Dirjen Pajak Lakukan Pembersihan terhadap Notaris Nakal
Berita

Dirjen Pajak Lakukan Pembersihan terhadap Notaris Nakal

Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) tengah berupaya keras melakukan "pembersihan" di lingkungan perpajakan. Bukan hanya para petugas pajak (fiscus) yang dibersihkan, tapi juga pihak terkait, seperti misalnya notaris.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Dirjen Pajak Lakukan Pembersihan terhadap Notaris Nakal
Hukumonline

Belakangan terungkap, dari hasil penelitian dan penyidikan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak, diduga puluhan notaris/pejabat pembuat akte tanah (PPAT) yang terlibat melakukan pemalsuan surat setoran bea (SSB) perolehan hak atas tanah dan bangunan dan surat setoran pajak (SSP).

Sebagian besar kasus pemalsuan SSB dan SSP memang ditemukan di Jakarta, tetapi tidak tertutup kemungkinan kejahatan tersebut telah tersebut ke seluruh Indonesia. Terhadap para pemalsu tersebut, sebenarnya dapat diancam telah melakukan tindak pidana pemalsuan. Namun, langkah tersebut belum diambil oleh Ditjen Pajak.

Sampai saat ini, belum ada pemalsu SSB dan SSP yang ditindak langsung, karena semuanya masih dalam tahap penelitian. Ditjen Pajak juga tengah mempelajari di mana sebenarnya letak kebocoran, sehingga dapat terjadi pemalsuan. Karena kemungkinan terjadi pemalsuan tidak hanya terjadi oleh notaris/PPAT, tetapi bisa juga dilakukan oleh oknum petugas pajak atau pihak lain.

Sejauh ini, Ditjen Pajak mengambil langkah terhadap pihak-pihak yang terbukti memiliki tanah dan atau bangunan yang NJOP-nya (Nilai Jual Obyek Kena Pajak) di bawah NJOP semestinya, ataupun ketidakbenaran dalam menghitung BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).

Ditjen Pajak mengeluarkan SKBKB (Surat Ketetapan Bea Kurang Bayar) dan SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar). Kasus pemalsuan SSB dan SSB, secara kumulatif sampai dengan Mei 2001 telah ditemukan 454 kasus.

Untuk itu, Ditjen Pajak telah mengeluarkan 1.024 SKBKB dalam rangka ketidakberesan pembayaran bea akibat dari pemalsuan SSB dan SSP. Hal tersebut dikemukakan oleh Dirjen Pajak, Hadi Poernomo dalam jumpa pers pada Senin (2/7) di Jakarta.

Akte jual beli

Berdasarkan UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), ditetapkan besarnya tarif BPHTB adalah lima persen dari harga jual atau NJOP setelah dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak yang ditetapkan (per provinsi) paling besar Rp60 juta.

Halaman Selanjutnya:
Tags: