Ini Alasan Unair Kukuhkan Hatta Ali Jadi Guru Besar
Berita

Ini Alasan Unair Kukuhkan Hatta Ali Jadi Guru Besar

Karena dinilai telah berprestasi dalam mereformasi peradilan.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ketua MA Hatta Ali. Foto: SGP
Ketua MA Hatta Ali. Foto: SGP

Rektor Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Prof H Fasicht menilai Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dinilai telah berprestasi luar biasa, salah satunya dalam mereformasi peradilan, sehingga layak dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hukum di kampus tersebut.

Dalam sambutannya, Fasicht menunjuk hasil nyata turunnya secara drastis  tumpukan perkara yang ada di MA dari sebelumnya di atas 20 ribu perkara menjadi hanya 4 ribu pada akhir tahun 2014.

“Berkurangnya tumpukan perkara tersebut akan mempercepat masa tunggu para pencari keadilan untuk segera mendapat kepastian hukum,” ujar Fasicht dalam resume konferensi pers yang diperoleh dari Humas MA, di Surabaya, Sabtu (31/1).

Selain itu, adanya transparansi publikasi putusan, dimana semua putusan perkara di tingkat MA maupun lingkungan peradilan di bawahnya dapat diunggah ke website pengadilan. Bahkan, unggahan putusan tersebut saat ini sudah mencapai sekitar 1,2 jutaan dokumen putusan pengadilan.

“Atas pertimbangan itu, Pimpinan Unair mengusulkan kepada Senat Unair. Setelah Senat menelaah prestasi luar biasa itu Senat menyetujui usulan beliau sebagai guru besar. Setelah diusulkan, menteri pun menyetujui pengangkatan Hatta Ali sebagai guru besar ilmu hukum Unair,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya berharap Prof Dr Hatta Ali dapat menularkan ilmu hukum, terutama ilmu hukum praktis yang dimilikinya. Sebab, ilmu hukum praktis ini tidak bisa diperoleh melalui textbook maupun sumber lain. “Pada gilirannya nanti mahasiswa akan lebih terampil dan ahli di bidang Ilmu Hukum,” harapnya.   

Hatta Ali, pada Sabtu (31/1) di Kampus Uniar, pun resmi menyandang gelar profesor sebagai gelar kehormatan akademik tertinggi yang menjadi guru besar ilmu hukum Unair ke-13 atau guru besar yang dimiliki Unair ke-436.

Sementara, Prof. Hatta Ali menuturkan reformasi peradilan diyakini salah satu faktor penentu keberhasilan reformasi hukum demi terciptanya negara yang demokratis dan jaminan perlindungan hukum bagi warga negara. Ini disampaikannya dalam pidato ilmiahnya yang berjudul “Revitalisasi Fungsi MA melalui Reformasi Sistemik dan Berkelanjutan”.

“Proses pembaruan telah memasuki periode kedua yang tertuang dalam Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 terus mencoba mengakomodasi berbagai dinamika kemajuan yang telah dicapai,” tutur Hatta Ali.

Beberapa agenda pembaruan penting yang telah dilaksanakan badan peradilan yaitu (1) memperluas akses publik terhadap layanan pengadilan; (2) mengatasi lambatnya waktu penyelesaian perkara melalui (a) pembenahan manajemen perkara dan (b) implementasi sistem kamar untuk mendorong konsistensi putusan; dan (3) meningkatkan integritas Badan Peradilan.

Hatta memaparkan dalam pembaruan peradilan ini berbagai inovasi telah diupayakan MA. Diantaranya, percepatan penyelesaian perkara dan layanan informasi dengan sistem CTS (Case Tracking System), Implementasi SK KMA No. 119/KMA/SK/VII/2013 tentang Penetapan Hari Musyawarah dan Ucapan pada MA, SK KMA No. 214/KMA/SK/XII/2014 menetapkan bahwa perkara harus dapat dikirim kembali ke pengadilan pengaju dalam jangka waktu paling lama 250 hari setelah diterima di MA.

“Pembaruan manajemen perkara dengan akses keterbukaan informasi hingga titik tertentu telah berhasil meningkatkan efisiensi dalam penanganan perkara dan mengurai permasalahan lamanya waktu beracara,” paparnya.

Sejak 2011, MA pun telah menerapkan sistem kamar untuk mendorong konsistensi putusan yang akhirnya diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan publik. Melalui sistem kamar ini penyelesaian perkara dikelompokkan berdasarkan spesialisasi pengetahuan dan keahlian hakim. Saat ini terdapat lima kamar perkara teknis yaitu Kamar Pidana, Kamar Perdata, Kamar Agama, Kamar Tata Usaha Negara, dan Kamar Militer.

“Sistem kamar ini telah meningkatkan kualitas dan konsistensi putusan karena perkara hanya diperiksa oleh hakim yang memiliki latar belakang pengetahuan yang sesuai,” ujar pria yang juga menjabat Presiden ASEAN Law Association periode 2012-2015 ini.

Terkait integritas, lanjut Hatta, badan peradilan telah menerapkan dua sistem pengawasan internal dan eksternal yang dilakukan Bawas MA dan Komisi Yudisial (KY). Kedua lembaga telah mengoptimalkan proses penanganan pengaduan dan pemeriksaan. Dalam pelaksanaan kerjanya Badan Pengawasan telah berkontribusi positif terhadap upaya untuk meningkatkan integritas badan peradilan

“Fungsi MA dalam melakukan pengawasan kini semakin efektif dengan semakin meningkatnya fungsi pengawasan internal,” tegas alumnus FH Unair ini.

Tags:

Berita Terkait