DPR-Pemerintah Sepakat Bahas RUU Pengelolaan Keuangan Haji
Berita

DPR-Pemerintah Sepakat Bahas RUU Pengelolaan Keuangan Haji

Diharapkan menjadi payung hukum dalam rangka pengelolaan keuangan ibadah haji yang menjadi harapan masyarakat, khususnya jamaah haji.

RFQ
Bacaan 2 Menit
DPR-Pemerintah Sepakat Bahas RUU Pengelolaan Keuangan Haji
Hukumonline
Setelah mendengar pandangan seluruh fraksi terkait dengan RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji (PKH) yang merupakan inisiatif pemerintah, Komisi VIII sepakat akan melakukan pembahasan RUU tersebut dengan pemerintah. Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi VIII Mahrus Munir dalam kesimpulan rapat kerja antara DPR dengan pemerintah di Gedung DPR, Kamis (12/6).

“Setelah mendengarkan pandangan fraksi-fraksi terkait RUU Pengelolaan Keuangan Haji, DPR dan pemerintah sepakat untuk pembahasan lebih lanjut,” ujarnya.

Menurutnya, pembahasan RUU PKH harus segera dilakukan. Ia mengatakan, target pembahasan akan rampung pada masa bakti anggota dewan 2009-2014. Dengan kata lain, sebelum berakhirnya masa jabatan anggotan dewan pada Oktober mendatang, RUU tersebut mesti rampung. RUU tersebut diharapkan menjadi payung hukum dalam rangka pengelolaan keuangan ibadah haji yang menjadi harapan masyarakat, khususnya jamaah haji.

Dari sembilan fraksi yang menyatakan persetujuannya, Fraksi Gerindra dalam pandangannya yang dibacakan Sumarjati Arjoso mengatakan, RUU PKH akan menjadi payung hukum. Menurutnya, dalam naskah akademik menyebutkan adanya pembentukan badan pengelola keuangan haji. Selama ini, pengelolaan keuangan haji dilakukan oleh Dirjen Haji dan Umroh Kementerian Agama.

Sumarjati sependapat agar dibentuk badan khusus. Namun, dalam naskah akademik belum menyebutkan secara menyeluruh bentuk badan khusus tersebut. Ia mengatakan, UU ini penting dalam rangka memperbaiki tata kelola penyelenggaraan ibadah haji yang jauh lebih profesional dan independen.

“Gerindra menyambut baik RUU Pengelolaan Keuangan Haji,” ujarnya.

Sumarjati mengatakan, pemanfaatan uang jamaah haji harus transparan dan akuntabel. Begitu pula pemanfaatan investasi dana umat harus jelas pengelolaanya. Ia mengatakan, dana umat yang hendak melaksanakan ibadah haji perlu pengelolaan oleh badan khusus.

Ia berharap dalam RUU PKH turut menyatakan secara jelas keberadaan badan khusus tersebut. Ia mengusulkan agar struktur badan khusus pengelola dana haji tidak berada di bawah Kementerian Agama, dan tidak pula berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Karena bukan kekayaan negara, tetapi uang jamaah,” ujarnya.

Dalam pandangan fraksinya, Sumarjati meminta dalam RUU tersebut menuangkan sanksi bagi penyelenggara yang melakukan penyelewengan. Hal itu penting agar dapat mencegah terjadinya korupsi yang berdampak bagi masyarakat. “Untuk mencegah korupsi,” imbuhnya.

Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) dalam pandangannya yang dibacakan Hasrul Azwar mengatakan, penyelenggaraan haji kian tahun kian kompleks. Hal itu disebabkan peserta yang melaksanakan ibadah haji kian bertambah. Menurutnya, kompleksnya permasalahan penyelenggaraan haji tidak saja dari sisi spiritualitas, tetapi administrasi pengelolaan haji.

Menurutnya, PPP menyambut baik keberadaan RUU PKH. Selain menjadi payung hukum, adanya RUU tersebut akan menjadi pendorong pengelolaan keuangan dalam penyelenggaraan haji menjadi lebih baik, tepat sasaran, transparan dan akuntabel.
“RUU ini menjadi payung hukum agar menjadi manfaat bagi jamaah. Apalagi danna haji memiliki kekhususan karena dana umat, maka harus jelas pengelolaanya dengan payung hukum,” ujarnya.

Lebih jauh Hasrul berpandangan selama ini Kementerian Agama menerima setoran haji berdasarkan kehendak UU. Namun khusus pengelolaan keuangan haji tidak termasuk pengelolaan anggaran negara. Pasalnya, belum terdapat payung hukum yang mengatur pengelolaan keuangan haji. Lebih lanjut Hasrul mengatakan, laporan dana haji terpisah dengan dana APBN.

Makanya perlu dibentuk badan khusus pengelolaan keuangan ibadah haji. Menurutnya, semakin beratnya Dirjen Haji dan Umroh dalam mengelola haji, Kementerian Agama tidak dimungkinkan dapat mengelola keuangan haji dengan baik akibat keterbatasan sumber daya manusia.

“Selama ini dana haji sangatlah besar jumlahnya, maka perlu dikelola dengan membentuk badan pengelola keuangan haji. Pengelolaanya prinsipnya berbasis syariah, akuntabel dan mendapat nilai manfaat.  Selain itu dana haji dikelola secara modern dan profesional,” ujarnya.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengamini pandangan seluruh fraksi. Menurutnya, keinginan sembilan fraksi agar dapat menuntaskan RUU tersebut sebelum Oktober mendatang sejalan dengan harapan pemerintah. Dia mengatakan, terbitnya RUU tersebut lahir dari refleksi dan harapan besar masyarakat dalam sistem pentyelanggaraan haji.

Dikatakan Lukman, selama ini penyelenggaraan haji dan pengelolaan keuangan haji dilakukan oleh Dirjen Haji dan Umroh. Ia berpandangan beban Dirjen tersebut amatlah besar. Oleh sebab itu, perlu pemisahan antara penyelenggaraan dan pengelolaan keuangan agar tercipta akuntabilitas, transparan dan bernilai manfaat lebih bagi jamaah haji.

Terkait dengan badan khusus pengelolaan keuangan haji, Lukman mengakui dalam RUU tersebut belum gamblang. Maka dari itu, dalam pembahasan nanti perlu masukan dari seluruh fraksi setelah membuat Daftar Invetarisir Masalah (DIM).

“Perlu masukan dari berbagai fraksi agar jelas sosok badan ini,” pungkas mantan Wakil Ketua MPR itu.
Tags:

Berita Terkait