Fred Tumbuan Tafsirkan Pasal 23 UU Advokat
ABNR vs Eks Klien

Fred Tumbuan Tafsirkan Pasal 23 UU Advokat

Ada dualisme pandangan yang diberikan Fred Tumbuan.

HRS
Bacaan 2 Menit
Advokat senior Fred Tumbuan. Foto: Project HOL.
Advokat senior Fred Tumbuan. Foto: Project HOL.
Advokat senior Fred Tumbuan mengatakan penafsiran aturan advokat asing dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak bisa dilakukan secara sepotong-sepotong.

Fred mengutarakan hal ini ketika tampil sebagai ahli dalam sidang gugatan Sumatra Partners LLC melawan firma hukum Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR), Selasa (6/5) lalu. Fred hadir di persidangan atas undangan pihak ABNR.

Berdasarkan rekaman sidang yang diperoleh hukumonline, Fred meminta agar setiap orang harus sangat berhati-hati dalam menafsrirkan suatu undang-undang. Penafsiran tidak boleh terlepas dari konteks saat menafisrkan suatu hukum serta harus memahami rasio legis atau filosofis dari pasal-pasal tersebut. Jika tidak, bisa terjadi penyesatan penafsiran.

“Kalau menafsirkan ketentuan hukum, harus diperhatikan konteks. Jangan hanya melihat satu ayat saja dan melepaskan ayat (2) dan (3). Ini menyesatkan,” ucap Fred dalam persidangan.

Fred memulai menafsirkan ketentuan Pasal 23 UU Advokat. Ia menuturkan pasal ini berbicara mengenai kedaulatan hukum Indonesia. Sebagai negara hukum yang berdaulat, advokat asing dilarang merecoki hukum acara Indonesia. Advokat asing dilarang beracara di muka persidangan dan hak ini mutlak didominasi oleh advokat Indonesia.

Sebab, tidak hanya semata soal hukum formil, tetapi juga masuk perihal hukum adat Indonesia. Hal ini, sambung Fred, tentu tidak diketahui oleh advokat asing meskipun Bapak Hukum Adat sendiri berasal dari Belanda, Van Vollenhoven.

Pasal 23 UU Advokat
  1. Advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik dan/atau membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia.
  2. Kantor Advokat dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing atas izin Pemerintah dengan rekomendasi Organisasi Advokat.
  3. Advokat asing wajib memberikan jasa hukum secara cuma-cuma untuk suatu waktu tertentu kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum.
  4. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara mempekerjakan advokat asing serta kewajiban memberikan jasa hukum secara cuma-cuma kepada dunia pendidikan dan penelitian hukum diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

“Saya yang getol sekali menjaga kedaulatan advokat indonesia. Pasal 23 kalau di pengadilan, absolut hak advokat indonesia. Jangan sekali-kali berikan pengecualian karena ini mutlak ranah yang harus dijaga kedaulatannya oleh advokat Indonesia,” tegas Fred lagi.

Namun, pembuat undang-undang menyadari jika negara tidak bisa lepas dari kehidupan internasionalnya. Indonesia bukanlah negara yang terisolasi dari negara-negara lain. Untuk itu, lahirlah ayat (2) dan (3) di pasal tersebut mengenai lahan kerja advokat asing. Menurut Fred, dua ayat ini adalah lex specialist dari ayat sebelumnya.

Pasal 23 ayat (2) mengatur advokat asing yang bekerja sebagai karyawan atau tenaga ahli di suatu kantor hukum Indonesia yang telah mendapat izin pemerintah dengan rekomendasi organisasi advokat, dapat memberikan pendapat hukumnya dalam bidang hukum asing.

Lebih lanjut, Fred menjelaskan frasa hukum asing itu sendiri adalah hukum dari negara asalnya atau hukum internasional di bidang bisnis dan arbitrase. Sebab, jika telah menyangkut hukum asing, para advokat Indonesia tetap tidak dapat mengatakan dirinya mampu atau menguasai hukum asing tersebut. Hal ini dapat menipu para klien asing mereka.

“Sangat arogan jika mereka mengatakan cakap atau mahir dalam hukum asing, bisa saja ia bisa. Saya misalnya, cukup tahu tentang common law. Saya tidak akan mengatakan saya ahli. Itu adalah suatu arogansi,” lanjutnya.

