BPK: 60 Persen Permasalahan Ketidakpatuhan Berdampak Finansial Trilunan
Berita

BPK: 60 Persen Permasalahan Ketidakpatuhan Berdampak Finansial Trilunan

Laporan Keuangan SKK Migas mendapat opini tidak wajar (TW). Audit ini menjadi bahan bagi presiden mengontrol tata kelola di bawahnya.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ketua BPK Harry Azhar Azis. Foto: RES
Ketua BPK Harry Azhar Azis. Foto: RES
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan sebanyak 10.198 temuan memuat 15.568 permasalahan. Setidaknya, sebanyak 49 persen permasalahan terkait dengan kelemahan sistem pengendalian intern. Sedangkan 51 persen permasalahan ketidakpatuhan tehadap ketentuan peraturan perundangan senilai Rp44,68 triliun.

“Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 60 persen permasalahan berdampak finansial senilai Rp30,62 triliun,” ujar Ketua BPK Harry Azhar Aziz dalam laporannya di rapat paripurna DPR, Selasa (4/10).

Harry merinci, 66 persen permasalahan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp1,92 triliun. Sedangkan 9 persen permasalahan mengakibatkan potensi kerugian negara sebesar Rp1,67 triliun. Kemudian, 25 persen permasalahan mengakibatkan kekurangan penerimaan negara senilai Rp27,03 triliun.

Terhadap persoalan ketidakpatuhan berdampak finansial itu, sepanjang pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset dan menyetor ke kas negara sebesar Rp442,24 miliar. Lebih lanjut, laporan BPK menyebutkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) I tahun 2016 memuat hasil pemeriksaan terhadap 29 objek pemeriksaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menurutnya, pemeriksaan meliputi 7 objek pemeriksaan keuangan. Sedangkan 2 objek pemeriksaan lainnya terkait kinerja, serta 20 objek Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDDT). Berdasarkan hasil pemeriksaan atas 1 laporan keuangan BUMN dan 6 laporan keuangan badan lainnya di periode 2015, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap 4 laporan keuangan (LK).

Keempatnya adalah LK Perum Peruri, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, dan Otoritas Jasa Keuangan. Sedangkan LK penyelenggaraan ibadah haji dan Badan Pengelola Dana Abadi Umat, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengeculian (WDP). Tak hanya itu, terhadap LK SKK Migas memperoleh opini tidak wajar (TW). Padahal sepanjang 4 tahun belakangan terakhir, SKK Migas kerap mendapat opini WTP.

Mantan Ketua Komisi XI DPR periode 2009-2014 itu mengataka alasan mendapat opini WTP, Karena dua hal. Pertama, pengakuan kewajiban disetimasi atas imbalan pasca kerja berupa manfaat penghargaan atas pengabdian. Kemudian masa persiapan pensiun, imbalan kesehatan purna karya, serta penghargaan ulang tahun dinas senilai Rp1,02 triliun tidak mendapat persetujuan Kementrian Keuangan (Kemenkeu). Selain itu, tidak adanya pemutusan hubungan kerja terhadap pegawai BP Migas pada 13 Nvember 2012.

Kedua, piutang abandonment dan site restoration (ASR) terhadap 8 KKKS senilai Rp72,33 miiar ternyata belum dilaporkan. Padahal, kewajiban pencadangan ASR telah diatur dalam klausul perjanjian (production sharing contract).

Lebih lanjut Harry mengatakan, lembanganya pun melakukan PDTT terhadap perhitungan bagi hasil komersialisasi MIgas pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Tak hanya itu, pemeriksan pun dilakukan terhadap sejumlah kontrak-kotrak kerjasama. (Baca Juga: Presiden: Ingat, Opini WTP Bukan Jaminan Tak Ada Korupsi)

“Hasil pemeriksaan tesebut menunjukan bahwa BPK berhasil mengungkapkan adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam cost recovery sebesar RP209,88 juta dan AS$194,25 juta atau totalnya ekuivalen senilai Rp2,56 triliun,” kata mantan politisi Partai Golkar itu.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan mengatakan laporan BPK mesti ditindakanjuti sebagai bentuk dari pertanggungjawaban laporan keuangan negara. Ia berharap tindak lanjut laporan tersebut oleh DPR sebagai bentuk melaksanakan amanat konstitusi.

Anggota Komisi XI Muhammad Misbakhun mengatakan, laporan BPK sebagai bentuk masukan dan kritik terhadap pemerintah. Setidaknya, pemerintah mesti memperbaiki sistem dan kinerja pemerintahan yang baik. “Berat memang, tapi ini realitanya. Kita akan tindaklanjuti dan sebagai momentum memperbaiki kinerja pemerintahan,” ujarnya.

Ia mengingatkan agar para birokrat tidak membebankan terhadap sistem administrasi. Sebab dengan begitu, bakal berdampak pada presiden sebagai pimpinan dan pengawas sistem kerja di bawahnya. “Audit ini menjadi bahan bagi presiden mengontrol tata kelola pemerintahan di bawahnya,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait