ICW: Periksa Novanto, Kejagung Tidak Perlu Izin Presiden
Berita

ICW: Periksa Novanto, Kejagung Tidak Perlu Izin Presiden

Telah dijelaskan dalam UU MD3.

Oleh:
RFQ/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Dalam rangka melakukan pemeriksaan rangkaian proses hukumterhadap Setya Novanto, Kejaksaan Agung tak perlu meminta izin dari presiden. Demikian disampaikan Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW),Donal Fariz,di Jakarta, Rabu (6/1).

“Jawabannya tidak (perlu meminta izin presiden, red). Karena ketentuan Pasal 245 Ayat 3 huruf c UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) secara jelas dan tegas mengecualikan permintaan izin pemeriksaan kepada Presiden dalam hal disangka melakukan tindak pidana khusus,” ujarnya.

Pasal 245 ayat (1) UU MD3 menyatakan, “Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan”.

Sedangkan ayat (3) menyatakan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

Menurut Donal,  Jampidsus Arminsyah beranggapan Setnov berpotensi melanggar Pasal 15 UU No.20 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pasal itu menyatakan, “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14”.

Ia menilai Mahkamah Konstitusi dalam putusannya telah mengoreksi norma ketentuan izin pemeriksaan yang awalnya berada di MKD menjadi kewenangan presiden. Menurutnya, langkah Kejaksaan Agung meminta izin kepada presiden dalam memeriksa Setya Novanto yang diduga melakukan tindak pidana khusus (baca: dugaan korupsi) adalah tidak tepat. Pasalnya, kata Donal, Ketentuan UU MD3 dan Putusan MK tidak mensyaratkan demikian.

“Kejaksaan Agung harus segera melakukan langkah hukum lanjutan secepat mungkin untuk memeriksa Setya Novanto. Serta mengungkap ada atau tidaknya tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia yang terjadi beberapa waktu lalu,” katanya.

Seperti diketahui, saat ini Kekjaksaan Agung sedang mengusut dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan Setya Novanto dan M. Riza Chalid. Keduanya diduga melakukan lobi untuk perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Keduanya bertemu dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, di Hotel Ritz Carlton Jakarta pada 8 Juni 2015 dan meminta saham proyek PLTU di Papua dan mengusulkan saham Freeport Indonesia untuk Jokowi dan Kalla.Kejaksaan Agung sendiri sudah mengirim surat ke Presiden Joko Widodo untuk meminta izin memeriksa Setya Novanto, surat sudah diterima pada 24 Desember 2015.

Beberapa orang telah dimintai keterangan oleh Kejagung terkait perkara itu, antara lain Maroef Sjamsoeddin, Menteri ESDM Sudirman Said, Deputi Kantor Staf Presiden Darmawan Prasodjo, dan seorang staf pribadi Setya Novanto.

Saat melakukan kunjungan ke Kejagung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan siap membantu Kejagung untuk menuntaskan kasus korupsi sesuai kewenangan KPK. “Kami belum bicara (kasus Setya Novanto) itu. Pokoknya, kita siap membantu menuntaskan kasus apa saja sesuai kewenangan KPK, tidak sebatas kasus Setya Novanto,” kata Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.
Tags:

Berita Terkait