Kejaksaan Ingin Posisi Jaksa Agung Tertutup Bagi Orang Luar
Utama

Kejaksaan Ingin Posisi Jaksa Agung Tertutup Bagi Orang Luar

Kejaksaan Agung mengusulkan agar ke depan hanya jaksa karir yang bisa diangkat menjadi Jaksa Agung. Alasannya, yang berasal dari jaksa karir lebih afdol.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Rachman, pihaknya bukan antipasti terhadap calon dari luar. Tetapi untuk sampai ke jenjang tertentu, mestinya diisi oleh orang yang benar-benar sudah memahami pekerjaan itu. "Bukan kami memungkiri kalau dari luar itu kurang. Tetapi lebih afdol lagi kalau Jaksa Agung berasal dari jaksa karir," ujarnya.

 

Usulan itu mengandung arti bahwa kejaksaan tampaknya ingin menutup pintu bagi bagi orang luar alias non karir mengisi pos-pos penting di Kejaksaan. Bukan hanya posisi Jaksa Agung, tetapi juga Wakil Jaksa Agung dan para Jaksa Agung Muda.

 

Tengok saja dalil berikut. Dalam draft RUU usulan Pemerintah, jabatan Wakil Jaksa Agung dan para Jaksa Agung Muda pun tertutup bagi orang luar. Pasal 20 draft usulan Pemerintah menyebutkan bahwa yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda (JAM). Sementara pasal 21 menegaskan bahwa yang dapat diangkat menjadi JAM adalah jaksa yang sudah berpengalaman sebagai Kajati atau setara dengan itu.

 

Padahal pasal  21 ayat (3) Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan sangat memungkinkan masuknya orang luar sebagai JAM. "Jaksa Agung Muda dapat diangkat dari luar lingkungan kejaksaan dengan syarat mempunyai keahlian tertentu".

 

Selama ini, posisi Jaksa Agung memang selalu diisi oleh orang luar. MA Rachman adalah Jaksa Agung yang benar-benar berasal dari jenjang karir. Sebelum Rachman, posisi Jaksa Agung diisi oleh politikus Partai Golkar Marzuki Darusman (tidak termasuk pjs Jaksa Agung yang sempat diisi oleh Suparman), mantan Ketua Komnas HAM (alm) Baharuddin Lopa, Marsillam Simanjuntak, bekas Kababinkum TNI Andi M. Ghalib.

 

Rachman mengungkapkan bahwa dirinya sendiri adalah jaksa yang meniti karir dari bawah, yang susah mengikuti berbagai pelatihan dan pendidikan, hingga mencapai tingkat yang sekarang. Itu sebabnya, ia menginginkan kursi Jaksa Agung diisi oleh mereka yang meniti karir di Kejaksaan.

 

Usulan ini tentu saja melawan adagium yang sering diungkapkan oleh Guru Besar Universitas Hasanuddin, Prof. Achmad Ali. Menurut dia, kalau ingin membersihkan Kejaksaan Agung yang sudah kotor tidak mungkin menggunakan sapu kotor, melainkan harus memakai sapu yang bersih.

Halaman Selanjutnya:
Tags: