Alumni Lintas Perguruan Tinggi Dorong Reformasi Polri
Berita

Alumni Lintas Perguruan Tinggi Dorong Reformasi Polri

Diperlukan juga reformasi Kompolnas agar menjadi lembaga pengawas yang independen.

ANT
Bacaan 2 Menit
Chandra Motik. Foto: SGP
Chandra Motik. Foto: SGP
Alumni Lintas Perguruan Tinggi se-Indonesia mengajukan petisi terkait dengan upaya reformasi dalam institusi Polri. Petisi diajukan demi penegakan hukum yang lebih bersih dan penguatan semangat antikorupsi melalui penyelamatan KPK dari segala tindakan kriminalisasi.

"Kami mengusulkan sebuah terobosan yang harapannya dapat menjadi inisiatif Presiden untuk menghentikan perlawanan polisi, menyelamatkan KPK, serta membuka pintu bagi penerapan sistem pencegahan korupsi yang konsisten dan efektif di kepolisian tanpa membuat efek impunitas," ujar anggota Alumni Lintas Perguruan Tinggi se-Indonesia, Chandra Motik dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (13/5).

Dalam sebuah acara diskusi berjudul "Presiden Diabaikan: Saatnya Reformasi Total Kepolisian untuk Selamatkan Demokrasi" itu, Chandra menyebutkan beberapa poin yang harus dilakukan untuk reformasi Polri diantaranya reposisi kedudukan Polri yang semula berada di bawah Presiden secara langsung menjadi di bawah kementerian/lembaga atau pemerintah daerah serta pemisahan fungsi penegakan hukum dan kamtibmas.

"Untuk fungsi penegakan hukum berada di bawah kementerian/lembaga, sedangkan fungsi kamtibmas di bawah pemda," tuturnya.

Selain itu, kata Chandra, proses rekrutmen dan promosi jabatan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel dengan menekankan pada aspek integritas. Diperlukan juga reformasi Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) agar menjadi lembaga pengawas yang independen.

Ketua Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) itu juga menekankan perlunya dibentuk satuan tugas (Satgas) untuk memeriksa kebenaran dari sumber penghasilan polisi yang diduga berasal dari sumber yang tidak sah sesuai undang-undang.

"Satgas tersebut harus terdiri dari anggota PPATK, komisioner KPK, Ombudsman, masyarakat, serta akademisi," ujarnya.

Bagi anggota kepolisian yang terbukti melakukan praktik korupsi sampai dengan tahun 2010, tuturnya, direkomendasikan agar Presiden memberikan amnesti melalui Keputusan Presiden (Keppres) atas oknum polisi tersebut. Sedangkan bagi aparat penegak hukum yang masih aktif, akan diberlakukan kebijakan "illicit erichment" (perolehan kekayaan secara tidak wajar) dimana jika penegak hukum tidak bisa membuktikan bahwa hartanya berasal dari sumber yang sah, maka kekayaan tersebut akan disita negara.

"Kepada oknum yang bersangkutan kemudian dikenakan sanksi administrasi berupa pemberhentian sebagai anggota polisi, jaksa, pimpinan atau staf KPK, tetapi mereka tidak dikenakan tuntutan pidana," katanya.

Agar poin-poin dalam petisi tersebut memiliki kekuatan hukum, maka Chandra mengusulkan agar diterbitkan peraturan pemerintah (PP) terkait isi petisi itu.

Sependapat dengan Chandra, budayawan Romo Benny Susatyo menjelaskan bahwa lembaga yang paling tepat untuk membawahi Polri adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena akan mempermudah kontrol dan pengawasan.

"Kalau langsung di bawah Presiden seperti saat ini itu sulit. Presiden tidak mampu mengawasi karena ia pun sibuk dengan banyak hal lain, selain itu waktunya juga terbatas sehingga tidak ada pengawasan yang efektif (terhadap kinerja Polri)," katanya.

Terkait dengan potensi adanya intervensi politik dalam tubuh Polri karena menteri bisa berasal dari partai politik tertentu, ia menegaskan bahwa perlu dibuat batasan dan rumusan aturan main agar birokrasi dan kinerja Polri tidak berkaitan dengan kepentingan politik.

"Ketakutan dan kekhawatiran harus diatasi dengan peraturan yang jelas, tegas, dan transparan. Kalau hidup berpolitik orang-orang yang menempati posisi penting dan berkuasa ya pasti dari partai politik. Itu tidak bisa dihindari," tutur pria yang berprofesi sebagai pastur itu.

Dalam proses reformasi Polri, menurut Romo Benny, perlu pengawasan dari pihak luar selain publik.

"Ada satu ide dari Koordinator KontraS, Haris Azhar, untuk memberikan kewenangan pengawasan itu kepada TNI karena TNI lebih dulu melakukan pembenahan internal dalam institusinya dan itu terbukti sukses," tuturnya.

Menurut dia, reformasi Polri akan berhasil jika ada niat dari kepolisian, didukung dengan tekanan dari publik dan kesadaran bahwa isu ini menjadi kepentingan bersama.

"Dibutuhkan juga sebuah kepemimpinan yang jelas karena pelemahan KPK secara sistematis ini menunjukkan kegamangan pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi. Di satu sisi ia mau memakai KPK sebagai alat justifikasi tapi di sisi lain dia tidak berani melindungi KPK karena ada kepentingan-kepentingan lebih besar di balik itu," katanya.
Tags:

Berita Terkait