Jumlah Anggota Minim, Gebrakan APSI Nyaris Tak Terdengar
Berita

Jumlah Anggota Minim, Gebrakan APSI Nyaris Tak Terdengar

Selain jumlah anggota minim, lokasi kantor APSI yang jauh dari ibu kota juga dianggap sebagai kendala.

CR-1
Bacaan 2 Menit
Jumlah Anggota Minim, Gebrakan APSI Nyaris Tak Terdengar
Hukumonline

 

Kedua, lanjut Taufiq, faktor letak kantor APSI—berdasarkan AD/ART--yang berada di Semarang, Jawa Tengah. Letaknya yang jauh ini mengakibatkan APSI mengalami kendala untuk mengakses segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia advokat.

 

Soal menentang arus, Taufiq menjelaskan arus besar di Peradi bisa dilihat dalam suatu pembentukan kepanitiaan apa saja. Masing-masing berusaha menunjukkan egonya. Yang Ikadin merasa besar ingin menjadi  Ketua, AAI pun demikian. Nah itu muncul di forum-forum rapat, kata Taufiq.

 

Oleh karena organisasinya dirasa kecil, maka menurutnya lebih baik APSI mengambil langkah aman terlebih dahulu. Dikatakannya, meski minoritas bukan berarti APSI larut dalam arus besar tersebut. Ia mencontohkan beberapa kebijakan Peradi yang dianggapnya merupakan buah perjuangan APSI. Misalnya saja tentang jadwal ujian advokat. Taufiq mengungkapkan, awalnya Peradi terkesan ingin menunda-nunda pelaksanaan ujian. Namun APSI tetap bersikeras bahwa ujian advokat harus dilaksanakan tahun 2005, mengingat belum pernah diselenggarakan ujian advokat beberapa tahun belakangan.

 

Potensi

Lebih jauh, Taufiq mengemukakan saat ini anggota APSI terdiri dari 125 advokat. Kata dia, dari jumlah tersebut tidak hanya dimonopoli oleh sarjana syariah saja, melainkan sekitar setengahnya adalah sarjana hukum.

 

Sebagai satu-satunya organisasi advokat yang menyandang nama syariah, hal tersebut dipandang menjadi potensi tersendiri untuk APSI. Seperti dituturkan oleh Amin Summah, guru besar syariah dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dengan perkembangan syariah yang pesat, seharusnya hal tersebut dapat dimanfaatkan APSI.

 

Bahkan, perkembangan syariah, selain berkembang pesat dalam dimensi ruang atau mengglobal, juga berkembang dalam tiap dimensi kehidupan. Misalnya, perbankan syariah, asuransi syariah, arbitrase syariah dan lainnya.

 

Untuk itu, menurut Amin, supaya APSI dapat menjadi pemain penting, seharusnya APSI meningkatkan sosialisasi dan silaturahmi dengan beberapa kalangan terkait. Misalnya, kalangan kampus dan para alumni, khususnya kampus yang berbasis syariah. Selain itu, APSI harus meningkatkan kepakaran dalam bidang syariah yang selama ini belum terlihat.

 

Tentu saja bukan hanya sosialisasi, ada hal lain yang juga perlu dibenahi APSI. Misalnya restrukturisasi organisasi, mengingat saat ini APSI baru mendirikan 10 Dewan Pengurus Wilayah. Saat ditanya tentang hal itu, Taufiq menyatakan organisasinya terikat pada Munas.

 

Itu ada, cuma kita kan terikat dengan Munas. Kita ada Munas, yang nanti harus merubah AD/ART kan, nah disana kita akan merubah dimana tempat kantor kita dan sebagainya. Nah pedomannya nanti Munas, ucap Taufiq

 

Menurut jadwal, Munas APSI dilakukan sekali dalam lima tahun. Artinya, jika Munas terakhir dilakukan 2003, apakah restrukturisasi harus ditunggu hingga 2008?

Menurut UU No.18/2003 tentang Advokat, ada delapan organisasi yang diakui eksistensinya untuk bersama merumuskan sebuah wadah organisasi advokat tunggal, yakni Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Salah satu dari delapan organisasi itu adalah Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).

 

Jika dibandingkan dengan tujuh organisasi yang lain, APSI bisa dikatakan paling sepi dari berita, terutama dalam menyikapi isu seputar advokat di Indonesia. Boleh jadi, ini disebabkan faktor usia. Pasalnya, dari segi usia APSI terhitung balita karena baru berdiri pada Maret 2003, atau sebulan sebelum disahkannya UU No.18/2003.

 

Namun apakah faktor usia menjadi satu-satunya ukuran sepak terjang APSI? Menurut M. Taufiq, Ketua APSI, ada dua kendala mengapa gaung organisasinya boleh dikatakan nyaris tidak terdengar.

 

Pertama, APSI  dari segi jumlah termasuk sebagai minoritas. Jadi hanya dari segi anggota, kita kalah jauh dengan mereka, sehingga kita tidak terlalu mau mengambil risiko dengan cara menentang arus, sehingga belum saatnya kita membangun opini-opini, papar Taufiq kepada hukumonline beberapa waktu lalu.

Tags: