Simbol kebhinekaan
Anggota Baleg Saiful Bahri Ruray menegaskan banyaknya masyarakat hukum adat di Indonesia menjadi simbol kebhinekaan negara. Karena itu, mesti ada payung hukum yang mengaturnya sebagai unifikasi hukum agar tidak bertabrakan dengan prinsip-prinsip hukum positif. Sebab, RUU tentang Masyarakat Hukum Adat ini sudah tiga periode anggota DPR tak rampung. “Sekarang baru naik ke Baleg, (padahal) sudah tiga kali Pemilu,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR itu menilai selama ini kekisruhan masyarakat adat terkait konflik sengketa lahan akibat adanya perizinan investasi (swasta) yang disetujui negara justru “menabrak” wilayah-wilayah yang menjadi hak milik masyarakat adat. Karena itu, mekanisme tersebut mesti diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi benturan lagi.
“Kita mau pro investasi atau mau melindungi komunitas (masyarakat) adat. Atau melindungi keduanya atau membuat harmonisasi? Perdebatan ini untuk mengharmonisasi kepentingan umum yang dibela oleh negara dan hak masyarakat adat yang termarjinalkan,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar yang juga anggota Panja RKUHP itu mengungkapkan praktiknya di lapangan masyarakat adat sering terpinggirkan. “Payung hukum UU Masyarakat Hukum Adat harus ada supaya tidak ada benturan lagi. Mereka adalah realitas kebhinekaan Indonesia yang harus dipelihara dan dilindungi oleh negara ini,” katanya.