Artidjo Alkostar: Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor Diperketat
Berita

Artidjo Alkostar: Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor Diperketat

Karena ada fenomena beberapa hakim ad hoc tipikor justru terlibat kasus korupsi. Meski butuh, tetapi Pansel tidak memaksakan penuhi kuota jumlah kebutuhan karena mengedepankan aspek integritas dan kualitas.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Ketua Panitia Seleksi (Pansel) Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tahun 2018, Artidjo Alkostar bakal memperketat proses seleksi. Pasalnya, dalam beberapa kasus ada Hakim Ad Hoc Tipikor hasil seleksi sebelumnya terjerat kasus korupsi. Belum lagi, biaya proses seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor sangat besar, sehingga diharapkan bisa menjaring calon yang berkualitas dan berintegritas.     

 

“Kita berharap hasil seleksi calon hakim ad hoc tipikor kali ini tidak korupsi. Karenanya, proses seleksi kali ini lebih diperketat dan berbeda dari tahun sebelumnya,” kata Artidjo di sela-sela acara seminar Pelaksanaan Perma No. 3 Tahun 2017 di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (8/3/2018).

 

Dia menerangkan belajar dari pengalaman dari hasil seleksi hakim ad hoc tipikor sebelumnya, terdapat hakim ad hoc tipikor yang terlibat kasus korupsi. Padahal, mereka bertugas mengadili perkara korupsi. Ia menyebut Hakim Ad Hoc Tipikor di Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang ditangkap KPK beberapa tahun lalu. “Dan banyak lagi hakim ad hoc tipikor lain yang terjerat kasus korupsi. Itu kan ironis, kita tidak ingin lagi seperti itu,” harap Artidjo.

 

Berdasarkan catatan Hukumonline, pada Juli 2013, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Semarang, Asmadinata pernah diberhentikan lewat sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) lantaran terbukti menemui makelar kasus yang meminta agar dia membebaskan terdakwa korupsi yang ditanganinya.

 

Singkat cerita, Asmadinata divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang. Pengadilan Tinggi Semarang pun memperberat hukumannya menjadi 6 tahun penjara. Dia dinilai terbukti menerima suap terkait penanganan kasus korupsi mantan Ketua DPRD Grobogan M. Yaeni. Baca Juga: Hukuman Mantan Hakim Asmadinata Ditambah Setahun

 

Kasus ini juga menyeret hakim ad hoc tipikor lain yang menjadi inisiator penyuapan yang pernah meminta Asmadinata membebaskan M. Yaeni. Mereka adalah hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang Kartini Marpaung dan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Pontianak Heru Kisbandono. 

 

Pada Maret 2014, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Bandung Ramlan Comel juga diberhentikan melalui MKH karena terindikasi menerima dana terkait penanganan kasus korupsi dana Bansos Pemkot Bandung 2009-2010. Alhasil, Ramlan pun divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Bandung pada 9 Desember 2014 karena terbukti turut menerima dana suap terkait penanganan kasus itu.

 

Terakhir, MKH memberhentikan Hakim Ad Hoc Tipikor Medan, Kemas Ahmad Jauhari secara tidak hormat alias dipecat lantaran mencoba menyuap hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Medan sebesar Rp500 juta. Kemas dianggap terbukti melanggar SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan Peraturan Bersama MA dan KY tentang KEPPH. Baca Juga: Terlibat Suap Hakim Ad Hoc Tipikor Medan Dipecat

 

Kasus ini bermula ketika Pengadilan Tipikor Medan mengadili perkara Faisal dalam kasus korupsi di tahun 2012. Faisal pun divonis oleh majelis hakim dengan 1,5 tahun penjara pada Agustus 2013. Vonis ini diwarnai pendapat berbeda (dissenting opinion) dua anggota majelis hakim, Kemas Jauhari dan Sugiyanto. Keduanya menilai tindakan Faisal tidak melawan hukum. Kasus ini berlanjut ke tingkat banding di Pengadilan Tinggi Medan (PT Medan), Kemas mencoba melobi-lobi majelis hakim tinggi dengan iming-iming uang suap Rp500 juta. Akan tetapi, para hakim tinggi yang akan menyidangkan kasus tidak menggubris tawaran Kemas.

 

Dari beberapa kasus itu, Artidjo akan berupaya menjaring Hakim Ad Hoc Tipikor yang berkompeten, professional dan memiliki integritas moral yang tinggi. Karenanya, seleksi ini bekerja sama dengan beberapa instansi terkait. Salah satunya, Lembaga Psikologi dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Universitas Indonesia.

 

“Proses tes tertulis tahun ini tidak diperbolehkan membuka buku baik itu menjawab soal ataupun membuat putusan. Ini agar dapat diketahui (mengukur) kualifikasi dan kualitas yang dimiliki para calon hakim ad hoc Tipikor,” kata dia. (Baca Juga: Dibuka Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor, Berminat?)

 

Dia mengaku selama ini pihaknya tidak akan memaksakan kuota jumlah hakim ad hoc tipikor yang dibutuhkan. Bahkan, pernah dalam seleksi hakim ad hoc beberapa tahun lalu tidak ada yang lulus sama sekali. “Pernah hanya memperoleh satu calon saja. Memang beberapa pengadilan saat ini sangat butuh hakim ad hoc tipikor, tapi karena kita ingin hakim berkualitas dan berintegritas, jadi harus memenuhi semua syarat yang dibutuhkan,” tegasnya.

 

Seperti diketahui, sesuai Surat Pengumuman Penerimaan Calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Tingkat Pertama dan Tingkat Banding Tahap X Tahun 2018 No. 07/Pansel/Ad Hoc TPK/III/2018 memuat beberapa persyaratan. Untuk itu, Pansel Calon Hakim Ad Hoc Tipikor yang diketuai Hakim Agung Artidjo Alkostar tengah membutuhkan sekitar 50-an hakim ad hoc tipikor di seluruh Indonesia dan menggandeng beberapa lembaga untuk mendapatkan hakim ad hoc tipikor yang berkualitas. Proses pendaftaran seleksi dimulai sejak 5 Maret hingga 5 April 2018. 

Tags:

Berita Terkait