KHN Usul Rancangan KUHAP dan KUHP Dicabut
Berita

KHN Usul Rancangan KUHAP dan KUHP Dicabut

Baik pemerintah dan DPR tak yakin pembahasan dua kitab ini akan selesai.

ALI
Bacaan 2 Menit
KHN Usul Rancangan KUHAP dan KUHP Dicabut
Hukumonline
Ketua Komisi Hukum Nasional (KHN) Prof. Jacob Elfinus Sahetapy menilai pembahasan revisi KUHP dan KUHAP di DPR saat ini hanya membuang waktu dan anggaran, sehingga sudah selayaknya pembahasan ini dihentikan.

“Saya usulkan rancangan itu dicabut saja. Saya sudah usulkan itu ke presiden,” ujarnya dalam acara diskusi ‘Quo Vadis Pembaharuan Hukum Pidana Melalui RUU KUHP dan RUU KUHAP: Memperkuat atau Melemahkan Upaya Pemberantasan Korupsi’ yang diselenggarakan KPK di Jakarta, Selasa (17/12).

Sahetapy mengaku tak percaya dengan kemampuan para anggota dewan yang sedang membahas dua RUU itu. “Semoga mereka yang bermulut besar dan ngotot kodifikasi dan ingin selesaikan RKUHP dengan satu gebrakan, supaya banyak membaca buku-buku bahasa Belanda dan Inggris, meskipun sistem anglo saxon tidak kita menganutnya,” sebut Sahetapy.

Karenanya, Sahetapy berpendapat sebaiknya pemerintah mencabut rancangan ini dari pembahasan yang sedang berlangsung di DPR. Ia menilai lebih baik revisi ini dilakukan oleh anggota DPR pada periode mendatang, dengan catatan pemilu dilaksanakan secara jujur. “Nanti masuk tahun 2014, kalau ada umur panjang, saya siap membantu membuat KUHP,” ujarnya.

Dalam makalahnya, Sahetapy mengaku tak sreg dengan cara pembahasan di DPR. “Saya ingin usulkan agar sebaiknya membicarakan dulu Buku I RKUHP. Itu pun tidak mudah. Apalagi kalau merumuskan perbuatan-perbuatan pidana dalam Buku II,” jelasnya.

Ketua Komisi III DPR Peter Zulkifli mengatakan DPR dan Pemerintah baru membahas Rancangan KUHAP. “Kami masih membahas tiga DIM (Daftar Inventarisasi Masalah,-red) dari seribu DIM yang harus kita bahas. KUHP belum dibahas sama sekali,” ujarnya.

“Kami masih berdebat tentang kompleksitas penyidikan dalam KUHP. Terlalu jauh bila kita bicara KUHP,” tambahnya. 

Denny Siap Mundur
Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana juga tak yakin bahwa revisi KUHAP dan KUHP ini akan segera selesai. “Kalau bicara penarikan rancangan, saya kira RUU ini tak akan selesai kok. Kalau RUU ini selesai hingga DPR periode ini, saya akan mundur sebagai Wamen,” tegasnya.

Denny menegaskan sistem legislasi Indonesia tak mengenal pembahasan RUU dengan sistem ‘warisan’. Yakni, bila DPR periode ini yang telah membahas sebagian isi revisi KUHP dan KUHAP, maka itu tak bisa diteruskan oleh DPR periode berikutnya. “Harus dimulai dari awal lagi,” tuturnya.

Lebih lanjut, Denny mengungkapkan tujuan pemerintah menyerahkan rancangan KUHP dan KUHAP ke DPR sebagai uji publik. Selama ini, RUU-RUU yang telah dibahas para ahli itu mengendap di tangan pemerintah. Ia menegaskan RUU KUHP sudah berusia 50 tahun, sedangkan RUU KUHAP sudah berusia 12 tahun, tanpa pernah diserahkan ke DPR untuk dibahas.

“Kami menarik lagi, bisa saja. Tapi, apa kita mau rancangan itu akan bertambah usianya menjadi 51 atau 52 tahun (tanpa dibahas). Usianya itu sudah setengah abad di tangan para ahli. Kami masukan ke legislasi agar masuk ke ruang publik. Biar publik tahu ini isi rancangannya dan ikut memberi masukan,” jelasnya.

Sahetapy tetap pada pendiriannya bahwa RKUHP danRKUHAP lebih baik dicabut. Ia mengungkapkan pada era Presiden Soeharto, para ahli sudah hampir menyelesaikan RUU-RUU itu, tinggal satu atau dua pasal, tetapi begitu era reformasi, RUU itu dinyatakan tidak relevan. “Lain koki, lain masakannya,” tambahnya.

Berdasarkan catatan hukumonline, bukan hanya Sahetapy yang mengkritik RKUHP. Ahli Hukum Pidana Prof. Andi Hamzah juga bersuara keras dengan rancangan KUHP yang dikirim pemerintah ke DPR untuk dibahas bersama. Andi menegaskan bahwa RKUHP yang diserahkan ke DPR itu adalah draf yang ia bahas pada 1992, sehingga sebenarnya draf itu sudah basi.
Tags:

Berita Terkait