Izin Pemeriksaan Jaksa Dinilai Ancam Demokrasi
Berita

Izin Pemeriksaan Jaksa Dinilai Ancam Demokrasi

Negara dianggap tak layak memberikan kekebalan kepada aparat penegak hukum.

ASH
Bacaan 2 Menit
Izin Pemeriksaan Jaksa Dinilai Ancam Demokrasi
Hukumonline

Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin menilai norma permintaan izin pemeriksaan jaksa dari Jaksa Agung merupakan ancaman dalam negara demokrasi. Negara dianggapnya tak layak memberikan hak ekstraktif berupa kekebalan terhadap aparat hukum yang melanggar hukum karena hal tersebut bertentangan dengan prinsip perimbangan.

”Karenanya, hak ekstraktif tidak lain kekebalan berupa izin  pemeriksaan sesungguhnya adalah  ancaman nyata akan hak dasar negara akan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta melanggar prinsip negara demokratis,” kata Irman dalam sidang  pengujian Pasal 8 ayat (5) UU No. 16 Tahun 2004tentang Kejaksaan   Kejaksaan yang dimohonkan Antasari Azhar Dkk, di Gedung MK, Rabu (23/7).

Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan berbunyi: ”Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Jaksa diduga melakukan tindak pidana, maka pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap jaksa yang bersangkutan hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.”

Irman menambahkan perlu diberlakukan prinsip resiprokal (perbuatan timbal balik) dalam legislasi terkait pemidanaan. Sehingga, warga negara yang merasa disewenang-wenangkan penegak hukum juga bisa melakukan tuntutan balik yang sama secara mudah atas tindakan itu.

”Ini prinsip keseimbangan bahwa antara negara dan warga negara berada pada titik tengah yang berimbang dan titik tengah itu adalah proteksi konstitusi,” katanya.

Sementara ahli dari pemerintah Prof Indriyanto Seno Adji dalam keterangan tertulisnya menilai Pasal 8 ayat 5 UU Kejaksaan konstitusional. Sebagai bagian dari sistem peradilan pidana diperlukan proses khusus dari suatu proses yustisia (previlegium fori) terhadap aparatur negara berupa adanya perintah Jaksa Agung.

Acara khusus dalam konteks proses yustisia ini, lanjutnya, berlaku juga bagi aparatur negara dalam sistem peradilan pidana maupun sistem ketatanegaraan seperti lembaga negara, anggota DPR.

”Perlakuan khusus ini membuktikan adanya kesederajatan profesi mulia, jaksa sebagai komponen sistem peradilan pidana maupun lembaga kenegaraan yang lain. Maka, dapat dikatakan Pasal 8 ayat 5 UU Kejaksaan adalah sah dan konstitusional sifatnya,” demikian tulis Indriyanto.

Pengujian UU ini diajukan oleh Antasari,  bersamaan Andi Syamsuddin Iskandar selaku adik kandung Nasrudin Zulkarnaen dan Ketua MAKI Boyamin Saiman. Mereka mengganggap keberadaan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan telah membedakan perlakuan antara warga negara dengan jaksa, sehingga menimbulkan perlakuan yang berbeda (diskriminasi) di mata hukum.

Pemohon menilai, ketentuan itu telah menjadikan jaksa kebal hukum, karena tidak dapat dipanggil dan ditahan langsung oleh polisi. Permohonan ini diajukan lantaran selama proses pemeriksaan kasus pembunuhan Dirut PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, Antasari tak pernah mengantongi surat izin jaksa agung seperti disyaratkan Pasal 8 ayat (5) itu. Padahal, status Antasari kala itu masih sebagai jaksa.

Tags: