Anas Didakwa Korupsi Karena Mau Nyapres Pakai APBN
Utama

Anas Didakwa Korupsi Karena Mau Nyapres Pakai APBN

Anas menilai dakwaan KPK imajiner dan spekulatif.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (mengenakan rompi tahanan KPK). Foto: RES.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum (mengenakan rompi tahanan KPK). Foto: RES.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum didakwa menerima hadiah atau janji dari pengurusan sejumlah proyek di Kementerian dan BUMN. Penuntut umum KPK, Yudi Kristiana menyebut, Anas menerima mobil Toyota Harrier, Vellfire, survei gratis, serta Rp116,525 miliar, dan AS$5,261 juta dari proyek-proyek yang dibiayai APBN.

Anas didakwa melanggar Pasal 12, subsidair Pasal 11 jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Kemudian, Anas juga didakwa melanggar Pasal 3 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 3 ayat (1) UU No.15 Tahun 2002 tentang TPPU sebagaimana diubah dengan UU No.25 Tahun 2003. 

Yudi menjelaskan, peristiwa pidana ini bermula sekitar tahun 2005. Anas ke luar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan berkeinginan untuk tampil menjadi Presiden Republik Indonesia. Untuk itu, Anas memerlukan kendaraan politik dan biaya yang sangat besar. Demi mewujudkan keingannya, Anas menggunakan Partai Demokrat.

Sebagai tahap awal, Anas duduk sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Bidang Politik sebelum menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. “Dengan kedudukannya itu, Anas mempunyai pengaruh besar untuk mengatur-ngatur proyek pemerintah yang bersumber dari APBN,” kata Yudi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (30/5).

Ia melanjutkan, pengaruh Anas semakin besar setelah Anas terpilih sebagai anggota DPR periode 2009-2014 dan ditunjuk sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR. Untuk menghimpun dana guna menyiapkan logistik, Anas dan M Nazaruddin bergabung dalam Anugerah Group yang selanjutnya berubah menjadi Permai Group.

Permai Group mempunyai sejumlah perusahaan, seperti PT Anak Negeri, PT Anugerah Nusantara, dan PT Panahatan. Anas masuk ke PT Panahatan sebagai Komisaris. Sementara istri Anas, Athiyah Laila dan Machfud Suroso bergabung di PT Dutasari Citra Laras (DCL), dimana Athiyah duduk sebagai Komisaris dan pemegang saham.

Menurut Yudi, Anas juga membentuk kantong-kantong dana dari proyek pemerintah dan BUMN yang dikelola Yulianis, Mindo Rosalina Manulang, Munadi Herlambang, dan Machfud Suroso. Rosa ditugaskan mengelola proyek Kemendiknas dan Kemenpora, sedangkan Munadi mengelola proyek pemerintah bidang konstruksi dan BUMN.

“Selanjutnya, proyek-proyek di universitas, gedung pajak, dan Hambalang dikelola Machfud Suroso. Dari proyek-proyek itu, Anas mendapatkan fee antara tujuh persen sampai 22 persen yang disimpan dalam brankas Permai Group. Namun, setelah mencalonkan diri jadi anggota DPR, Anas ke luar dari Permai Group,” ujarnya.

Terkait dengan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Anas berkoordinasi dengan Nazaruddin dan anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Setelah Andi Alifian Mallarangeng dilantik sebagai Menpora, Andi didatangi sejumlah anggota anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat.

Andi meminta Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram menjalin komunikasi yang intens dengan Komisi X. Wafid bahkan sempat meminta Nazaruddin membantu pengurusan sertifikat tanah Hambalang. Sebagai kompensasi, Nazaruddin menginginkan pekerjaan proyek P3SON Hambalang melalui PT Duta Graha Indah (DGI).

Dalam perjalanan, Anas meminta Nazaruddin mundur dari proyek Hambalang. Akhirnya proyek P3SON Hambalang dimenangkan konsorsium PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya (KSO Adhi-Wika). Namun, Nazaruddin melalui Rosa meminta Wafid mengembalikan uang Rp10 miliar yang telah dikeluarkan Permai Group.

Yudi mengungkapkan, Anas menerima Rp2,01 miliar dari PT Adhi Karya untuk membantu pencalonan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010. “Uang itu diserahkan Teuku Bagus Mokhamad Noor melalui Munadi Herlambang, Indrajaja Manopol, dan Ketut Darmawan,” tuturnya.

Uang yang diterima Munadi, antara lain dipergunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres berlangsung. Munadi membayarkan Rp1,007 miliar untuk penggunaan kamar-kamar dan fasilitasnya, sedangkan Rp1,264 miliar dibayarkan ke rekening PT Bandung Excellent Tours & Travel.

Kemudian, Anas juga menerima Rp84,515 miliar dan AS$36,07 ribu dari Nazaruddin untuk keperluan persiapan pencalonan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Uang itu dipergunakan untuk biaya Posko Tim Relawan Pemenangan Anas, serta pertemuan dengan 513 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD).

Ada pula yang digunakan untuk biaya pertemuan tandingan saat Andi Alifian Mallarangeng mendeklarasikan sebagai calon Ketua Umum dengan mengumpulkan sekitar 446 DPC tanggal 28 Maret 2010. Selanjutnya, uang dipergunakan untuk biaya Anas bersama tim suksesnya ketika melakukan roadshow ke beberapa wilayah.

Yudi mengatakan, uang itu juga digunakan untuk membeli 400 unit HP Blackberry yang sudah diprogram, diisi nomor, pulsa, dan nama-nama Ketua DPC pendukung Anas. “Lalu, Rp13 miliar digunakan untuk iklan layanan masyarakat dan politik, serta Rp8,5 miliar untuk komunikasi media, yaitu Jawa Pos Group dan Rakyat Merdeka,” terangnya.

Bagi-bagi uang
Selain itu, Anas menerima pemberian Rp30 miliar dan AS$5,225 juta dari Nazaruddin yang dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat. Yudi melanjutkan, uang yang bersumber dari fee-fee proyek pemerintah tersebut, dimasukan ke dalam kardus “Gudang Garam” dan dibawa dengan mobil box sewaan.

Guna pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, dilakukan penggalangan dengan memberikan sejumlah uang kepada DPC-DPC, baik saat pemilihan putaran pertama dan kedua. Uang dibagikan oleh Eva Ompita Soraya dibantu Nuril Anwar dengan sepengetahuan Nazaruddin atas perintah Anas.
Nama/JabatanUang Diterima
H A Dani Sriyanto (Sekretaris DPD Jawa Tengah) AS$2000
Ismiyati (Ketua DPC Boalemo) Rp15 juta dan AS$2000
H Suriyono (Ketua DPC Tabalong) Beberapa lembar AS$100 yang ditukarkan menjadi Rp18 juta
Marthen Manuel Manopo (Ketua DPC Tomohon) Rp20 juta dan AS$5000
Hj Wahidah (Ketua DPC Barito Utara) AS$2000
Ruddy Kululu (Ketua DPC Minahasa Utara) AS$2000
Diana Meity Maringka (Ketua DPC Minahasa Tenggara) Rp15 juta, Rp15 juta, AS$2000, dan AS$5000
Alex Riung (Anggota DPRD Kep. Talaud) Rp50 juta dan AS$2000
Mochamad Rochim (Ketua DPC Batang) Rp5 juta dan Rp5 juta
Sujadi (Anggota DPRD Boyolali) Rp5 juta dan Rp5 juta
Bintoro (Anggota DPRD Pekalongan) Rp5 juta dan Rp10 juta
Arkani (Ketua DPC Tanah Laut) Rp3 juta dan beberapa lembar pecahan AS$100 yang ditukarkan menjadi Rp20 juta
Friethzard Budhyanta Manoi (Ketua DPC Sitaro) AS$10 ribu
Sumber : Surat Dakwaan KPK

Menurut Yudi, masih ada penerimaan-penerimaan lain, seperti mobil Toyota Harrier seharga Rp670 juta, Toyota Vellfire senilai Rp735 juta, dan fasilitas survei dari PT Lingkaran Survei Indonesia senilai Rp478,632 juta. Uang pembelian mobil Harrier bersumber dari tanda jadi proyek Hambalang. Sedangkan fasilitas mobil Vellfire dari PT Atrindo Internasional.

Menanggapi dakwaan, Anas mengaku sudah mengerti apa yang diuraikan penuntut umum. Namun, Anas tidak mengerti substansi yang didakwakan. Anas dan pengacaranya, Adnan Buyung Nasution meminta majelis hakim yang dipimpin Haswandi memberikan waktu satu minggu untuk merumuskan nota keberatan (eksepsi).

Imajiner dan Spekulatif
Usai sidang, Anas menganggap dakwaan imajiner dan spekulatif. Hal ini terlihat dari konstruksi uraian dakwaan yang menyebut Anas ingin menjadi calon presiden sejak tahun 2005. “Itu bukan kenyataan tapi pernyataan spekulatif. Coba bayangkan, tahun 2005 saya sudah mau jadi capres, itu logis atau tidak?” katanya.

Anas menginginkan dalam penyusunan surat tuntutan nantinya, penuntut umum akan betul-betul mempertimbangkan keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta yang nanti terungkap di persidangan. Ia masih berharap, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dapat hadir sebagai saksi meringankan.

Namun, sebetulnya, menurut Anas, permintaan kesaksian dari SBY dan Ibas sudah dimohonkan Anas sejak proses penyidikan. Pasalnya, SBY disebut memberikan uang muka pembelian mobil Harrier. “Kalau yang dalam dakwaan ini kan versi JPU, nanti Harrier versi saya akan saya jelaskan dengan bukti-bukti yang valid,” ujarnya.

Terkait mobil Vellfire, Anas mengaku hanya pinjaman. Kemudian, mengenai Anas yang disebut bagian dari Permai Group, Anas menganggap penuntut umum tidak konsisten. “Kalau saya bagian dari Group Permai, kok saya dibilang terima duit dari Nazaruddin. Harusnya kalau saya di situ, duitnya saya sendiri dong,” tandasnya.
Tags: