Publisitas bagi Advokat
Antara Tekanan Klien dan Pelanggaran Kode Etik
Fokus

Publisitas bagi Advokat
Antara Tekanan Klien dan Pelanggaran Kode Etik

Hati-hati kalau membuat pengumuman atau iklan di media massa! Peringatan ini mungkin terkesan biasa, tetapi kadang bisa menjadi penyelamat, khususnya bagi para pengacara atau advokat. Apa pasalnya? Tentu, karena adanya larangan pemasangan iklan yang berlebihan dan publisitas bagi advokat.

Tri/APr
Bacaan 2 Menit

Definisi "secara berkepatutan" bisa menimbulkan berbagai interpretasi. Kepatutan seperti apa? Apakah juga larangan beriklan ini merupakan harga mati, tanpa ada ketentuan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh diiklankan. Pasalnya, di koran pun sering terlihat beberapa firma hukum dengan lawyer-nya memasang iklan tentang kliennya. Bahkan, ada yang memasang iklan setengah halaman koran.

Grey area

Advokat senior Mardjono Reksodiputro mengakui banyak problematika berkaitan dengan larangan advokat beriklan dan mencari publisitas. Alasannya anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) ini, larangan beriklan dan publisitas bagi advokat  berada di daerah abu-abu (grey area). Untuk itu, organisasi advokat sendirilah yang menentukan rasa (taste) tentang sejauh manakah larangan iklan dan publisitas itu.

Namun, yang perlu diperhatikan dari larangan beriklan dan publisitas yang berlebihan adalah prinsip-prinsip yang terkandung dalam KEAI. "Jangan melihat kode etik itu dari apa yang tertulis, tapi juga harus dipahami dari apa maksud dari pasal-pasal yang ada dalam KEAI. Termasuk, larangan beriklan dan publisitas," papar Mardjono kepada hukumonline.

Prinsip larangan beriklan dan publisitas pada dasarnya melekat pada profesi advokat. Seorang advokat memiliki keahlian tertentu. Keahlian utamanya ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Nah karena pekerjaannya diabdikan kepada masyarakat, advokat dilarang menawarkan diri dengan mengatakan: "Kalau Anda punya problem hukum, datanglah kepada saya".

Toh, bukan berarti advokat tidak boleh memberi tanda di muka rumah atau kantornya dengan papan nama. Tentu dengan batasan, tidak mengiklankan diri bahwa seolah-olah datanglah kepada sang advokat karena ia lah ahlinya. "Ini penting, karena kalau sudah demikian, berarti advokat beriklan dalam arti marketing. Nah, kalau tujuannya sudah marketing itu yang tidak boleh," papar Mardjono.

Menurut Mardjono, larangan marketing bagi advokat seperti itu karena itu di bawah kehormatannya sebagai advokat. Jika sang advokat memberitahukan bahwa dirinya ahli di bidang tertentu, itu boleh saja. Misalnya, mempunyai kartu pengenal yang mengklaim mempunyai kemampuan khusus di bidang tertentu, seperti kepailitan atau asuransi.

Yang tidak boleh, kalau advokat mengiklankan dirinya kepada masyarakat bahwa kalau ada yang mempunyai masalah kepailitan atau asuransi, datanglah kepadanya. "Apalagi kalau hal itu sudah dimasukkan ke dalam koran, tentu saya melihatnya sebagai hal yang tidak boleh," ucap Mardjono.

Halaman Selanjutnya:
Tags: