Aparat Pemerintah Harus Berhati-Hati Bertindak
Utama

Aparat Pemerintah Harus Berhati-Hati Bertindak

Dua putusan PTUN Jakarta menunjukkan perkembangan pemahaman terhadap tindakan faktual pemerintahan.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 3 Menit
Webinar Hukum Administrasi Negara dalam Perlindungan HAM, Jum’at (18/12). Foto: MYS
Webinar Hukum Administrasi Negara dalam Perlindungan HAM, Jum’at (18/12). Foto: MYS

Hukum administrasi negara telah berkembang baik dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam praktik. Perkembangan itu antara lain dapat dilihat pada keputusan pejabat pemerintah yang dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah memperluas makna Keputusan Tata Usaha Negara. Dalam praktik, dua putusan terbaru yakni kasus take down internet di Papua dan perkara ucapan Jaksa Agung mengenai penanganan kasus Semanggi I dan Semanggi II, memperlihatkan perluasan yang lebih nyata.

Dua kasus tersebut memperlihatkan tindakan faktual pejabat negara menjadi objek yang dapat diuji oleh hakim PTUN. Tindakan faktual yang tidak didasarkan pada suatu keputusan yang bersifat konkrit, individual dan final dapat digugat ke PTUN. Itu sebabnya, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Harsanto Nursadi, menyarankan agar para pejabat berhati-hati dalam mengambil tindakan.

“Aparat pemerintah harus berhati-hati dalam tindakan,” ujarnya dalam webinar Hukum Administrasi Negara dalam Perlindungan HAM, Jum’at (18/12). “Tidak menggubris sekalipun dapat digugat,” sambungnya dalam acara hasil kerjasama Bidang Studi HAN Fakultas Hukum UI dan Raoul Wallenberg Institute itu.

Sebagai subjek hukum, pemerintah atau administrasi negara melakukan beragam tindakan, yang umumnya dibedakan atas tindakan nyata (feitelijke handelingen) dan tindakan hukum (rechtshandelingen). Pasal 1 angka 8 UU No. 30 Tahun 2014 menegaskan tindakan administrasi pemerintahan adalah perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkrit dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. (Baca: Risalah Lelang Kerap Disengketakan Secara Administrasi, Hakim Agung Ingatkan Norma Objek PTUN)

Pejabat pemerintahan tidak dapat melakukan tindakan sewenang-wenang. Dalam perspektif Hukum Administrasi Negara, instrumen pembatasan tindakan pemerintah adalah doelmatigheid, rechtmatigheid, wetmatigheid, diskresi, dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB).

Doelmatigheid pada prinsipnya bertujuan untuk pemberian wewenang; rechtmatigheid bermakna keputusan pemerintah tidak boleh melanggar hukum; dan wetmatigheid bermakna keputusan diambil berdasarkan suatu undang-undang. Adapun diskresi mengandung makna pejabat tidak boleh mengambil keputusan dengan alasan tidak ada peraturannya. Pejabat negara diberi kebebasan untuk mengambil keputusan sepanjang tidak melanggar asas yuridiktas dan legalitas. AAUPB berkaitan dengan asas prosedur dalam pengambilan keputusan, dan kebenaran fakta yang dijadikan dasar pengambilan keputusan.

Guna mengatasi kesimpangsiuran informasi di Papua dan Papua Barat, pemerintah melakukan pelambatan akses (throttling)pada 29 Agustus 2019, pemblokiran layanan data di beberapa wilayah pada 4 September, dan perpanjangan pemblokiran layanan data di beberapa daerah pada 9 September 2019. Kebijakan itu diumumkan secara resmi melalui pernyataan pers Kementerian Komunikasi dan Informatika. Untuk menindaklanjuti kebijakan itu, pemerintah memerintahkan operator telekomunikasi. Sebagai tindak lanjutnya, masyarakat setempat tidak bisa mengakses internet selama beberapa waktu.

Tags:

Berita Terkait