Industri Asuransi Perkirakan Nilai Pertanggungan Mencapai Rp4,2 triliun
Gempa DIY:

Industri Asuransi Perkirakan Nilai Pertanggungan Mencapai Rp4,2 triliun

Total estimasi nilai uang pertanggungan asuransi (sum insured) dari bencana gempa di DI Yogyakarta dan sebagian wilayah Jateng tercatat sebesar Rp 4,2 triliun. Sedang estimasi nilai kerugian asuransi riil masih menunggu hasil penilaian tim surveyor dan penilai kerugian.

Lut
Bacaan 2 Menit
Industri Asuransi Perkirakan Nilai Pertanggungan Mencapai Rp4,2 triliun
Hukumonline

 

Kalau kami tidak minta, mereka tidak akan memberi. Karena itu kami akan terus proaktif. Ini penting agar masyarakat khususnya peserta asuransi tahu kalau klaim asuransi mereka sudah diselesaikan atau belum. Ini juga terkait dengan masalah citra, ujarnya.

 

Seperti diketahui, sehari sebelumnya Selasa (30/5), AAUI menggelar konferensi pers berkaitan dengan asuransi gempa bumi di Yogyakarta dan sebagian wilayah Jateng. Konferensi pers yang dihadiri oleh Ketua Umum AAUI Frans Y Sahusilawane dan didampingi Kornelius Simandjuntak (Dirut Himalaya Pelindung) dan Harry Kaporo (Dirut Nasional Re) mengumumkan nilai pertanggungan asuransi akibat gempa tersebut.

 

Uang pertanggungan ini merupakan nilai klaim atau manfaat agregat yang akan dibayarkan perusahaan asuransi ketika kerugian tersebut dianggap total loss. Nilai ini bisa saja berbeda dengan klaim yang diverifikasi pihak penilai kerugian (loss adjuster)

 

Sahuisilawane mengatakan bahwa total nilai uang pertanggungan asuransi (sum insured) dari bencana gempa di DI Yogyakarta dan sebagian wilayah Jateng tercatat sebesar Rp4,2 triliun. Nilai ini berasal dari 200 objek pertanggungan baik dari sektor industri, komersial dan residensial.

 

Rinciannya adalah untuk risiko komersial, uang pertanggungannya sebesar Rp 3 triliun, industrial Rp1,1 triliun, dan residensial sebesar Rp 28,5 miliar. Jika didasarkan pada area bencana, nilai uang pertanggungan terbesar berasal dari wilayah Yogyakarta sebesar Rp2,8 triliun, Boyolali Rp824 miliar dan Magelang Rp396 miliar.

 

Dari nilai total ini sebesar Rp4,2 triliun, lanjut Sahusilawane, sekitar 25 persen akan ditanggung oleh PT MAI PARK atau sebesar Rp1,04 triliun. Meski demikian MAI PARK yang merupakan perusahaan asuransi khusus menangani risiko gempa bumi dan katastropik yang sahamnya dimiliki seluruh perusahaan asuransi kerugian nasional, akan memecah pertanggungan itu. Dari nilai Rp1,04 triliun tersebut, sekitar Rp50 miliar ditanggung sendiri MAI PARK dan sisanya dilempar ke perusahaan re-asuransi dalam negeri maupun reasuransi luar negeri, ungkapnya.

 

Saat ini, perusahaan re-asuransi nasional yang sering menjadi langganan anggota AAUI adalah Tugu-Re, Mari In-Re, Nasional-Re dan Re-Indo. Sedang re-asuransi luar negeri diserahkan ke masing-masing anggota.

 

Dalam jumpa pers itu juga dinyatakan bahwa pemegang polis yang mendapat jaminan asuransi yaitu pemegang polis standar asuransi gempa bumi Indonesia (PSGBI), polis standar asuransi kebakaran Indonesia (PSAKI), polis standar asuransi kendaraan bermotor Indonesia (PSAKBI) atau sejumlah polis named perils lainnya yang diperluas dengan jaminan risiko gempa bumi. Selain itu pertangungan juga diberikan terhadap sejumlah polis all risks, polis asuransi kecelakaan diri atau polis asuransi jiwa yang tidak mengecualikan risiko gempa bumi.

 

Polis-polis ini dikeluarkan oleh sekitar 40 perusahaan asuransi umum yang berada di Yogyakarta dan Jateng. Ke-40 Perusahaan tersebut merupakan bagian dari anggota AAUI yang kini berjumlah 104 perusahaan.

