Calon Anggota BPKN Dorong Revisi UU Perlindungan Konsumen
Berita

Calon Anggota BPKN Dorong Revisi UU Perlindungan Konsumen

DPR selesai melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 23 calon anggota BPKN.

FNH
Bacaan 2 Menit
Sebagian calon anggota BPKN saat mengikuti seleksi di Komisi VI DPR, Mei 2013 (Foto: SGP)
Sebagian calon anggota BPKN saat mengikuti seleksi di Komisi VI DPR, Mei 2013 (Foto: SGP)

Komisi VI DPR selesai menjalankan fit and proper test terhadap 23 kandidat pengurus Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Senin (27/5) kemarin. Uji kelayakan ini terlambat karena masa kepengurusan lama berakhir pada 11 Oktober 2012 lalu. Sebanyak 23 nama yang diusulkan oleh Presiden SBY dan menjalankan uji kelayakan terdiri dari unsur pemerintah (4), pelaku usaha (3), lembaga perlindungan konsumen masyarakat (4), akademisi (7) dan tenaga ahli (5).

Proses uji kelayakan dibagi menjadi dua sesi, sesi pertama diikuti oleh 11 calon dan sesi kedua diikuti oleh dua belas calon kandidat pengurus BPKN. Uji kelayakan di Komisi VI DPR dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI Erik Satya Wardhana, dan semua calon hanya dipersilahkan menjelaskan visi dan misi yang diusung selama tiga menit.

Keseluruhan kandidat pengurus BPKN periode 2013-2016 yang menjalani uji kelayakan tersebut, memiliki visi dan misi yang beragam. Namun, salah satu tujuan utama yang dituturkan oleh semua calon pengurus adalah revisi UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU Perlindungan Konsumen dinilai tak melindungi konsumen.

Salah satu calon pengurus BPKN, Yusuf Shofie mengusung visi penyelesaian persoalan perlindungan konsumen melalui identifikasi masalah. Masalah yang kerap muncul selama ini, lanjutnya, karena BPKN tidak memahami persoalan masalah konsumen di lapangan. Pemahaman persoalan perlindungan konsumen yang terjadi dilapangan menjadi penting karena rekomendasi BPKN akan diserahkan kepada Presiden untuk segera ditindaklanjuti. “Memahami dan identifikasi masalah dan menjadikan pengaduan konsumen sebagai acuan identifikasi masalah itu penting,” kata doktor bidang Hukum Perlindungan Konsumen ini.

Bernadette Waluyo, guru besar ilmu hukum, menjelaskan visi misi jika terpilih menjadi pengurus BPKN, yang utama adalah melakukan harmonisasi UU Perlindungan Konsumen dengan regulasi lain. Salah satunya adalah dengan UU Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya harmonisasi peraturan perlu segera dilaksanakan mengingat OJK juga mengatur soal perlindungan konsumen. Untuk itu, pembaharuan UU Perlindungan Konsumen perlu jadi perhatian agar tidak terjadi disharmonisasi dengan regulasi lainnya. “Jika disharmonisasi regulasi terjadi, maka akan  ada pelanggaran dalam praktik,” ungkap dosen Universitas Parahyangan Bandung itu di hadapan Dewan.

Berdasarkan penilaiannya, UU Perlindungan Konsumen yang ada saat ini hanya bersifat transaksional. Peran pemerintah bahkan tidak terlihat padahal, katanya, pemerintah seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi kepentingan konsumen.

Lain halnya dengan Dosen Sosiologi Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Djainal Abidin Simanjuntak. Sebagai anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), ia menilai kerjasama antar pihak dinilai penting untuk menciptakan rakyat sejahtera melalui perlindungan konsumen. Sejauh ini, sengketa perlindungan konsumen berangkat dari ketidakpahaman kewajiban, tanggung jawab dan hak dari masing-masing pihak yang berkepentingan.

Tags:

Berita Terkait