Empat Pasal tentang Jenazah dalam RUU KUHP
Berita

Empat Pasal tentang Jenazah dalam RUU KUHP

Nama baik orang yang meninggal pun tidak boleh dihina. Berangkat darei kenyataan sosiologis.

MYS/M-14
Bacaan 2 Menit
Empat Pasal tentang Jenazah dalam RUU KUHP
Hukumonline

Tim penyusun RUU KUHP kembali meneguhkan pasal-pasal tentang jenazah dan pemakaman yang selama ini juga diatur dalam KUHP. Dalam RUU, gangguan terhadap pemakaman dan jenazah diatur empat pasal, yakni Pasal 312-315.

Larangan yang dimuat beragam. Pasal 312, misalnya, memuat larangan menghalang-halangi jalan masuk ke pemakaman, termasuk mengganggu upacara penguburan jenazah. Ancamannya bisa maksimal satu tahun penjara atau denda.

Ancaman yang sama diberlakukan kepada setiap orang yang secara melawan hukum menodai kuburan, merusak kuburan, atau merusak atau menghancurkan tanda peringatan di kuburan. Rumusan Pasal 313 RUU ini mengingatkan pada kasus-kasus pembongkaran kuburan dan pengambilan jasad bayi yang pernah terjadi, misalnya, di Sedati Sidoarjo. Pencurian mayat biasanya dihubungkan dengan klenik dan medik, ilmu kebal atau pesugihan.

Pasal 314 RUU mengatur larangan mengambil barang yang ada pada jenazah, menggali, membongkar, mengambil, memindahkan, mengangkut, atau memperlakukan secara tidak beradab jenazah yang sudah digali atau diambil. Ancamannya maksimal dua tahun penjara atau denda.

Upaya menyembunyikan kematian atau silsilah kelahiran seseorang dengan cara mengubur, menyembunyikan, membawa, atau menghilangkan jenazahnya juga termasuk yang bisa dipidana. Berdasarkan rumusan Pasal 315 RUU ancaman hukumannya maksimal satu tahun atau pidana denda.

Anggota tim penyusun RUU KUHP, Mudzakkir, mengatakan masuknya pasal-pasal tentang jenazah dan pemakaman dalam RUU KUHP merujuk pada landasan sosiologis. Faktanya, masyarakat Indonesia memberikan penghormatan kepada manusia, mulai saat masih dalam kandungan, lahir dan hidup, hingga meninggal. Penghormatan terhadap orang yang sudah mati itu diwujudkan antara lain dalam bentuk upacara dan ziarah. Penghormatan itu bukan hanya terhadap jasa, tetapi juga fisik.

“RUU KUHP tetap menghormati manusia meskipun telah mati,” jelas dosen hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu kepada hukumonline.

Tags:

Berita Terkait