 

Tidak Ada Perlakuan Khusus

Pada kesempatan yang sama, Lamury menegaskan bahwa asosiasi tidak dapat menekan anggotanya agar menerapkan kebijakan dengan memperpanjang batas pelaporan klaim. Padahal ketika kasus Aceh, kalangan asuransi bersedia menunggu pelaporan hingga setahun lamanya. Soal Aceh, itu ada kekeliruan. Dan, kami tidak ingin mengulanginya, tegasnya sambil menambahkan bahwa AAUI tidak berwenang membuat kebijakan perpanjangan masa pelaporan klaim seperti kasus tsunami Aceh.

 

Ketentuan dalam PSGBI menyebutkan batas waktu pelaporan selama 30 hari sedangkan PSAKI hingga tujuh hari dan PSAKBI hanya diberi waktu tiga hari. Kami tidak mencampuri urusan kontrak asuransi sehingga ketentuan batas waktu pelaporan tetap harus dipatuhi. Namun, kami berharap perusahaan asuransi bersikap sensible dan saya kira para anggota juga memahami, ujarnya.

 

Dengan kata lain Lamury berharap agar perusahaan asuransi dapat bersikap bijaksana ketika misalnya pemilik kendaraan yang asuransinya diperluas untuk gempa bumi menyampaikan laporannya terlambat dua atau tiga hari.

 

Sementara itu, pada kesempatan lain, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, Eddy KA Berutu mengatakan bahwa laporan dari perusahaan asuransi anggotanya belum sepenuhnya terkumpul. Mudah-mudahan dalam satu-dua hari yang akan datang mulai dapat gambarannya, ujarnya.

 

Proses pendataan juga dilakukan oleh PT Asuransi Jasa Indonesia. Kabiro Humas PT Asuransi Jasa Indonesia Dewi Poedjiastuti menyebutkan pihaknya tengah menunggu data dari kantor cabang pengumpul premi terkait laporan kerugian. Kami masih menunggu data polis yang menyangkut perluasan manfaat terkait risiko gempa bumi, ungkapnya. Dia menyebutkan pengumpulan data serta proses verifikasi klaim ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar meskipun pembayaran klaimnya akan dipercepat.

Lambannya penanganan korban bencana gempa bumi Yogyakarta dan sebagian wilayah Jateng bukan hanya dirasakan oleh para pengungsi. Peserta asuransi yang telah mengasuransikan baik itu rumah, gedung perkantoran, toko, swalayan hingga kendaraan bermotor tampaknya harus gigit jari.

 

Pasalnya, hingga hari kelima paska gempa yang melanda Yogyakarta dan sebagian wilayah Jateng, perusahaan asuransi yang tergabung dalam Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) masih dalam tahap pendataan estimasi nilai pertanggungan. Sedang estimasi nilai kerugian asuransi riilnya masih menunggu hasil penilaian tim surveyor dan penilai kerugian dari PT MAI PARK. Tim ini bergabung bersama tim konsultan gempa bumi dan bencana alam dari Macquaire University.

 

Kami memperkirakan lebih dari tiga bulan atau bahkan bisa satu tahun estimasi nilai kerugian asuransi riil itu baru bisa diketahui. Ini memang butuh waktu, ujar Direktur Eksekutif AAUI Bidang Teknik Frans Lamury yang ditemui hukumonline di kantor AAUI di Jakarta Rabu (31/5).

 

Lamury menjelaskan bahwa nilai pertanggungan asuransi gempa yang disampaikan saat konferensi pers Selasa (30/5) sebesar Rp 4,2 triliun itu masih estimasi, bukan nilai uang pertanggungan asuransi riilnya. Nilai riilnya, diakui Lamury sampai sekarang belum diketahui. Seluruh anggota kami masih terus mendata. Tunggu saja, ujarnya.

 

Lama tidaknya proses pendataan ini, lanjut Lamury juga bergantung pada sikap proaktif dari masing-masing perusahaan asuransi. Pihak asosiasi hanya dapat menghimbau agar mereka segera menyelesaikannya. Selain itu, asosiasi juga tidak dapat memaksa anggotanya agar melaporkan setiap aktivitas yang telah dilakukannya terutama yang berkaitan dengan penyelesaian polis.

Halaman Selanjutnya:
Tags: