BI Tolak Setujui ABIF Jika Tak Adopsi Resiprokal
Berita

BI Tolak Setujui ABIF Jika Tak Adopsi Resiprokal

Dari 10 negara-negara ASEAN tinggal Indonesia yang belum menyetujui ABIF.

FAT
Bacaan 2 Menit
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: RES
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: RES
Bank Indonesia (BI) menolak menyetujui Asian Banking Integration Framework (ABIF), jika tak menyepakati asas resiprokal atau asas kesetaraan. Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, asas resiprokal merupakan harga mati bagi bangsa Indonesia di forum tersebut.

“Di pertemuan 10 negara ASEAN, sembilan negara menyetujui (ABIF, red). Tapi Indonesia jika asas resiprokal tidak dihormati, tidak bisa setujui itu,” kata Agus di Komplek Parlemen di Jakarta, Senin (1/9).

Selama ini, lanjut Agus, ada satu negara di ASEAN yang memiliki 3000 sampai 4000 kantor cabang di Indonesia. Sedangkan Indonesia sulit untuk membuka kantor cabangnya di luar negeri. Kenyataan ini membuat BI terus berjuang mempertahankan asas resiprokal dalam ABIF.

“Kalau Indonesia tidak bisa diberikan treatment dengan baik, tidak dihormati resiprokal, kita tidak akan dukung kesepakatan ABIF,” kata Agus.

Atas dasar itu, lanjut Agus, BI berharap tiap negara di ASEAN memperbaiki regulasinya masing-masing yang mendukung penerapan asas resiprokal. Ia berjanji, persoalan ini akan rampung pada tahun ini. “Sebelum akhir tahun akan kami laporkan kemajuan hal ini,” katanya.

Anggota Komisi XI DPR Maruarar Sirait menyambut baik langkah yang sudah dilakukan BI di forum ABIF. Menurutnya, asas resiprokal merupakan cara positif bagi perbankan Indonesia untuk mengembangkan bisnisnya di luar negeri. “Soal resiprokal sangat positif,” katanya.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz menyatakan hal serupa. Bahkan, dalam draf RUU Perbankan inisiatif DPR terdapat klausul mengenai asas resiprokal. “Di draf RUU Perbankan asas resiprokal sudah ada,” katanya.

Dalam Pasal 5 draf RUU Perbankan inisiatif DPR tersebut berbunyi bahwa, perbankan Indonesia bertujuan mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien, serta turut berperan dalam memperkuat stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata melalui pembiayaan yang mudah, aman dan terjangkau dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat.

Sedangkan Pasal 6 ayat (1) draf RUU Perbankan menyebutkan bahwa guna mendukung tujuan perbankan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan atau BI harus memperhatikan prinsip resiprokalitas dalam menjalankan tata hubungan perbankan internasional. Sedangkan di ayat (2) disebutkan bahwa ketentuan pelaksanaan mengenai prinsip resiprokalitas sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur sesuai dengan kewenangan OJK dan atau BI.

Mengenai asas resiprokal ini, OJK juga menyetujuinya. Sebelumnya, OJK telah membuka peluang perjanjian bilateral dengan otoritas dari negara lain. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, memorandum of understanding (MoU) yang bersifat bilateral telah dilaksanakan OJK.

Misalnya saja, MoU dengan Japan Financial Services Agency (Japan FSA). Kerjasama bilateral serupa tengah dijajaki OJK dengan China Banking Regulatory Commision (CBRC).

Salah satu yang dibahas dalam kerjasama ini adalah penerapan prinsip-prinsip resiprokal di sektor keuangan kedua negara. Indonesia membuka diri terhadap Jepang. “Jadi terbuka pasar Jepang bagi pegiat pasar Indonesia,” ujar Muliaman di Jakarta, Jumat (18/7).

Muliaman mengatakan, perbankan domestik harus mampu memanfaatkan kerjasama bilateral dengan prinsip resiprokal. Salah satu syaratnya, adalah tak hanya memperkuat industri keuangan domestik saja, melainkan juga siap memanfaatkan peluan resiprokal sehingga pada saat kerjasama bilateral berlaku, dapat bersaing di regional.

“Perlu ada komitmen kita untuk bangun itu, menguatkan domestik industri keuangan, sehingga tidak hanya domestik pasar saja,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait