Bidan Bingung Sistem Pembiayaan BPJS Kesehatan
Berita

Bidan Bingung Sistem Pembiayaan BPJS Kesehatan

Baru dua ribuan dari 14 ribuan bidan yang terjaring.

ADY
Bacaan 2 Menit
BPJS Kesehatan. Foto: RZK
BPJS Kesehatan. Foto: RZK
Aduh! Bagaimana rasanya membayangkan semua warga negara ikut BPJS Kesehatan jika petugas kesehatan saja tak terjaring dengan baik. Bahkan tak terlalu paham bagaimana mekanismenya pembiayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, terutama pada masa-masa awal implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu.

Setidaknya, begitulah yang diungkapkan Emi Nurjasmi. Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ini mengatakan kebingungan bidan terjadi karena sistem pembiayaan yang berubah dari program sebelumnya yakni Jampersal/Jamkesmas.
Saat Jampersal, semua orang yang hamil dan ingin melahirkan bisa mendapat pembiayaan pemerintah yang dikucurkan lewat Jamkesmas sehingga bidan praktik bisa mudah bekerjasama dengan pemerintah. Alhasil, warga juga terlayani dengan baik.

Saat beralih ke BPJS Kesehatan, jeas Emi, terjadi perubahan sistem pembiayaan. Untuk bermitra dengan BPJS Kesehatan, bidan harus berjejaring terlebih dulu dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yang sudah bermitra dengan BPJS Kesehatan. Bidan yang berpraktik mandiri saat ini belum bisa bekerjasama langsung dengan BPJS Kesehatan.

Akibatnya, dikatakan Emi, hanya ada 2 ribu bidan yang berjejaring dengan BPJS Kesehatan. Padahal jumlah bidan praktik di seluruh Indonesia ada 47 ribu orang. Apalagi, peran bidan sangat besar karena 80 persen persalinan di Indonesia ditangani bidan. Sayangnya, potensi itu belum maksimal dimanfaatkan program JKN. Emi berharap ke depan BPJS Kesehatan bisa bekerjasama langsung dengan bidan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada peserta.

Emi mengusulkan Perpres No. 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan direvisi agar BPJS Kesehatan bisa memperluas jaringannya dengan bidan praktik. “Karena memang sebelumnya kami sangat mudah berjejaring dengan Jampersal/Jamkesmas,” katanya dalam acara MoU BPJS Kesehatan dan IBI di Jakarta, Kamis (19/3) lalu.

Emi juga ada peningkatan tarif untuk biaya persalinan karena tarif saat ini belum memadai. Misalnya, tarif persalinan pervaginam normal hanya Rp600 ribu. Besaran itupun sudah termasuk makan tiga kali sehari. “Kami minta agar kelayakan tarif dipertimbangkan,” usulnya.

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengakui apa yang dikeluhkan IBI sudah dibahas panjang sebelum JKN bergulir 1 Januari 2014. Ia menjanjikan sistem JKN akan terus diperbaiki agar sesuai dengan perkembangan, termasuk rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan. “Kalau iuran naik maka tarif juga ikut naik,” ujarnya.

Fachmi menjelaskan tahun ini target BPJS Kesehatan mendorong pelayanan persalinan dilakukan di FKTP. Saat ini 37 persen persalinan normal peserta masih ada yang dilayani di RS. Untuk itu sebagaimana pembahasan dalam revisi Perpres 111 Tahun 2013, besaran tarif akan dievaluasi. Presiden Joko Widodo juga mengisyaratkan agar besaran iuran ditingkatkan sehingga tidak mengurangi pelayanan terhadap peserta.
Tags:

Berita Terkait