Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan keamanan data masih menjadi tantangan transaksi keuangan digital di Indonesia, meski transaksi keuangan digital di Tanah Air mengalami pertumbuhan yang pesat.
Hal ini disampaikan anggota dewan komisioner OJK Friderica Widyasari dalam Webinar Nasional Seri-2 bertajuk "Perlindungan Konsumen terhadap Kejahatan Keuangan Digital" di Jakarta, Senin (12/6). "Kami memiliki portal untuk menerima aduan dari masyarakat. Dari laporan tersebut, banyak sekali aduan terkait keamanan data dan privasi data dari konsumen yang disalahgunakan," kata Friderica.
Ia membeberkan, ancaman kejahatan siber seperti peretasan, pencurian identitas, atau penipuan online menjadi risiko yang dihadapi oleh pengguna dan penyedia layanan keuangan digital.
Baca Juga:
- Ciri-ciri Investasi Bodong dan Cara Menghindarinya
- Waspada! SWI Temukan 13 Investasi Bodong dan 71 Pinjol Ilegal
Berdasarkan laporan kejahatan siber secara global, kerugian dari kejahatan siber meningkat signifikan dari 6,9 miliar dolar AS pada tahun 2021 menjadi 10,2 miliar dolar AS di tahun 2022. Tim Biro Investigasi Federal atau Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat turut menyampaikan kejahatan siber kini sudah menjadi fokus perhatian dari regulator global.
Dari domestik, Friderica menyebutkan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat lebih dari 700 juta serangan siber terjadi di Indonesia pada tahun 2022. Serangan siber yang mendominasi yaitu ransomware atau malware dengan modus meminta tebusan dan lain-lain.
"Serangan siber ini perlu dimitigasi guna meminimalisasi risiko kejahatan siber dan kerugian yang lebih besar," tuturnya.