Ini Pasal-Pasal UU TPPU yang Diuji Akil ke MK
Berita

Ini Pasal-Pasal UU TPPU yang Diuji Akil ke MK

Sudah ada beberapa perkara TPPU yang diajukan KPK telah berkekuatan hukum tetap.

NOV
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Foto: RES.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Foto: RES.

Bila sebelumnya enggan terbuka lebar seputar ketentuan apa saja yang diuji oleh Akil Mochtar ke Mahkamah Konstitusi (MK), kini pengacara Akil sudah mau berbagi informasi seputar pasal-pasal yang dianggap merugikan hak konstitusional Akil. Setidaknya, ada sembilan pasal dalam UU TPPU yang diuji ke MK.  

“Yaitu, Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 69, Pasal 76 ayat (1), Pasal 77, Pasal 78 ayat (1) dan Pasal 95,” ujar pengacara Akil, Adardam Achyar kepada hukumonline, Rabu (13/8).

Pasal 2 ayat (2)

Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Pasal 3

Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 4

Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan  pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dendapaling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 5 ayat (1)

Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 69

Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.

Pasal 76 ayat (1)

(1) Penuntut umum wajib menyerahkan berkas perkara tindak pidana Pencucian Uang kepada pengadilan negeri paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya berkas perkara yang telah dinyatakan lengkap.

Pasal 77

Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana.

Pasal 78

(1) Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

(2) Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan cara mengajukan alat bukti yang cukup.

Pasal 95

Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang ini, diperiksa dan diputus dengan UU No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas UU No.15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dari beberapa pasal yang diuji materi, ada Pasal 69 yang mengatur bahwa untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Pendapat ini serupa dengan pendapat salah seorang anggota majelis hakim yang menyidangkan perkara Akil di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dalam putusan perkara Akil, hakim anggota Alexander menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) mengenai tuntutan TPPU yang dituduhkan penuntut umum kepada Akil.

Alexander berpandangan, meski UU TPPU menentukan tindak pidana asal tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu, bukan berarti penuntut umum tidak perlu membuktikan tindak pidana asal. Penuntut umum tetap harus membuktikan tindak pidana asal, mengingat penuntut umum mendakwa Akil sebagai pelaku TPPU aktif.

Menurut Alexander, tindak pidana asal tidak perlu dibuktikan hanya berlaku untuk pelaku pasif, bukan pelaku aktif. Dalam hal ini, Akil sudah mencoba membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana korupsi. Mengingat peristiwa sudah terjadi cukup lama, tidak tertutup kemungkinan Akil lupa asal usul harta kekayaannya.

Tags:

Berita Terkait