Bantah Ikut Terima Suap, M Taufik Sebut Tambahan Kontribusi Tak Berdasar Hukum
Berita

Bantah Ikut Terima Suap, M Taufik Sebut Tambahan Kontribusi Tak Berdasar Hukum

Taufik sebut tambahan kontribusi tak ada di Perda lama.

NOV
Bacaan 2 Menit
Bantah Ikut Terima Suap, M Taufik Sebut Tambahan Kontribusi Tak Berdasar Hukum
Hukumonline
Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta M Taufik membantah ikut menerima uang dari pengembang terkait pembahasan Raperda. Ia mengaku tidak pernah ada uang yang dititipkan pengembang kepada adiknya, M Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta. "Nggak mungkin lah," katanya usai diperiksa di KPK, Senin (11/4).

Taufik bersama Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ferrial Sofyan, Wakil Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta Merry Hotma, anggota Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta M Sangaji, anggota DPRD DKI Jakarta S Nurdin, dan Kasubbag Rancangan Perda DPRD DKI Jakarta Dameria Hutagalung diperiksa KPK sebagai saksi.

Mereka diperiksa dalam kasus dugaan suap pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta di DPRD DKI Jakarta yang melibatkan Sanusi dan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja.

Taufik menjelaskan, dirinya ditanyakan penyidik seputar mekanisme pembahasan Raperda. Mengenai poin "tambahan kontribusi" yang diusulkan DPRD DKI Jakarta dalam Raperda untuk diturunkan dari 15 persen menjadi lima persen, ia menampik jika penurunan itu merupakan deal dengan pihak pengembang yang mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi.

Menurutnya, "tambahan kontribusi" yang diusulkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam Raperda tidak memiliki dasar hukum. Pasalnya, dalam Peraturan Gubernur (Pergub) sebelumnya hanya diatur mengenai "kontribusi". Sementara, "tambahan kontribusi" ini baru muncul dalam Raperda yang kini tengah dibahas di DPRD DKI Jakarta.

"Jadi, (di Raperda) ada tiga. Kewajiban, kontribusi, dan tambahan kontribusi. Nah, cuma dua yang ada dasar hukumnya (kewajiban dan kontribusi). Kalau tambahan kontribusi itu (Pemprov) DKI bikin sendiri. Kita kan berpedoman kalau yang lima persen itu ada di Perda yang lama. Ada usulan Bappenas," ujarnya.

Mengenai tertundanya pembahasan Raperda di DPRD DKI Jakarta, Taufik menegaskan, antara lain disebabkan DPRD tidak sepakat jika perizinan masuk dalam Raperda. "Izinnya kan sudah ke luar. Apa yang mau dimasukin. Nggak ada Raperda, izinnya sudah jalan. Jadi, nggak ada artinya sebenarnya Raperda itu," imbuhnya.

Anggota Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta lainnya, M Sangaji juga mengaku tidak tahu-menau soal pemberian uang ke Sanusi. Ia membantah pernah menerima gratifikasi berupa mobil Alphard, fasilitas, atau perjalanan ke Amerika. Ia hanya ditanyakan penyidik soal tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) sebagai anggota Badan Legislasi.

Sementara, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan dirinya tidak mengenal pengembang yang diduga memberikan suap kepada Sanusi. Ia tidak mengetahui pula jika ada pembahasan-pembahasan Raperda yang dilakukan Sanusi dengan pengembang. "Kalau Sanusi saya kenal. Yang lain saya tidak kenal," tuturnya.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Sanusi, Ariesman, dan Trinanda Prihantoro sebagai tersangka. Ariesman melalui Trinanda diduga memberikan uang sejumlah Rp2 miliar kepada Sanusi untuk mempengaruhi pembahasan Raperda. Dari penangkapan Sanusi, KPK menyita uang sejumlah Rp1,14 miliar. KPK menyita lagi uang Rp850 juta dari ruang kerja Sanusi.

Untuk diketahui, selain anak usaha Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudera, anak usaha Agung Sedayu Group, PT Kapuk Naga Indah juga mendapatkan izin pelaksanaan reklamasi. PT Muara mendapatkan izin untuk pelaksanaan reklamasi pantai di pulau G (Pluit City), sedangkan PT Kapuk di pulau C, D, dan E.

Sebenarnya izin pelaksanaan reklamasi untuk PT Muara Wisesa Samudra sudah dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebelum pembahasan Raperda. Izin pelaksanaan reklamasi Pulau G untuk PT Muara Wisesa Samudra diterbitkan Ahok pada 23 Desember 2014 melalui Keputusan Gubernur.

Sesuai Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.2238 Tahun 2014, disebutkan bahwa PT Muara Wisesa Samudra harus sudah mulai melaksanakan kegiatan reklamasi paling lama satu tahun setelah Keputusan Gubernur ini ditetapkan. PT Muara Wisesa Samudra juga dikenakan kewajiban, kontribusi lima persen, dan tambahan kontribusi.

Namun, dalam Keputusan Gubernur tersebut tidak dicantumkan berapa tambahan kontribusi yang dikenakan kepada PT Muara Wisesa Samudra. Besaran tambahan kontribusi 15 persen baru muncul dalam Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta.
Tags:

Berita Terkait