Komisi III DPR Ikut Kecam Larangan Pendirian SP
Berita

Komisi III DPR Ikut Kecam Larangan Pendirian SP

Pendirian SP pekerja dilindungi Undang-Undang. DPR akan menindaklanjuti laporan masyarakat.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Luviana pekerja yang diberhentikan manajemen Metro TV. Foto: Sgp
Luviana pekerja yang diberhentikan manajemen Metro TV. Foto: Sgp

Larangan pendirian Serikat Pekerja (SP) di perusahaan kembali mendapat kecaman. Kali ini datangdari anggota KomisiIII DPR. Apalagi larangan pendirian SP itu diikuti tindakan kekerasan. Kecaman disampaikan saat Komisi III menerima dan mendengar pengaduan Luvianadan rekannya yang tergabung dalam Aliansi Metro, pekerja yang diberhentikan manajemen Metro TV.

Anggota Komisi Hukum,Indra,menilai masalah yang dihadapi Luviana adalahrentetan union busting. Kekerasan union busting kerap dialami pekerja yang hendak mendirikan SP.  Indra menyesalkan penegakan hukum terhadap union busting tak berjalan.“Saya miris,” ujar Indrasaat rapat dengan Luvianadi ruang Komisi III DPR, Selasa (29/1).Luviana sudah mengadukan persoalannya ke beberapa instansi, termasuk ke Komnas HAM.

Indra meminta Komisi Hukum mendesak agar aparat penegak hukum serius menangani kasus union busting. Boleh jadi, kasus yang dialami Luviana merupakan persoalan yang banyak dialami pekerja di banyak perusahaan. Dikatakan politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, pekerja media pun banyak yang mengalami hal serupa.

Anggota Komisi Hukum lainnya Sayed Muhammad Mullady menambahkan, kebebasan berserikat mendirikan serikat pekerja dijamin oleh Pasal 28 UU No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh. Sayedmenganggap ada upaya pengabaian Undang-Undang jika pekerja seperti Luviana di-PHKkarena ingin mendirikan SP.

Pasal 28 menyebutkan, “Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara: a. Melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi. b.tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh. c.melakukan intimidasi dalam bentuk apapun. d.melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh”.

Sayed meminta pimpinan Komisi III segera mengeluarkan keputusan agar memantau kasus yang dialami Luviana. Sebab, persoalan Luviana kerap berlarut-larut tak kunjung usai.  “Komisi tiga harus memantau, mengamati dengan cermat dan mendorong penegak hukum menyelesaikan persoalan tersebut. Kalau tidak nanti akan terjadi lagi,” katanya.

Di depan anggota Komisi Hukum, Luviana mengeluh pengaduannya ke sejumlah lembaga tak ditindaklanjuti. Selain hubungan industrialnya dengan Metro, Luvi menceritakan tindakan kekerasan yang dialami Luvi dan Aliansi Metro saat melakukan aksi demo di depan kantor Nasdem, 16 Januari lalu.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Poltak Agustinus Sinaga menilai ada kejanggalan penanganan perkara pembubaran paksa aksi unjuk rasaitu. Menurut Poltak, polisi sudah memeriksa lima orang pelaku kekerasan. Polres Jakarta Pusat yang menangani aksi kekerasan tersebut bisa menyelidik lebih jauh.

Perwakilan Aliansi Metro Hendrik Dikson Sirait berharap Komisi Hukum DPR mengawal kasus ini di Polres Jakarta Pusat. Aliansi tetap membuka pintu musyarawah, terutama berkaitan dengan pemenuhan hak-hak Luviana yang belum dipenuhi. “Kami berharap komisi  tiga mampu mengawal kasus ini,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi Hukum Al Muzamil Yusuf  menegaskan laporan masyarakat akan ditindaklanjuti dengan mitra kerja, Polri. LaporanLuviana dkk menjadi masukan bagi Komisi Hukum. Cuma, jadwal rapat dengan Polri belum bisa dipastikan. “Akan kami followupdengan mitra, termasuk Kapolri,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait