Bangun Infrastruktur, Skema PPP Perlu Diperkuat
Berita

Bangun Infrastruktur, Skema PPP Perlu Diperkuat

Perbedaan kepentingan antara swasta dan pemerintah dapat memicu problem besar.

FNH
Bacaan 2 Menit
Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto (tengah). Foto: SGP
Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto (tengah). Foto: SGP
Skema kemitraan publik-swasta atau lebih dikenal dengan public-private partnership (PPP) merupakan model hukum yang digunakan dalam membangun proyek infrastruktur di Indonesia. Skema ini terus didorong oleh pemerintah. Meski sudah cukup lama dijalankan, ternyata masih ada celah yang perlu diperbaiki.

Sebagai organisasi kompleks yang diembani amanah untuk memenuhi kepentingan rakyat, agenda penyelesaian tugas dan fungsi pemerintah dituntut untuk sesuai dengan kenyataan lapangan. Dalam pengelolaannya kerjasama itu dibutuhkan banyak sumberdaya karena skala dan kompleksitas program-program pemerintah jauh lebih besar ketimbang sektor swasta.

Kesenjangan kepentingan menjadi salah satu problem penerapan skema hukum PPP. Pada saat bersamaan, sektor publik dan swasta dituntut untuk mampu bahu-membahu mengatasi tantangan yang muncul akibat adanya perbedaan kepentingan. Sektor publik berusaha meminimalisasi keseluruhan biaya dan memastikan pelayanannya bermutu tinggi, sementara sektor swasta berupaya untuk memaksimalkan keuntungan.

Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)  Kuntoro Mangkusubroto menegaskan, jika PPP tak dikelola dengan baik, perbedaan kepentingan ini dapat memicu problem besar. Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Amerika Latin. Menggunakan skema hukum seperti PPP, biaya publik yang dialokasikan justru semakin membengkak karena banyak proyek berskema PPP yang harus direnegosiasi. Di Inggris, prakarsa PPP bahkan menuai kritik pedas karena gagal mewujudkan nilai yang sebanding dengan uangnegara yang dikucurkan. “Skema ini (PPP) harus dikelola dengan baik dan diperkuat,” katanya di Jakarta, Selasa (7/10).

Kuntoro melanjutkan, problem utama yang selama ini menjadi kendala dalam skema PPP adalah kolaborasi antar-lembaga dalam PPP kurang kuat. Isu ini menjadi isu utama yang harus diperbaiki melalui peningkatan kerja sama antar instansi pemerintah, baik antara pusat-daerah maupun antar-Pemda. “Pemerintah perlu merubah paradigma dan mulai menyadari kerja sama ini sebagai skema yang patut dikembangkan, dipasarkan, dan “dijual” kepada calon mitra di sektor swasta,” jelasnya.

Deputi Bidang Infrastruktur Kementerian Koordinator dan Perekonomian (Menko) Luky Eko Wuryanto mengaku masih banyak kesenjangan antara harapan publik dan yang telah diupayakan oleh pemerintah. Untuk menutupnya, PPP diharapkan dapat memainkan peran terutama dalam akses sumber pembiayaan dan keahlian pada prasarana berskala besar.

“Antara harapan publik (terhadap pembangunan prasarana) dengan apa yang telah diupayakan pemerintah selama ini masih banyak kesenjangan,” aku Luky.

Ia menjelaskan, dalam skema PPP, sektor swasta mendapatkan peran membangun, mengendalikan, dan mengoperasikan proyek-proyek prasarana dibawah pengawasan dan regulasi pemerintah. Melalui pengelolaan yang efektir, lanjutnya, alih-alih meyediakan sumber-sumber baru yang amat dibutuhkan, PPP juga menciptakan disiplin kuat dalam memilih dan menyiapkan proyek, konstruktsi dan operasi.
Tags:

Berita Terkait