialami dokter internship di Lampung dan Prof Zaenal Mutaqqin yang memiliki keahlian langka yakni spesialis bedah saraf diputus kontrak kerjanya di RS Karyadi Semarang.

“Kalau terhadap seorang guru besar dan dokter spesialis konsultan dengan reputasi internasional dapat diperlakukan demikian, bagaimana dengan tenaga kesehatan yang lebih lemah posisinya. Ternyata pada RUU Kesehatan tidak melindungi tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam mendapatkan kepastian dalam menjalankan pekerjaan profesinya,” tegas Mahesa.

Sementara Ketua PPNI Harif Fadillah, menilai RUU kesehatan berpotensi memperlemah perlindungan dan kepastian hukum bagi perawat/nakes dan masyarakat. Mendegradasi profesi kesehatan dalam sistem kesehatan nasional, melemahkan peran masyarakat madani dalam iklim demokrasi di Indonesia dengan upaya memecah belah organisaai profesi yang mengawal profesionalisme anggota, dan lebih mementingkan tenaga kesehatan asing.

Tags:

Berita Terkait