KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi Andi Mallarangeng
Berita

KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi Andi Mallarangeng

Andi menganggap penuntut umum tidak menjawab eksepsinya.

NOV
Bacaan 2 Menit
Mantan Menpora Andi Mallarangeng. Foto: RES
Mantan Menpora Andi Mallarangeng. Foto: RES
Penuntut umum KPK Irene Putrie meminta majelis hakim menolak eksepsi mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng dan tim pengacaranya. Eksepsi pribadi Andi dianggap tidak lebih dari uraian kalimat yang bersifat bantahan, sehingga tidak masuk dalam ruang lingkup materi keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 156 ayat (1) KUHAP.

Dalam eksepsinya, Andi mempermasalah beberapa hal, seperti Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No.56/PMK02/2010 yang mengatur syarat pengajuan kontrak multiyears. Andi menilai pencairan dana proyek P3SON Hambalang yang tidak sesuai Permenkeu bukan kesalahan Menpora, melainkan kesalahan Menteri Keuangan (Menkeu).

Andi beralasana, Menkeu selaku “penjaga gawang” terakhir dari penerapan Permenkeu No.56/PMK02/2010, seharusnya menolak permohonan kontrak multiyears Hambalang. Sementara, dalam pelaksanaan lelang proyek Hambalang, Andi mengaku dirinya bukan sebagai pihak yang menentukan atau memutuskan pemenang lelang.

Menurut Irene, eksepsi Andi tersebut sudah memasuki pokok perkara. Ia menyatakan, berbagai hal menyangkut kebenaran fakta dalam surat dakwaan akan terjawab setelah dilakukan pembuktian perkara. “Oleh karenanya, eksepsi terdakwa harus dinyatakan ditolak,” katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/3).

Selain itu, Irene meminta majelis menolak eksepsi pengacara Andi. Ia menegaskan, penuntut umum telah menguraikan peran Andi secara lengkap, jelas, dan cermat sebagai pihak yang mempengaruhi proses pelaksanaan lelang proyek Hambalang, sehingga mengarahkan perusahaan-perusahaan tertentu sebagai pemenang lelang.

Ia menganggap pengacara keliru jika berpikiran perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dalam perkara korupsi proyek Hambalang seolah-olah dilakukan Andi seorang diri. Uraian peristiwa pidana dalam surat dakwaan sudah menyebut secara jelas menyebut adanya kerja sama Andi dan beberapa pihak.

“Sesuai surat dakwaan yang kami susun, terciptanya fakta-fakta yang bermuara pada kemenangan PT Yodya Karya, PT Ciriajasa Cipta Mandiri, dan KSO Adhi-Wika dalam lelang proyek P3SON Hambalang diawali dari pertemuan terdakwa dengan pihak PT Adhi Karya sebelum dilantik menjadi Menpora,” ujar Irene.

Fakta tersebut diikuti pula dengan fakta-fakta lain. Mulai dari Andi memerintahkan Sesmenpora Wafid Muharam segera menyelesaikan permasalahan sertifikat tanah Hambalang, mempersiapkan pemaparan design masterplan, memperkenalkan adiknya, Choel Mallarangeng kepada Wafid, hingga menolak tanda tangan penentapan lelang.

Irene menyatakan, Andi menolak menandatangani surat penetapan pemenang lelang karena Andi menganggap penandatanganan itu termasuk persoalan teknis. Andi mempersilakan Wafid menandatangani surat penetapan pemenang lelang, meski mengetahui nilai proyek Hambalang di atas Rp50 miliar.

Fakta itu, lanjut Irene, dipadukan lagi dengan fakta yang dilakukan kawan peserta, seperti Wafid, Deddy Kusdinar, Choel, Mahfud Suroso, Teuku Bagus Mokhammad Noor, dan Lisa Lukitawati Isa. “Perpaduan fakta itu melahirkan satu kesatuan yang termasuk sebagai tindak pidana korupsi Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor,” tuturnya.

Kemudian, terkait keberatan mengenai ketidakcermatan penuntut umum dalam menguraikan unsur kerugian negara, menurut Irene, sudah sepatutnya ditolak. Irene berpendapat, kesalahan ketik pada penulisan jumlah kerugian negara tidak mengakibatkan kesulitan atau menghalangi Andi dalam mengajukan pembelaan.

Ia menerangkan, dalam uraian surat dakwaan kesatu, penuntut umum telah menyebut kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan Andi sebesar Rp464,391 miliar. Sementara, penyebutan kerugian negara di awal dakwaan kedua tertulis sebesar Rp463,668 miliar. Namun, di akhir uraian dakwaan kedua tertulis Rp464,391 miliar.

Merujuk pada penyebutan jumlah kerugian negara di awal uraian dakwaan kedua, dapat dengan mudah disimpulkan sebagai kesalahan ketik semata. Meski ada satu kali kekeliruan penulisan, Irene menegaskan, jumlah kerugian negara dalam dakwaan kesatu dan kedua sebenarnya hanya satu, yaitu Rp464,391 miliar.

Irene berpandangan kesalahan pengetikan tidak mengakibatkan surat dakwaan batal demi hukum. Irene menyebutkan dua yurisprudensi sebagai dalil. Seperti, putusan HR 7 April 1919 dan 1928. Kedua putusan itu, pada intinya menyatakan kesalahan pengetikan dalam surat dakwaan tidak menjadi halangan untuk menghukum.

Atas dalil-dalil yang dikemukakan penuntut umum, Irene meminta majelis menolak seluruh keberatan Andi dan pengacaranya. Ia juga meminta majelis menyatakan surat dakwaan telah memenuhi syarat formil maupun materil. “Penuntut umum memohon kepada majelis menyatakan sidang pemeriksaan perkara Andi dilanjutkan,” tuturnya.

Usai sidang, Andi mengatakan tanggapan penuntut umum tidak menjawab eksepsi pribadinya dan tim pengacara. Penuntut umum justru bersikeras menggunakan dakwaan yang tidak jelas, cermat, dan lengkap. Andi berkeyakinan dirinya tidak melakukan penggaran hukum maupun penyalahgunaan wewenang.

Andi juga tidak merasa melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri, orang  lain, dan korporasi. Ia menilai banyak fakta yang berbeda. “Silakan saudara baca sendiri eksepsi, dakwaan, dan tanggapan jaksa. Saya tidak mau menyimpulkan. Saya serahkan pada majelis hakim untuk memutus dengan seadil-adilnya," tandasnya.
Tags:

Berita Terkait