Calon Anggota BPK Usul Pembentukan Direktorat Khusus Investigasi
Berita

Calon Anggota BPK Usul Pembentukan Direktorat Khusus Investigasi

Agar penyelesaian laporan investigasi bisa berjalan dengan cepat.

FAT
Bacaan 2 Menit
Suasana fit and proper test Anggota BPK di Komisi XI DPR. Foto: RES
Suasana fit and proper test Anggota BPK di Komisi XI DPR. Foto: RES
Satu persatu calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diuji oleh Komisi XI DPR. Di hari kedua uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), terdapat 11 calon yang diuji. Salah satu calon adalah Nur Yasin. Dia mengusulkan agar dibentuk Direktorat Khusus Investigasi di BPK.

“BPK belum punya Direktorat (khusus) Investigatif,” kata Yasin yang sekarang menjabat sebagai Anggota DPR ini di Komplek Parlemen di Jakarta, Jumat (5/9).

Selama ini, lanjut Yasin, setiap direktorat di BPK memiliki tugas investigasi masing-masing. Namun, hal itu malah semakin memperlama penyelesaian laporan. Ia yakin jika ada satu direktorat khusus investigasi, maka penyelesaian laporan bisa dilakukan secara cepat.

“Semua direktorat ada investigasi, makanya tidak bisa cepat penyelesaiannya jika ada permintaan dari DPR,” kata Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR ini.

Ia mengaku pernah mengusulkan pembentukan direktorat khusus investigasi kepada BPK. Namun, usulan tersebut tak bisa direalisasikan lantaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) tak menyetujuinya. Jika dirinya terpilih sebagai anggota BPK, Yasin akan membentuk direktorat khusus investigasi tersebut.

Menurutnya, terjadi anomali antara semakin banyaknya Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang dikeluarkan BPK dan semakin besarnya kebocoran seperti penyalahgunaan pengelolaan keuangan negara. Bukan hanya itu, ia mencatat, setidaknya 48 persen hasil rekomendasi BPK tak ditindaklanjuti oleh pihak yang diperiksa (auditee).

Persoalan-persoalan ini membuat kinerja BPK semakin terpuruk. Maka itu, Yasin mengusulkan, agar perlu ada perbaikan sistem evaluasi yang dilakukan secara terus menerus. “Saya usulkan perlu ada perbaikan sistem evaluasi dan secara kontinu,” katanya.

Anggota DPR dari Partai Demokrat Wayan Sugiana tertarik mengenai 48 persen temuan BPK yang tidak ditindaklanjut oleh auditee. Atas hal itu, ia mempertanyakan cara calon agar auditee yang 48 persen itu mau menjalankan rekomendasi BPK. Misalnya, dengan membuat aturan khusus yang mewajibkan dijalankannya rekomendasi BPK tersebut.

“Bisa tidak membuat aturan, untuk mengikat agar kedua belah pihak duduk bersama untuk bicarakan temuan dari BPK,” katanya.

Mengenai hal ini, Yasin mengatakan, ketegasan dari BPK perlu dilakukan. Menurutnya, dari angka 48 persen yang tidak menjalankan rekomendasi BPK tersebut perlu dipilah lagi mana yang terberat. Jika ada auditee yang sengaja melanggar kesalahan terberat, maka BPK perlu melaporkannya ke aparat penegak hukum.

“Jika yang melanggar berat, harus diserahkan ke penegak hukum. Untuk mengikatnya beri pelajaran yang tidak menjalankan rekomendasi BPK, dengan cara melaporkan ke polisi,” kata Yasin yang tak terpilih kembali sebagai anggota DPR ini.

Menurut Yasin, laporan BPK ke aparat penegak hukum ini diatur dalam perundang-undangan. Bukan hanya itu, di UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, rekomendasi harus segera ditindaklanjuti paling lama 30 hari. Jika melewati waktu tersebut, berarti sudah melanggar UU.

Pimpinan rapat, Kamaruddin Sjam mengatakan, di hari kedua fit and proper test ini terdapat 11 calon yang diuji. Menurutnya, tiap calon diberi waktu untuk presentasi hingga menjawab pertanyaan anggota dewan maksimal 30 menit. Jika ada calon yang belum menyelesaikan jawaban pada jangka waktu tersebut, maka jawaban dilakukan secara tertulis dan diberikan ke Sekretariat Komisi XI sebelum tanggal 15 September 2014.

“Rapat pleno Komisi XI tanggal 15 September untuk menentukan siapa-siapa yang terpilih lima orang sebagai anggota BPK. Makanya, jawaban secara tertulis diberikan sebelum tanggal 15,” tutup politisi dari Partai Golkar ini.
Tags:

Berita Terkait