Komisi Hukum DPR Bakal Kaji Secara Akademis Seponering AS dan BW
Berita

Komisi Hukum DPR Bakal Kaji Secara Akademis Seponering AS dan BW

Karena dinilai melemahkan penegakan hukum, seolah dagelan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi III, Desmond Junaedi Mahesa. Foto: www.dpr.go.id
Wakil Ketua Komisi III, Desmond Junaedi Mahesa. Foto: www.dpr.go.id
Seponering yang diterbitkan Jaksa Agung HM Prasetyo terhadap kasus yang menjerat mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, dinilai Komisi III DPR masih menyisakan pertanyaan. Alasan yang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum dalam kasus kedua mantan pimpinan KPK itu dinilai tidak layak.

“Kami tidak menemukan alasan logis atas seponering dua kasus tersebut. Kami menilai hal itu  tidak layak, Apa tujuan jaksa melakukan itu,” ujar Wakil Ketua Komisi III, Desmond Junaedi Mahesa, di Gedung DPR beberapa hari lalu.

Ia menduga ada unsur tertentu dalam menerbitkan seponering terhadap kasus yang menjerat AS dan BW. Makanya, sebagian kalangan di Komisi III menilai tidak ditemukan alasan logis atas diterbitkannya seponering. Atas dasar itulah, Desmon berpendapat akan mengkaji ulang penerbitan seponering. Tentunya dengan alasan-alasan demi kepentingan umum dan hukum yang menjadi pertimbangan Kejagung mengesampingkan perkara.

Sebagian kalangan anggota Komisi III memang menginginkan agar perkara mantan pimpinan KPK itu dimejahijaukan, bukan sebaliknya dikesampingkan demi kepentingan umum. Pasalnya, dengan men-seponering perkara justru menggantung status hukum kedua pimpinan. Dengan melimpahkan ke pengadilan akan membuktikan ada tidaknya tudingan kriminalisasi, atau sebaliknya terbukti melakukan pidana sebagaimana penilaian penyidik.

Politisi Partai Gerindra itu berpandangan, langkah men-seponering perkara AS dan BW telah merendahkan wibawa institusi kepolisian. Pasalnya, penyidik kepolisian telah bekerja mengumpulkan serangkaian alat bukti. Apalagi, sebelum melakukan pengenyampingan perkara, kejaksaan telah menyatakan berkas perkara lengkap. Dengan kata lain, secara administratif, bukti yang dikumpulkan penyidik telah terpenuhi untuk kemudian diuji di pengadilan.

Anggota Komisi III Nasir Djamil mengamini pandangan Desmon. Menurut Nasir, awalnya Jaksa Agung telah menyanggupi kesiapan untuk menindaklanjuti perkara kedua mantan pimpinan KPK itu. Entah kenapa, sambung Nasir, Jaksa Agung bertolak belakang dari komitmen di awal. Jaksa Agung justru mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai men-seponering perkara AS dan BW menuai kejanggalan. Meski tak menjelaskan kejanggalan dimaksud, Nasir akan mencecar Jaksa Agung dalam rapat kerja dengan Komisi III untuk meminta penjelasan gamblang. Ia berpandangan perlunya mencermati UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Tujuannya, agar tidak adanya kesewenangan pasal yang diimplementasikan secara sewenang-wenang tanpa alasan yang rasional.

“Iyah nanti kita minta penjelasan Jaksa Agung terkait seponering ini,” ujarnya.

Ruhut Sitompul mengamini pandangan Desmond dan Nasir. Menurut anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat ini meskipun tetap menghormati hak prerogratif Jaksa Agung, namun alasan seponering perlu dijelaskan gamblang, setidaknya ke Komisi III sebagai represetasi rakyat. Ia menilai seseorang yang ingin maju menjadi komisoner KPK mesti tak memiliki batu sandungan.

Pasalnya, di kemudian hari ketika terjadi konflik, boleh jadi bakal dikorek untuk kemudian dipersoalkan secara hukum. Ujungnya, mengenyampingkan perkara. Ia menilai mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum bakal melemahkan penegakan hukum. Sebab, publik bakal menilai penegakan hukum hanyalah dagelan semata.

“Tapi hal ini tidak boleh terjadi lagi. Ini melemahkan, artinya penegakan hukum tidak sungguh-sungguh. Seponering jadi melanggar praduga tidak bersalah, jadi bersalah terus,” pungkas pria berlatar belakang advokat itu.


Tags:

Berita Terkait