Berlomba Mendulang Suara Kaum Perempuan dalam Pilpres
Berita

Berlomba Mendulang Suara Kaum Perempuan dalam Pilpres

Kriterianya mulai membuat program kesejahteraan dan kesehatan bagi perempuan dan anak, hingga penghapusan perdagangan perempuan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Berlomba Mendulang Suara Kaum Perempuan dalam Pilpres
Hukumonline
Pasca debat Capres sesi kedua, masyarakat setidaknya sudah dapat memberikan penilaian terhadap dua pasangan Capres Prabowo Subiyanto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pasangan Capres harus mengingat ada jutaan kaum perempuan sebagai pemilih dalam Pilpres 9 Juli mendatang. Lantas, kriteria apa saja yang menjadi penilaian kaum perempuan dalam Pilpres mendatang.

Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli mengatakan, jumlah penduduk di Indonesia, 49 persen didominasi kaum perempuan. Menurutnya, kaum perempuan berpotensi sebagai penyumbang suara dalam rangka pemenangan salah satu pasangan Capres. Buktinya, dalam Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) lalu, kaum perempuan menjadi sasaran untuk mendulang suara.

Ia mencontohkan, kelompok majlis ta’lim kerap menjadi sasaran Caleg dalam tiap Pemilu. Sama halnya dengan Pilpres, kaum perempuan menjadi sasaran masing-masing Capres. “Menghadapi Pilpres kaum permepuan menjadi sasaran dalam Pilpres karena itu bagaimana caranya meraih suara perempuan,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Gedung MPR, Senin (16/6).

Salah satu kriteria agar kaum perempuan memilih salah satu Capres dengan membuat program yang menarik bagi kaum perempuan. Misalnya, soal kesejahteraan bagi kaum perempuan dengan program kesehatan. Menurut Melani, kesehatan bagi kaum perempuan, ibu dan anak menjadi sorotan. Ia menilai dengan tumbuh sehatnya kaum perempuan setidaknya berdampak pada kesejahteraan keluarga.

Selain itu, peningkatan pendidikan bagi kaum perempuan. Ia berpandangan program pendidikan bagi kaum perempuan akan berdampak bagi pendidikan seorang anak dalam keluarga. Menurutnya, dengan meningkatkan pendidikan kaum perempuan akan berdampak positif bagi kesejahteraan keluarga yang ujungnya mensejahterakan masyarakat.

“Kalau ibunya pendidikan sarjana, anaknya juga akan memiliki pendidikan sarjana, dan akan mensejahteraan masyarakat. Inilah Capres-Capres agar mengangkat kaum perempuan sehingga Capres itulah yang akan dipilih kaum perempuan,” imbuhnya.

Menurut pengamatan politisi Partai Demokrat itu,  kedua pasangan Capres cukup baik dalam mengangkat isu kesehatan, khususnya bagi kaum perempuan. Ia menilai kesehatan kaum perempuan melewati beberapa fase, hingga pasca melahirkan seorang anak.

“Kalau Capres memikirkan kesehatan, berarti juga memikirkan kaum perempuan. Termasuk soal pendidikan,” ujarnya.

Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI), Chusnul Mariyah, mengamini pandangan Melani. Namun, sepanjang pengamatan Chusnul, pejabat pemerintah jarang sekali membicarakan kebijakan terkait peran perempuan. Menurutnya, dari kedua pasangan Capres, hanya Pasangan Prabowo-Hatta yang pernah berjanji menempatkan peran perempuan 30 persen dalam kabinetnya jika kelak terpilih.

Hal itu langsung dipertanyakan Chusnul kepada Prabowbo dalam sebuah pertemuan. Sedangkan pasangan Jokowi-Hatta belum memberikan jawaban. “Jadi posisi saya hanya memberikan pesan siapapun yang menang jadi presiden, masukan kebijakan-kebijakan  tentang perempuan,” ujarnya.

Mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu berpandangan, ada 354 Peraturan Daerah (Perda) yang dinilai diskriminasi terhadap kaum perempuan. Malahan, banyak kebijakan yang netral, namun memiliki dampak terhadap diskriminasi antara kaum laki dengan perempuan. Menurutnya, kedua pasangan Capres harus memprioritaskan peran dan keterwakilan perempuan.

“Saya belum melihat dari kedua calon membahas gamblang soal peran perempuan,” ujarnya.

Menurutnya, persoalan bangsa saat ini terkait dengan perempuan dan anak. Misalnya, ketersediaan lapangan pekerjaan bagi kaum perempuan. Belum lagi aksi kekerasan terhadap kaum perempuan di ruang publik acapkali terjadi. Sayangnya, hal tersebut belum menjadi perhatian penuh dalam visi misi kedua pasangan Capres.

“Bagi saya untuk urusan perempuan dan anak, itu belum dijelaskan oleh capres,” katanya.


Direktur Eksekutif Indo Strategi Andar Nubowo mengatakan, perempuan dan politik ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Ia berpandangan ketika politik tidak mengakomodasi kepentingan perempuan, justru akan memarginalkan kaum perempuan.

Ia menyayangkan keterwakilan perempuan yang terpilih dalam Pileg 2014 menurun menjadi 17 persen dari periode 2009 yang mencapai 18 persen. Terlepas dari itu, Andar berharap Capres terpilih dapat mengakomodir kepentingan kaum perempuan.

Andar menilai kedua pasangan Capres memprioritaskan kesehatan bagi masyarakat. Namun, jika dilihat dalam debat capres sesi kedua yang digelar Minggu (15/6), Capres Prabowo lebih tegas dan gamblang menjabarkan visi kesehatan. Misalnya, memberikan anggaran yang cukup dan investasi di bidang kesehatan, mulai Posyandu, Puskesmas dan memberikan peningkatan gaji kepada tenaga kesehatan. Begitu pula Capres Jokowi dengan kartu sehatnya.

Tantangan lain bagi Capres adalah menghapus perdagangan perempuan. Menurutnya, tindak pidana kejahatan perdagangan perempuan kian mengkhawatirkan. “Ini menjadi tantangan agar perempuan dalam memilih capres dengan memprioritaskan dan mengakomodir kepentingan serta peran kaum perempuan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait