Berbahaya Memaksakan Merger Bank BUMN
Berita

Berbahaya Memaksakan Merger Bank BUMN

"Hentikan penjualan saham Bank BUMN".

FNH
Bacaan 2 Menit
Berbahaya Memaksakan Merger Bank BUMN
Hukumonline

Saat memberi masukan Revisi Undang-Undang Perbankan, Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) mengusulkan adanya merger Bank BUMN sehingga jumlah bank menciut. Merger ini bertujuan untuk menjadikan Bank Umum yang berskala internasional, paling tidak se-ASEAN. Usul ini tidak terlepas dari upaya peningkatan daya saing industri perbankan nasional di tingkat internasional.

Direktur Utama Bank BNI, Gatot Suwondo, menilai usulan tersebut cukup membahayakan Bank BUMN. Usulan merger Bank BUMN seolah-olah tidak mempertimbangkan dampaknya bagi eksistensi perbankan nasional. Jika rencana tersebut tetap dilaksanakan, akan membahayakan posisi Bank BUMN. "Bahaya bila merger Bank BUMN dilakukan, yaitu merosotnya jumlah bank BUMN dan akan membawa konsekuensi tertentu," kata Gatot dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (14/5).

Menurut Gatot, merosotnya jumlah Bank BUMN akibat merger sudah pernah dirasakan pada saat pasca krisis moneter tahun 1998. Saat itu, pemerintah memutuskan untuk melakukan merger terhadap empat Bank BUMN yang sekarang menjadi Bank Mandiri. Akibatnya, jumlah Bank BUMN di luar negeri berkurang. Padahal, lanjutnya, untuk mendapatkan izin membuka cabang di luar negeri susah.

Sejauh ini, Gatot mengaku pihaknya terus bekerja keras agar BNI dapat ekspansi ke luar negeri. Beberapa waktu lalu, cabang BNI yang ada di London sempat diminta untuk ditutup namun pihaknya berupaya keras agar BNI cabang London tidak ditutup. "Sekali sudah ditutup, akan susah mengurus izinnya kembali," tegasnya.

Jika pertimbangan merger Bank BUMN dikarenakan alasan belum mencapai kelas korporasi global, Gatot mengatakan ada hal yang harus dipertegas. Menurutnya, defenisi korporasi global masih belum jelas dan harus diperjelas. Jika korporasi global mengacu pada soal pengoperasian, lanjutnya, sejauh ini BNI sudah melakukan ekspansi ke lima negara tetangga. BNI telah membuka cabang di New York, London, Tokyo, Hongkong hingga Singapura. "Apa itu yang dimaksud dengan korporasi global?," tanya Gatot.

Selain itu, Gatot menegaskan penilaian Bank BUMN dan swasta tidak dapat disamaratakan. Jika bank swasta lebih cepat berkembang ketimbang BUMN, hal tersebut juga dilatarbelakangi oleh level regulasi yang berbeda. Bank BUMN harus tunduk kepada sembilan Undang-Undang termasuk UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sedangkan bank swasta hanya tunduk pada tiga Undang-Undang yakni UU Perseroan Terbatas, UU Perbankan dan UU Pasar Modal.

Perbedaan tersebut jelas mempengaruhi pertumbuhan bank BUMN. Kerugian Bank BUMN bisa dilaporkan dan menjadi urusan KPK sedangkan bank swasta pertanggungjawaban hanya kepada pemegang saham. Yang terpenting untuk saat ini, jelas Gatot, bukanlah rencana merger Bank BUMN. Tetapi, Bank BUMN membutuhkan ruang yang lebih longgar. Dan Gatot berharap hal tersebut dapat dipikirkan oleh pemerintah.

Tags:

Berita Terkait