BI Masih Kaji Aturan Soal Utang Luar Negeri Swasta
Berita

BI Masih Kaji Aturan Soal Utang Luar Negeri Swasta

Aturan yang akan diterbitkan mengenai utang luar negeri swasta itu mencakup non-BUMN dan proyek-proyek non-BUMN.

FAT
Bacaan 2 Menit
Mirza Adityaswara (paling kiri). Foto: SGP
Mirza Adityaswara (paling kiri). Foto: SGP
Hingga kini, Bank Indonesia (BI) masih mengkaji aturan mengenai pembatasan utang luar negeri (ULN) swasta. Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan salah satu substansi yang diatur dalam beleid tersebut mengenai rasio liabilitas (kewajiban utang yang harus dibayar) valuta asing (valas).

“Aturan yang akan diterbitkan mengenai utang luar negeri swasta itu mencakup non-BUMN dan proyek-proyek non-BUMN,” kata Mirza di Komplek Perkantoran BI di Jakarta, Jumat (5/9).

Ia mengatakan, aturan pembatasan ULN swasta yang dikemas dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini bertujuan agar perusahaan dapat bersikap hati-hati dalam menjalankan roda bisnisnya. Sikap kehati-hatian diperlukan agar risiko kerugian terhadap perusahaan tersebut tak terjadi. Menurutnya, rasio liabilitas valas tidak boleh lebih besar daripada aset valas perusahaan swasta tersebut.

“Jadi ULN itu diperlukan tapi kita perlu hati-hati memanage risiko makronya, jangan sampai tidak dihedging, jangan sampai liability valasnya lebih besar dari aset valasnya,” tutur Mirza.

Dalam menyusun aturan ini, lanjut Mirza, BI juga mengadopsi metode yang selama ini diterapkan di beberapa negara. “Ada beberapa cara untuk memonitor utang luar negeri. Korea sudah melakukan, Jadi, kami pelajari metode yang diterapkan beberapa negara,” katanya.

Selain itu, kata Mirza, penyusunan aturan ini juga akan dibawa BI ke Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK). Anggota FKSSK adalah Menteri Keuangan yang merangkap ketua, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Menurut Mirza, dilibatkannya FKSSK lantaran mencakup aliran dana yang dapat mempengaruhi makroekonomi Indonesia. Ia bersikeras, aturan ini dibuat dengan tujuan kebaikan Indonesia sendiri. “Ini tujuannya untuk kebaikan. Supaya bisa kontrol utang luar negeri, agar tidak dipakai untuk yang tidak produktif,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung, mengatakan aturan ini bertujuan agar korporasi bersikap hati-hati dalam berutang ke luar negeri. Hingga kini, aturan pembatasan ULN swasta tersebut masih digodok bank sentral.

“Intinya, aturan itu bersifat mendorong kehati-hatian perusahaan yang utang dari luar negeri, baik dari sisi memitigasi risiko currency dan memitigasi risiko likuiditas valuta asing,” kata Juda beberapa waktu lalu.

Dalam aturan ini, lanjut Juda, tak hanya berisi mengenai pembatasan korporasi yang mau berutang ke luar negeri. Namun, di dalam aturan ini juga terdapat mitigasi risiko atas ULN tersebut. Menurutnya, dengan adanya aturan ini nantinya korporasi masih tetap berutang ke luar negeri.

“Boleh (berutang ke luar negeri, red), tetapi dengan rambu-rambu. Misalnya, melalui hedging. Dia (korporasi) harus melakukan hedging,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, hingga Juli 2014 ULN Indonesia meningkat sebesar AS$8,6 miliar. Sehingga, total ULN Indonesia menjadi US$284,9 miliar. Kenaikan utang sebesar tersebut dipengaruhi peningkatan kepemilikan nonresiden atas surat utang maupun pinjaman sektor swasta dan publik.
Tags:

Berita Terkait