Bencana Ekologi di Indonesia Makin Dekat
Berita

Bencana Ekologi di Indonesia Makin Dekat

Penerapan sistem ekonomi kapitalistik sebab utama ancaman tersebut.

Inu
Bacaan 2 Menit
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sampaikan bencana ekologi di Indonesia makin dekat. Foto: SGP
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sampaikan bencana ekologi di Indonesia makin dekat. Foto: SGP

Jelang tujuh tahun masa pemerintahannya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dinilai penggiat lingkungan hidup hanya melanggengkan kebijakan lama di sektor perekonomian. Yakni, tetap mengacu pada sistem ekonomi kapitalistik yang tidak menguntungkan rakyat namun menyenangkan pemodal.

 

Demikian pernyataan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) di Jakarta, Jumat (14/10) memperingati 31 tahun keberadaan organisasi nonpemerintah pada 15 Oktober 2011. Bersamaan dengan peringatan tiga dasawarsa lebih setahun Walhi, pada tanggal sama genap tujuh tahun Susilo Bambang Yudhoyono berkuasa sebagai Presiden.

 

Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Berry Nahdian Forqan menguraikan alasan mengapa pemerintah masih menerapkan kebijakan ekonomi kapitalistik. Yaitu, dengan banyaknya kebijakan sektoral yang menabrak aturan pro lingkungan hidup.

 

Seperti, Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca, alias pengurangan efek rumah kaca 26 persen. Berry memberi apresiasi sudah ada kebijakan namun tidak dibarengi dengan evaluasi kebijakan lain yang merusak dan mengeksploitasi lingkungan dan rakyat. “Dilihat secara spasial memang bagus karena melindungi lingkungan hidup, namun bisa ditabrak dengan kebijakan lain yang merusak lingkungan hidup,” ujar Berry.

 

Begitu pula dengan UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menurut penggiat lingkungan hidup begitu ketat. Namun, sulit diterapkan karena ditabrak dengan UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, atau UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

 

Tapi patut disayangkan, Presiden tidak mampu menertibkan atau memadukan pertentangan antar kebijakan sektoral itu selaku komando pemerintahan. Hal itu dipahami Walhi karena memang tidak ada keberanian politik SBY untuk menjadi komando namun selalu berkompromi dengan kepentingan politik lain serta pemodal. “Atau memang karena SBY sebagai bagian dari pelaku perusakan lingkungan hidup,” sebut Berry.

 

Walhi menilai apabila dua kepentingan itu bertemu dan tidak dikendalikan, maka dikhawatirkan timbul bencana ekologis. Apalagi, jika perubahan iklim yang ekstrim tak segera ditangani secara sungguh-sungguh oleh pemerintah, bencana ekologis makin cepat datang dan berdampak negatif pada rakyat.

Halaman Selanjutnya:
Tags: