Bolehkah Lembur di Hari Istirahat Mingguan dan/atau Hari Libur Resmi? (Bagian II dari III) Oleh: Umar Kasim*)
Kolom

Bolehkah Lembur di Hari Istirahat Mingguan dan/atau Hari Libur Resmi? (Bagian II dari III) Oleh: Umar Kasim*)

Sambungan dari artikel jilid I. Lembur dilihat pada hari istirahat mingguan.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Pada Artikel 6 poin 1 Konvensi ILO No. 106/1957 (sebagaimana telah dijelaskan), mewajibkan pengusaha memberikan atau para pihak untuk melaksanakan hak atas istirahat mingguan bagi pekerja/buruh sekurang-kurangnya 1x24 jam per minggu. Namun dalam Artikel 8 Konvensi ILO No. 106/1957, terdapat ketentuan pengecualian sementara temporary exemptions (baik pengecualiaan sebagian maupun pengecualian seluruhnya) untuk dapat bekerja lembur pada hari istirahat mingguan yang menyimpang dari ketentuan Artikel 6 poin 1 tersebut di atas yang mewajibkan istirahat mingguan sekurang-kuranganya 1x24 jam dalam seminggu.

 

Penyimpangan tersebut dapat dilakukan, dalam hal:

  1. terjadi kecelakaan atau keadaan yang mengancam, juga dalam hal terjadi keadaan darurat (force majeur) atau pekerjaan mendesak pada gedung atau peralatan sekedar seperlunya (proporsional) menghindari gangguan yang hebat (kerugian yang besar) dalam pelaksanaan pekerjaan di perusahaan (in case of accident, actual or threatened, force majeure or urgent work to premises and equipment, but only so far as may be necessary to avoid serious interference with the ordinary working of the establishment);
  2. terdapat pekerjaan mendesak (overmacht) yang sangat luar biasa sebagai suatu keadaan khusus yang tidak dapat dihindari untuk dapat bertindak lain (in the event of abnormal pressure of work due to special circumstances, in so far as the employer cannot ordinarily be expected to resort to other measures);
  3. menghindari terjadinya kerugian barang yang mudah rusak (in order to prevent the loss of perishable goods).   

 

Dengan demikian, menurut hemat poenulis, baik WKWI pola 5:2, maupun WKWI pola 6:1 tetap dapat melaksanakan kerja lembur pada hari istirahat mingguan sepanjang memenuhi syarat pengecualiaan sementara atau temporary exemtions (untuk diperbolehkan lembur pada hari istirahat mingguan, sebagaimana tersebut pada Artikel 8 poin 1 dalam Konvensi ILO).

 

Hanya saja, dalam Artikel 8 poin 3 dan Artikel 9 Konvensi ILO No. 106/1957 ditegaskan, bahwa dalam pelaksanaan penyimpangan lembur pada hari istirahat mingguan tersebut, harus diberikan istirahat pengganti (shall be granted compensatory rest) dengan hak upah penuh yang lamanya sekurang-kurangnya sama dengan lamanya (hari) waktu kerja lembur dilakukan.

 

Walaupun demikian, dalam Artikel 8 poin 1 dan poin 3 tersebut di atas terdapat kata “pengecualian sementara” (temporary exemptions) ini bermakna, bahwa lembur pada hari istirahat mingguan tidak dapat dilembagakan dan/atau diatur/diperjanjikan secara rutin sebagai suatu jalan (cara) untuk menyelesaikan pekerjaan (proses produksi) secara terus-menerus.

 

Berkenaan dengan ketentuan tersebut, untuk menjawab pertanyaan: bolehkah lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan? Menurut hemat penulis boleh-boleh saja sepanjang bersifat sementara (temporary exemptions) dan dalam hal-hal lain sebagaimana disebutkan dalam Artikel 8 poin 1 Konvensi ILO No.106/1957 tersebut di atas. Dengan kata lain, ketentuan Pasal 3 ayat (2) Kepmenakertrans. No.102/2004, adalah merupakan peluang untuk melaksanakan pekerjaan lembur, seperti (antara lain) pada saat-saat terjadi kebutuhan yang sangat mendesak (in the event of abnormal pressure of work due to special circumstances) sebagaimana dimaksud Konvensi ILO No.106/1957, khususnya Artikel 8 poin 1.

 

Sayangnya, pengecualian dimaksud tidak dijelaskan dalam Kepmenakertrans. No.102/2004, sehingga terkesan bahwa lembur pada hari istirahat mingguan boleh dilakukan setiap saat dan kapan saja sesuai kehendak (para pihak), sehingga menyimpang serta tidak sejalan dengan Artikel 6 poin 1 Konvensi ILO No.106/1957 dan bahkan melanggar Pasal 187 ayat (1) UU No.13/2003. Padahal sejatinya, lembur pada hari istirahat mingguan dapat dilakukan hanya jika memenuhi ketentuan pengecualian sementara (temporary exemptions) dalam Artikel 8 poin 1 Konvensi, sehingga pelaksaan lembur dapat dimaafkan dari ancaman sanksi Pasal 187 ayat (1) UU No.13/2003 dengan alasan (pengecualian sementara) tersebut.

Tags:

Berita Terkait