Ketika tim pengacara ABNR bertanya jika advokat asing itu adalah warga negara Belanda, Fred mengatakan adalah wajar jika advokat asal Belanda ini dilibatkan untuk membantu advokat Indonesia demi memberikan jasa yang berkualitas. Pasalnya, berdasarkan pengalamannya, seorang warga Belanda yang telah lulus syarat sebagai seorang advokat, sudah dapat dipastikan menguasai hukum perdata Indonesia, termasuk hukum jaminan kebendaan Indonesia. Karena, hukum-hukum Indonesia berasal dari Belanda.

Fred pun menceritakan pengalamannya bahwa ia selalu berdiskusi dengan advokat Belanda yang dahulu ia pekerjakan di kantornya. “Tolol kalau saya tidak melakukannya karena mereka menguasai sumber-sumbernya, baik bahasa Perancisnya maupun Belanda,” lanjutnya.

Ketika ditanya lebih tajam lagi, bagaimana jika yang dilakukannya adalah memberikan nasihat hukum, Fred menjawab justru advokat Belanda tersebut melakukan peran advokat asing yang kebetulan advokat asing itu berwarganegara Belanda. Namun, Fred kembali mengingatkan nasihat hukum itu harus sejalan dengan Pasal 23 ayat (2) UU Advokat.

Fred juga mengatakan bahwa tidak menjadi masalah apabila advokat Belanda menjadi ketua tim pengacara Indonesia. Fred berpandangan bahwa advokat Belanda tersebut sangat menguasai hukum perdata Indonesia dan hukum jaminan Indonesia. Bahkan lebih daripada advokat indonesia.

“Itu kenyataan. Ini kan advokat belanda yang melakukannya, fasih bahasa Belanda. Apa salahnya, masuk di akal malah dan bodoh kalau mempekerjakan orang dan tidak menggunakan keahliannya asal sesuai dengan hukum negaranya ya,” tegasnya.

Kuasa hukum Sumatra Partners LLC, Fredrik J Pinakunary bertanya apakah firma hukum Fred mempekerjakan advokat asing? Pertanyaan ini dianggap tidak relevan oleh majelis hakim. Namun, Fred memutuskan menjawabnya. Advokat senior ini pun menjawab pada mulanya ia memang mempekerjakan advokat asing, tetapi akhirnya ia memutuskan untuk tidak mempekerjakan lagi karena ia menganggap dirinya lebih mengetahui hukum Belanda ketimbang advokat asing dari Belanda yang ia pekerjakan.

Fredrik pun lanjut bertanya yaitu bagaimana jika Fred yang mengetahui dengan baik hukum Belanda dan fasih bahasa Belanda lalu memberikan pendapat hukum tentang hukum Belanda. Fred menjawab bahwa hal tersebut adalah arogan.

“Bodoh kalau saya berikan, karena di situ maaf ya, saya lalu berarogansi bahwa saya mempunyai kewenangan memberikan jasa hukum di belanda. Begini ya, justru saya katakan saya tidak pernah akan berani mengatakan saya seorang ahli bahkan tentang hukum Indonesia pun tidak,” pungkasnya.

Usai persidangan, Fredrik mengatakan bahwa pandangan Fred BG Tumbuan mengandung dualisme. Sebab, di satu sisi Fred mengatakan ada suatu bentuk arogansi jika seorang advokat asing memberikan pendapat hukum tentang hukum negara lain, terlebih lagi hukum Indonesia. Begitu pula sebaliknya, adalah suatu kesombongan jika advokat Indonesia yang sangat menguasai hukum Belanda serta fasih bahasa Belanda memberikan pendapat hukum tentang hukum Belanda.

Akan tetapi, menjadi tidak arogan jika advokat asing tersebut adalah orang Belanda karena dinilai sangat memahami hukum perdata dan jaminan Indonesia mengingat sumber hukum ini berasal dari Belanda. “Ini dualisme,”  tandasnya.

Sebagai informasi, Sumatera Partners menggugat ABNR senilai AS$4 juta karena dianggap telah melakukan malpraktik ketika memberi opini kepada Sumatra. ABNR dinilai telah lalai melakukan pengecekan sehingga terjadi fidusia ganda, adanya bank garansi palsu, serta melibatkan advokat asingnya dalam memberi opini padahal hal tersebut dilarang undang-undang di Indonesia.

Dalam gugatannya, Sumatra juga menilai penempatan advokat asing ABNR bernama Oene J Marseille sebagai pemimpin tim advokat ABNR dalam transaksi Sumatra diindikasikan telah membahayakan kepentingan Sumatra. Pasalnya, Oene bukanlah advokat Indonesia yang memiliki kualifikasi untuk memberikan nasihat terkait hukum Indonesia.
Tags:

Berita Terkait