Itu sebabnya, Safri mendesak agar RUU Administrasi Pemerintahan segera disahkan. RUU ini mengandung klausul sanksi berupa hukuman kurungan kepada pejabat TUN yang mengabaikan putusan pengadilan. Paulus Effendi Lotulung sendiri memberi dukungan atas pemberian sanksi yang lebih tegas agar putusan-putusan PTUN lebih dihormati.
Jika ada sanksi yang tegas, Safri percaya lembaga PTUN akan tetap berguna dan direspons masyarakat di masa mendatang. Paradigma sanksi perlu diubah ke arah yang lebih tegas. Sebaiknya disebutkan bahwa pejabat yang tidak melaksanakan putusan PTUN dikurung, atau diberhentikan saja. Artinya, dia kan tidak taat hukum, tegas staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu.
Peneliti Pusat Kajian Hukum dan Pemerintahan yang Baik Universitas Indonesia, Safri Nugraha, berpendapat bahwa penurunan perkara TUN pasca beroperasinya Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) akan cukup signifikan di wilayah hukum yang dekat dengan kawasan industri seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Makassar. Sementara di daerah yang jumlah perkara TUN relatif hanya belasan per tahun, maka pengalihan itu tidak akan banyak mempengaruhi.
Data yang diperoleh hukumonline pun menunjukkan adanya kecenderungan penurunan jumlah perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebelum perkara perburuhan dilimpahkan ke PHI. Di PTUN Jakarta misalnya. Jumlah perkara yang masuk pada tahun 2001 mencapai 225. Kecuali pada tahun 2003, terjadi penurunan perkara sepanjang empat tahun terakhir. Data tahun 2005 menunjukkan perkara yang masuk tinggal 155 (lihat tabel).
Tabel
Jumlah perkara di PTUN Jakarta 2001-2005
Tahun | Sisa Perkara | Perkara Masuk* | Perkara Dicabut | Putusan |
2001 | Sisa perkara tahun 2000, 63 perkara | 225 | 27 | 203 |
2002 | Sisa perkara 86 | 222 | 50 | 227 |
2003 | Sisa perkara 80 | 226 | 35 | 240 |
2004 | Sisa perkara 66 | 177 | 27 | 184 |
2005 | Sisa perkara 67 | 155 | Belum diketahui | Belum diketahui |
Sumber: PTUN Jakarta
Catatan *) Tidak termasuk perkara yang dicabut
Kecenderungan menurunnya perkara PTUN juga diakui oleh Prof. Paulus Effendi Lotulung. Dalam wawancara dengan hukumonline, Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Tata Usaha Negara itu meminta agar hakim-hakim TUN tidak usah takut kehilangan perkara setelah kasus perburuhan dilimpahkan ke PHI sejak 14 Januari lalu.
Pelimpahan perkara perburuhan ke PHI bukan semata-mata penyebab menurunnya perkara PTUN. Baik Paulus maupun Safri Nugraha sependapat masalah eksekusi menjadi faktor penting. Sekitar 70 persen putusan PTUN tidak ditaati oleh aparat pemerintah selaku tergugat. Safri mengatakan, minat masyarakat menggugat lewat PTUN berkurang karena eksekusi putusan sulit dilaksanakan. Tak ada sanksi tegas terhadap pejabat yang dihukum. Kalaupun Undang-Undang TUN direvisi dan mencantumkan sanksi, hingga sekarang penerapan sanksi terbuka belum dirasakan.