Akhir 2015, Kepuasan Peserta dan Faskes BPJS Tinggi
Berita

Akhir 2015, Kepuasan Peserta dan Faskes BPJS Tinggi

Kepuasan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) lebih tinggi daripada non PBI.

ADY
Bacaan 2 Menit
Salah satu konter BPJS Kesehatan. Foto: RES
Salah satu konter BPJS Kesehatan. Foto: RES
Program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan masih diminati masyarakat. Itu terlihat dari hasil survei yang dilakukan PT SWAsembada Media Bisnis terkait kepuasan peserta terhadap program JKN tergolong tinggi yakni 78.9 persen.

Kepala peneliti PT SWAsembada Media Bisnis, Rohmat Purnadi, mengatakan survei itu dilakukan dengan metode random sampling yang wilayahnya mencakup 13 divisi reguonal di 26 kantor cabang BPJS Kesehatan. “Dilakukan melalui wawancara langsung kepada 21.922 responden, yang terdiri atas 20.163 responden peserta BPJS Kesehatan dan 1.759 responden penyedia layanan fasilitas kesehatan,” kata Rohmat dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Rabu (30/12).

Peserta yang disurvei yaitu pria dan perempuan berusia 17-60 tahun, pendidikan minimal SMP dan pernah bersinggungan dengan layanan BPJS Kesehatan dalam kurun waktu enam bulan terakhir. Responden fasilitas kesehatan (faskes) yang disurvei harus memenuhi beberapa kriteria: menjabat sebagai pimpinan faskes baik itu puskesmas, klinik dan dokter praktik perorangan, menjabat sebagai direktur utama, direktur keuangan, direktur pelayanan atau ketua tim pengendali RS. Faskes yang disurvei harus menjadi mitra BPJS Kesehatan minimal 1 tahun.

Hasil survei menunjukan indeks kepuasan peserta PBI lebih tinggi dibandingkan peserta Non-PBI, yaitu 79.7 persen dan 78.1 persen. Indeks kepuasan peserta Non-PBI yaitu Pekerja Penerima Upah (PPU) 78.2 persen, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) 78.2 persen dan Bukan Pekerja 77.8 persen.

Kepuasan peserta di titik pelayanan rata-rata 78.9 persen. Rinciannya, kepuasan terhadap pelayanan Puskesmas 78.6 persen, Dokter Praktik Perorangan 79.5 persen, Klinik 78.9 persen, Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) 79.1 persen, Kantor Cabang BPJS Kesehatan 78.5 persen dan BPJS Kesehatan Center sebesar 79.0 persen.

“Khusus di FKRTL indeks kepuasan peserta BPJS Kesehatan di RS Swasta, RS Pemerintah, dan RS TNI/Polri secara umum tidak jauh berbeda. Di RS Swasta 79.7 persen, RS Pemerintah 79.2 persen, dan RS TNI/Polri 78.5 persen. Kemudian dalam hal tipe perawatan, kepuasan peserta BPJS Kesehatan rawat jalan adalah 79.2 persen sedangkan untuk peserta BPJS Kesehatan rawat inap adalah 78.9 persen,” ujar Rohmat.

Kepuasan faskes terhadap kinerja BPJS Kesehatan menurut Rohmat juga tinggi yakni 75.9 persen. Secara umum tingkat kepuasan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) lebih tinggi daripada FKRTL. Tingkat kepuasan FKTP jenis Puskesmas 76.2 persen, dokter praktik perorangan 78.0 persen, klinik 77.5 persen. Sementara FKRTL indeks kepuasan terhadap kinerja BPJS Kesehatan sebesar 71.9%.

Dari aspek kepuasan peserta berdasarkan hasil survei itu Rohmat mengingatkan agar BPJS Kesehatan mempertahankan ketersediaan loket pelayanan, kesesuaian proses pelayanan dengan alur yang ditetapkan dan kecepatan pelayanan di loket pendaftaran. Kemudian, kesamaan perlakuan terhadap pasien BPJS Kesehatan dan pasien umum, kenyamanan ruang tunggu, serta kecukupan jumlah tenaga medis, obat, dan loket pendaftaran di FKTP.

Terkait kepuasan faskes, Rohmat mengatakan BPJS Kesehatan perlu memperhatikan kecepatan dalam merespon pengajuan faskes untuk menjadi mitra BPJS Kesehatan. Lalu, ketepatan pembayaran klaim dan kapitasi, serta pertemuan kemitraan. Hal lain yang perlu ditingkatkan BPJS Kesehatan yakni ketepatan waktu kedatangan dokter agar sesuai dengan jadwal di poliklinik, kecepatan petugas BPJS Kesehatan Center menangani masalah dan kemudahan proses rujuk balik dari rumah sakit.

Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan tingkat kepuasan peserta yang diperoleh dari hasil survei yang dilakukan PT SWAsembada (78.9 persen) itu lebih tinggi daripada survei yang pernah dilakukan DJSN (71 persen). Dari hasil survei yang dilakukan PT SWAsembada itu tercatat ada yang menyatakan tidak puas sebesar 21.1 persen. Mengingat pelayanan yang dilakukan BPJS Kesehatan menyangkut nyawa manusia, maka jumlah responden yang menyatakan tidak puas itu harus tetap menjadi perhatian serius pemerintah dan BPJS Kesehatan.

Timboel mengusulkan agar survei dilakukan dengan terlebih dulu memberi pertanyaan terkait hak-hak peserta kepada responden. Hasil survei tersebut dinilai tidak mengurai lebih dalam pengetahuan peserta terhadap hak-haknya. Kemudian tidak menjelaskan berapa kali responden bersinggungan dengan faskes yang jadi mitra BPJS Kesehatan. Menurutnya itu mempengaruhi tingkat kepuasan peserta.

Bisa jadi peserta yang disurvei tidak mengetahui hak-haknya, sehingga ketika faskes menyuruh peserta membeli obat sendiri maka pasien mengikuti. Sekalipun biaya yang dikeluarkan pasien BPJS Kesehatan itu lebih rendah daripada pasien umum namun sudah semestinya peserta mengetahui apa yang menjadi haknya. Oleh karenanya Timboel yakin jika peserta yang disurvei paham apa saja hak-haknya maka akan mempengaruhi tingkat kepuasan.

“BPJS Watch banyak melakukan advokasi terhadap pasien BPJS Kesehatan dan menemukan banyak pasien yang disuruh faskes membeli obat atau darah walaupun obat tersebut sebenarnya sudah masuk paket INA-CBGs,” kata Timboel di Jakarta, Senin (04/1).
Tags:

Berita Terkait