Aseng Tersangka, KPK Geledah Rumah Politikus PKS
Berita

Aseng Tersangka, KPK Geledah Rumah Politikus PKS

KPK geledah dua rumah Yudi Widiana.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Korupsi. Ilustrasi BAS
Ilustrasi Korupsi. Ilustrasi BAS
KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan suap pengurusan anggaran proyek pada Direktorat Jenderal Bina Marga di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran (TA) 2015-2016. Tersangka baru dimaksud adalah Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng (SKS) alias Aseng.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, SKS diduga memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud mendapatkan persetujuan anggaran proyek Direktorat Jendral Bina Marga di Kementrian PUPR TA 2015-2016. "SKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, atau Pasal 13 UU Tipikor," katanya, Rabu (7/12).

Lebih lanjut, Febri menyatakan, terkait penyidikan kasus Aseng, KPK telah melakukan penggeledahan di tiga lokasi, yaitu dua rumah Wakil Ketua Komisi V dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana yang berlokasi di Jakarta dan Cimahi, Jawa Barat, serta rumah salah seorang saksi di Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

"Tentu, penggeledahan dilakukan di tempat-tempat yang menurut dugaan penyidik itu ada bukti-bukti, dokumen-dokumen, ada informasi-informasi atau ada hal-hal lain yang akan memperkuat dugaan penanganan terhadap tersangka. Hasil (penggeledahan) kami baru dapat informasi ada dokumen dokumen yang turut disita," ujarnya.

Penetapan tersangka Aseng merupakan pengembangan dari kasus operasi tangkap tangan (OTT) anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti. Politikus PDIP ini bersama dua rekannya, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini, serta Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir telah divonis bersalah berdasarkan putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht). (Baca Juga: KPK Putuskan untuk Menerima Vonis Damayanti)

Damayanti divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan. Sementara, Dessy dan Julia masing-masing divonis dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp200 juta subsidair dua bulan kurungan. Abdul Khoir hanya divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair lima bulan kurungan.

Selain itu, masih ada tiga lainnya, yaitu perkara anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto yang tengah berproses di Pengadilan Tipikor Jakarta, serta anggota Komisi V dari Fraksi PAN Andi Taufan Tiro dan Kepala Badan Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku Amran Hi Mustary yang perkaranya masih di tahap penyidikan.

Walau begitu, Febri mengatakan, masih terbuka peluang untuk pengembangan kasus ini. Semua informasi yang didapat dari pemeriksaan dan nama-nama lain yang muncul dalam fakta-fakta persidangan akan dilihat satu persatu. "Sesignifikan apa, sehingga peran mereka bisa dikatakan melanggar pasal UU Tipikor," terangnya.

Dalam putusannya, Abdul Khoir bersama-sama Aseng, dan Hong Arta John Alfred selaku Direktur PT Sharleen Jaya (Jeco Group) disebut mengumpulkan uang Rp21,28 miliar, Sing$1,674 juta dan AS$72.727 untuk diberikan kepada sejumlah anggota Komisi V DPR dan pejabat Kementerian PUPR. Pemberian uang bertujuan agar proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara dapat terealisasi. (Baca Juga: Demi Proyek, Pengusaha Gelontorkan Puluhan Miliar ke Legislator)

Uang sejumlah Rp38,51 miliar itu diberikan kepada Amran Hi Mustary, Andi Taufan Tiro, Musa Zainuddin, Damayanti Wisnu Putranti, dan Budi Supriyanto agar mereka menyepakati Abdul Khoir sebagai pelaksana beberapa proyek pembangunan di Maluku dan Maluku Utara. Dimana, proyek-proyek dimaksud akan dimasukan dalam program aspirasi para anggota Komisi V DPR tersebut.

Peristiwa ini bermula pada 28 Oktober 2015. Pimpinan Komisi V DPR dan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR menyetujui aspirasi anggota Komisi V DPR untuk proyek di Maluku dan Maluku Utara.  Pertama, proyek Pelebaran jalan Tehoru-Laimmu senilai Rp41 miliar sebagai program aspirasi Damayanti. Kedua, proyek rekonstruksi Jalan Werinamu-Laimu senilai Rp5 miliar sebagai program aspirasi Budi Supriyanto.

Ketiga, proyek pembangunan jalan kontainer ruas Jailolo-Mutui Maluku senilai Rp30 miliar, jalan Boso-Kau senilai Rp40 miliar, pembangunan jalan Wayabula-Sofi senilai Rp30 miliar, peningkatan jalan Wayabula-Sofi Rp70 miliar dan jalan Mafa-Matuting senilai Rp10 miliar yang seluruhnya program aspirasi Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PAN Andi Taufan Tiro yang berasal dari dapil Sulawesi Selatan. (Baca Juga: Dijemput Paksa Hingga Ditahan, Budi Supriyanto Dianggap KPK Tak Kooperatif)

Keempat, proyek jalan Laimu-Werinama senilai Rp50 miliar, jalan Haya-Tehoru senilai Rp50 miliar, jalan Aruidas-Arma senilai Rp50 miliar, jalan Tehoru-Laimu senilai RP50 miliar, jalan Piru-Waisala senilai Rp50,44 miliar, jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,32 miliar yang semuanya program aspirasi Kapokosi PKB Musa Zainuddin dari dapil Lampung.

Dari rencana proyek-proyek itu, Abdul Khoir dan rekan-rekannya memberikan suap kepada Amran sebesar Rp13,78 miliar dan Sing$202.816, Andi Taufan Tiro sebesar Rp7,4 miliar, Musa Zainuddin sebesar Rp3,8 miliar dan Sing$328.377, Damayanti sebesar Rp3,28 miliar dan AS$72.727 serta Budi Supriyanto sebesar Sing$305 ribu.

Namun, dalam sidang belum terungkap secara jelas bagaimana sebenarnya peran Yudi Widiana. Yang pasti, pasca OTT Damayanti, KPK sempat menggeledah ruang kerja Yudi di DPR. Yudi juga pernah diperiksa sebagai saksi di KPK. Usai diperiksa, kala itu, Yudi membantah pernah menerima uang.
Tags: