Harmonisasi RUU KPK Dikebut, Ini Pasal yang Diusulkan Direvisi
Utama

Harmonisasi RUU KPK Dikebut, Ini Pasal yang Diusulkan Direvisi

Penyelidik dan penyidik berasal dari Polri. Kewenangan SP3 diberikan pada case tertentu, misalnya tersangka sakit keras dan meninggal dunia.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES
Resmi sudah UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk dalam Prolegnas prioritas 2016. Badan Legislasi (Baleg) bergerak cepat setelah paripurna meresmikan persetujuan revisi UU tersebut. Harmonisasi Revisi Undang-Undang (RUU) berlangsung di ruang Baleg. Setidaknya, sebanyak 40 anggota yang mengusulkan revisi UU KPK dari enam fraksi.

Fraksi PDIP, sebagai partai pemerintah belakangan kekeuh melakukan revisi. Agenda harmonisasi dengan mendengarkan masukan dari pihak pengusul dan sejumlah fraksi. Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Risa Mariska, mengatakan pihaknya sudah memberikan catatan terhadap pasal mana saja yang layak direvisi.

Pertama aturan penyadapan yang diatur dalam Pasal 12A-12F. Aturan tersebut terkait dengan mekanisme dalam melakukan penyadapan beserta perizinan. Menurutnya, perlunya keberadaan dewan pengawas. Setidaknya dengan memberikan kewenangan dewan pengawas sebagai pihak yang memberikan perizinan penyadapan dapat mengontrol kewenangan KPK tersebut.

Kedua, keberadaan dewan pengawas diatur dalam Pasal 37A hingga 37F. Pasal tersebut mengatur pembentukan Dewan Pengawas, pengangkatan dan pemberhentian anggota, hingga tugas pokok fungsi dan kewenangannya. Menurutnya, Dewan Pengawas lebih pada ranah etik. “Ini hanya usulan, kalau ada yang dirasa kurang,” ujarnya.

Ia berpandangan RUU KPK mesti sesuai dengan hukum acara pidana. Setidaknya, ketika sinkron dengan KUHAP dapat membangun sinergisitas antara lembaga penegak hukum lainnya. Ketiga, ketentuan yang mengatur pengangkatan penyidik dan penyelidik sebagaimana diatur dalam Pasal 43, 43A, 43B, 45, 45A, dan 45B. Intinya, penyelidik berasal dari Polri yang diperbantukan pada KPK dengan masa tugas minimal 2 tahun. Aturan persyaratan penyelidik pun diatur secara gamblang.

“Adapun mengenai penyidik diatur dalam Pasal 45, Pasal 45A, dan Pasal 45B, penyidik pada KPK merupakan penyidik yang diperbantukan dari Polri, Kejaksaan RI, dan penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang diberi wewenang khusus oleh UU dengan masa tugas minimal 2 tahun. Selain itu, juga diatur persyaratan bagi penyidik KPK,” ujarnya.

KPK pun diberikan kewenangan penghentian penyidikan perkara. Ya, Pasal 40 menjadikan payung hukum KPK dapat menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Pasal 40 menyatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara Tindak Pidana Korupsi.

‎Ketika seseorang sudah ditetapkan Tersangka (TSK), kalau sakit atau meninggal, tidak mungkin dia punya cap sebagai tersangka. KPK kita tidak izinkan untuk ke semua orang,” katanya.

Anggota Baleg dari Fraksi Hanura Dossy Iskandar Prasetyo mengatakan, penyadapan mesti diatur agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Ia menilai posisi pimpinan KPK mesti independen yang juga tetap diawasi oleh dewan pengawas. Namun begitu, perlu diperjelas siapa pihak yang melakukan pengawasan. Yang pasti, bila terdapat lembaga dewan pengawas, mesti terbebas dari intervensi manapun, khususnya pengawasan di bidang penyadapan.

Anggota Baleg dari Fraksi PPP Arsul Sani optimis pembahasan RUU KPK dapat dilakukan dengan cepat. Dengan begitu, dapat disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna. Setidaknya, DPR dan pemerintah memiliki komitmen terhadap fokus revisi UU KPK. “Saya berpendapat ini bukan pelemahan,” imbuhnya.

Masih baca draf lama
Anggota Baleg dari Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul menilai RUU KPK cenderung melemahkan lembaga antirasuah itu. Menurutnya, KPK yang lahir di era kepemimpinan negeri dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri –kini Ketua Umum PDIP- justru direvisi disaat partai itu kembali berkuasa. “Kalau (KPK) sudah kuat ngapain direvisi. Revisi ini untuk melemahkan KPK,” imbuhnya.

Terkait dengan penolakan sejumlah pimpinan KPK Jilid IV, Risa memakluminya. Pasalnya, mereka masih membaca draf terakhir yang kini berada di Baleg. Ia menilai penolakan dari berbagai kalangan terbilang wajar. Pasalnya publik teramat mencintai lembaga KPK yang terdepan dalam pemberantasan korupsi.

“KPK belum baca draf terakhir, KPK hanya membaca draf yang lalu. Kalau mau perbaiki kita duduk lagi sama-sama kasih kita masukan,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait