Seiring perkembangan era teknologi kebutuhan atas peningkatan sumber daya manusia yang mumpuni menjadi tak terelakan. Apalagi dalam penegakan hukum yang membutuhkan kecermatan, ketelitian dan kemampuan diiringi dengan wawasan pengetahuan menjadi keharusan. Dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) di bidang hukum, Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Divisi Hukum (Divkum) Polri secara resmi menandatangani nota kesepahaman alias Memorandum of Understanding (MoU).
Presiden KAI Tjoetjoe Sandjaja Hernanto berpandangan, melalui kerja sama yang dituangkan dalam nota kesepahaman menjadi acuan kedua pihak dalam kolaborasi peningkatan SDM. Kerja sama tersebut menurut Tjoetjoe menjadi langkah strategis antara tugas profesi penegak hukum dengan lainnya.
“Kami optimis kerja sama ini hubungan ke depan akan semakin bagus dan berdampak peningkatan sistem penegakan hukum di Indonesia,” ujarnya dalam sambutannya di Gedung Tribrata, Jakarta Selatan, Jumat (8/9/2023).
Secara garis besar, nota kesepahaman mengatur tiga hal. Pertama, penyelenggaraan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Kedua, Ujian Kompetensi Dasar Profesi Advokat (UKDPA). Ketiga, peningkatan kapasitas dan pemanfaatan SDM di bidang hukum. Tjoetjoe berharap betul kedua institusi ke depannya dapat melakukan kerja sama dalam perbaikan sistem penegakan hukum di Indonesia.
Baca juga:
- Ketua Peradi dan KAI Apresiasi Ajang Hukumonline's Top 100 Indonesian Law Firms 2023
- Presiden KAI Ingatkan Pentingnya Lawyer Adaptasi Perkembangan Teknologi Informasi
Pria yang juga pendiri Kantor Hukum Officium Nobile Indolaw itu berharap dapat membentuk tim bersama dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) KAI dan Polri dalam merumuskan prosedur baku yang harus dilakukan bila terdapat dugaan pelanggaran kode etik kedua belah pihak. Misalnya terdapat dugaan pelanggaran etik yang dilakukan advokat dari KAI maupun penyidik Polri maka terdapat standar baku dalam menilainya.
Baginya, standar baku tersebut menjadi penting ketika terjadi pelanggaran kode etik di salah pihak terdapat standar mesti melapor atau mengadu melalui prosedur seperti apa nantinya. “Ini penting bagi kami supaya tidak ada perbedaan pandangan penanganan secara hukum,” imbuhnya.