DPR Tanggapi Pengujian UU BPJS
Berita

DPR Tanggapi Pengujian UU BPJS

Dalil permohonan tidak beralasan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.

ASH
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana (berdiri) usai menyampaikan keterangan dalam sidang uji materi UU BPJS, Rabu (24/6). Foto: Humas MK
Anggota Komisi III DPR I Putu Sudiartana (berdiri) usai menyampaikan keterangan dalam sidang uji materi UU BPJS, Rabu (24/6). Foto: Humas MK
Setelah pemerintah, kini giliran Dewan Perwakilan Rakyat menyampaikan keterangan dalam sidang lanjutan pengujian UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Permohonan pengujian  diajukan pemerhati jaminan sosial Yaslis Ilyas, Kasir Iskandar, Odang Muchtar, dan Dinna Wisnu. Mereka mempersoalkan aturan komposisi Dewan Pengawas BPJS dan pemisahan aset BPJS dengan aset dana jaminan social.

Dalam keteranganya, DPR membantah dalil para pemohon yang menyatakan Penjelasan Pasal 21 UU BPJS telah membatasi hak warga negara yang ingin menjadi Dewan Pengawas BPJS lantaran tidak memiliki afiliasi dalam organisasi pekerja atau pengusaha. Penyelenggaraan jaminan sosial dibiayai peserta yang antara lain berasal dari dana pengusaha dan pekerja sendiri.

“Ditambah adanya unsur pemerintah dan tokoh masyarakat (akademisi, pakar) pun menjadikan peran Dewan Pengawas menjadi representasi dan mewakili kepentingannya masing-masing,” ujar anggota Komisi III DPR, I Putu Sudiartana dalam sidang lanjutan pengujian UU BPJS di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (24/6).

Putu melanjutkan Pasal 25 ayat (1) huruf f UU BPJS terkait pembatasan usia anggota Dewan Pengawas dan Direksi BPJS yang minimal 40 tahun dan maksimal 60 tahun, bukan bentuk diskriminatif, melainkan persyaratan lazim yang ditentukan Undang-Undang. Dia beralasan rentang usia tersebut dianggap telah memiliki kapasitas/kemampuan baik sisi intelektualitas, kecerdasan spiritual dan emosi, dan kematangan perilaku.

Putu mengutip putusan MK No. 56/PUU-X/2012 mengenai pengujian UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) terkait batas usia hakim PHI yang menyatakan penentuan batas usia hakim merupakan kebijakan hukum terbuka yang sewaktu-waktu dapat diubah pembentuk UU. “Dengan demikian, penentuan batas usia sepenuhnya kewenangan pembentuk UU,” kata dia dalam persidangan yang dipimpin Arief Hidayat.

Terkait pemisahan aset dalam Pasal 41 ayat (2) dan Pasal 42, Pasal 43 ayat (2), DPR pun menganggap dalil permohonan yang menilai pemisahan aset/dana dalam penggunaannya menimbulkan konflik kepentingan adalah keliru. Sebab, pemisahan aset BPJS dan Aset Dana Jaminan Sosial (DJS) justru bertujuan agar pemanfataan (dana) untuk peserta dengan dana operasional, tidak tercampur.

Dijelaskan Putu, BPJS merupakan badan hukum publik yang tidak terpisah dari organ pemerintah yang berakibat pada sistem pertanggungjawaban keuangan BPJS kepada presiden. Cuma, BPJS diberikan otonomi dalam mekanisme pengelolaan aset yang dipisahkan dari aset kementerian atau lembaga. Karenanya, yang akan masuk dalam laporan pemerintah hanya arus keluar masuk uang dari bank ke BPJS.

“Dana dari pemberi kerja dan pekerja berstatus menjadi dana yang diamanatkan BPJS untuk mengelolanya sesuai UU SJSN. Lagipula, pemisahan aset ini juga sesuai prinsip kehati-hatian dalam Pasal 4 huruf d UU BPJS. Karena itu, dalil permohonan tidak beralasan dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.”

Sebelumnya, para pemohon memohon pengujian Pasal 21 ayat (2) beserta Penjelasannya, Pasal 25 ayat (1) huruf f, Pasal 41 ayat (2), Pasal 42, dan Pasal 43 ayat (2) UU BPJS terkait komposisi Dewan Pengawas BPJS dan pemisahan aset BPJS dengan aset dana jaminan sosial.

Misalnya, Pasal 21 ayat (2) UU BPJS beserta penjelasannya membuka ruang terpilihnya  Dewan  Pengawas BPJS dinilai tidak  sesuai  dengan  kehendak rakyat karena ada dua  unsur  pemerintah. Hal ini bisa menimbulkan ketidakindependenan pengawasan  yang  dilakukannya.

Selain itu, Pemohon menilai berdasarkan ketentuan tersebut, yang dapat menduduki jabatan dalam jajaran Dewan Pengawas BPJS Kesehatan hanya yang tergabung dalam jajaran pemerintahan, jajaran pemberi kerja, pekerja, dan tokoh masyarakat yang sulit ditentukan kriterianya.

Pemohon juga menggugat ketentuan batasan usia Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 25 ayat (1) huruf f UU BPJS yang dinilai telah menghambat kinerja BPJS Kesehatan. Seharusnya, didasarkan pada kriteria yang diukur dari jenjang pendidikan formal dan didasarkan pada kompetensinya.

Menurut pemohon, tidak diperlukan pemisahan aset karena penggunaan dan pemanfaatannya telah menimbulkan konflik kepentingan. Pemisahan aset tersebut menjadikan direksi BPJS akan merasa aset BPJS sebagai miliknya. Padahal sebagai badan hukum publik, aset pemerintah dan tidak boleh dipisahkan karena merupakan aset rakyat. Karena itu, Pemohon meminta MK untuk menghapus pasal-pasal itu.
Tags:

Berita Terkait