Kasus Fatia-Haris Menunjukkan Politik Hukum Berpihak Pada Kekuasaan
Terbaru

Kasus Fatia-Haris Menunjukkan Politik Hukum Berpihak Pada Kekuasaan

Tak sedikit laporan masyarakat terhadap pejabat atau kerabatnya kepada kepolisian berujung mandek. Sebaliknya laporan pejabat terhadap masyarakat sipil cepat ditindaklanjuti aparat kepolisian.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Kasus yang menimpa Fatia-Haris ini jelas politik penegakan hukum berpihak pada kekuasaan. Tidak berpihak pada orang yang memperjuangkan hak-haknya. Dan ini yang bertanggungjawab adalah Presiden,” kata Asfin.

Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mencatat pembungkaman dan represi terhadap masyarakat sipil meningkat dalam 7 tahun terakhir. Hal itu berdampak pada menyempitnya ruang sipil. Termasuk yang menimpa Fatia-Haris, di mana mereka pada intinya memaparkan riset yang dihasilkan 10 lembaga yang menyimpulkan ada grup militer di Papua yang berhubungan erat dengan eksploitasi pertambangan. Hal itu selaras dengan tindakan Panglima TNI periode 2021-2022 Andika Perkasa yang menjatuhkan sanksi kepada anggota TNI terkait bisnis pertambangan.

“Perkara ini tak hanya serangan kepada Fatia-Haris, tapi juga serangan langsung masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam bernegara. Juga ancaman langsung kepada demokrasi, negara hukum, dan prinsip HAM,” ujar Isnur.

Tindakan yang dilakukan Fatia-Haris dalam diskusi yang diunggah dalam kanal youtube terkait hasil riset tentang operasi militer dan pertambangan di kabupaten Intan Jaya Papua itu merupakan upaya untuk mempertahankan lingkungan, sumber daya alam, demokrasi, dan HAM. Menurut Isnur jika Fatia-Haris yang posisinya di Jakarta yang dekat dengan pusat pemerintahan dan kekuasaan rentan dikriminalisasi, bagaimana dengan aktivis lokal di daerah yang minim akses dan publikasi.

Isnur menjelaskan Fatia-Haris dijerat Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Padahal jelas selama ini 19/2016 bermasalah dan banyak menuai kritik dan protes masyarakat, bahkan pemerintah juga mengakui hal tersebut. Selain itu dikenakan UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan hukum Pidana juncto pasal 55 ayat (1) KUHP. Terakhir, Pasal 310 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

“Semua pasal yang dikenakan itu pasal karet yang selama ini digunakan untuk membungkam masyarakat sipil,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait